Analisis: #2019GantiPresiden Bisa Jadi Gerakan Membenci Kepala Negara

Metrobatam, Jakarta – Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Wawan Masudi menilai aksi #2019GantiPresiden bisa menjadi gerakan yang memicu kebencian kepada kepala negara. Kelompok ini dianggap tak menunjukkan keberpihakan politik yang jelas.

Wawan menilai aksi #2019GantiPresiden yang disuarakan artis Neno Warisman dan Ahmad Dhani belum menunjukkan keberpihakan politik pada calon presiden Prabowo Subianto, lawan Joko Widodo pada pilpres 2019.

“Memang tidak ada kejelasan dari kampanye atau mendiskreditkan pemimpin yang berkuasa. Jadi ini memang situasi yang dilematis dari gerakannya sendiri,” kata Wawan kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/8).

Secara politik, Wawan berpendapat aksi #2019GantiPresiden pada dasarnya tidak mengancam suara Jokowi untuk pemilihan presiden 2019.

Bacaan Lainnya

“Menurut saya tidak (mengancam) karena ini belum klir apakah sepenuhnya (Neno dan Dhani) akan menjadi tim kampanye Prabowo. Kalau memang ke situ, jelas kampanye dan bagian persaingan kompetisi politik yang normal,” Wawan menjelaskan.

Wawan berpendapat, aksi #2019GantiPresiden berbeda dengan aksi pada umumnya. Biasanya masyarakat turun ke jalan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah, seperti menolak kenaikan harga bahan bakar minyak.

Selain itu, aksi #2019GantiPresiden juga tak serupa dengan Aksi Kamisan yang memiliki tuntutan yang jelas, yaitu penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Ini kemudian bisa dengan mudah berbelok menjadi kebencian kepada kepala negara. Kalau itu terus menerus akan melahirkan situasi tidak baik,” ujarnya menambahkan.

Wawan menanggapi positif soal pengadangan Neno dan Dhani sebelum mengikuti kegiatan #2019GantiPresiden beberapa waktu lalu.

Aparat memulangkan Neno ke Jakarta ketika hendak mengikuti aksi #2019GantiPresiden di Pekanbaru, Riau. Wawan menilai tindakan aparat merupakan upaya mengantisipasi bentrokan yang lebih luas di antara kelompok massa.

Dia berharap pesan yang disampaikan dalam aksi perlu diperjelas agar tidak mengundang reaksi balik dari kelompok massa yang bertentangan.

“Kalau tidak klir akan melahirkan reaksi balik dari kelompok yang merasa ini apa-apaan gerakannya, sehingga sama-sama mengerahkan massa,” kata Wawan.

Meski demikian, dia menyarankan agar Jokowi beserta jajaran pendukungnya tidak berlebihan menyikapi gerakan tersebut.

“Wajar saja dalam kompetisi politik menggunakan jargon. Kalau overreaktif akan serius. Normal saja, akan biasa saja,” pesan Wawan. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait