Baju Impor China Jadi Tantangan Bisnis Tekstil di RI

Metrobatam, Jakarta – Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex Iwan Setiawan Lukminto mengeluhkan maraknya produk tekstil asal China yang menggempur pasar Indonesia.

Produk tekstil yang harusnya bisa diproduksi di Indonesia, kata Iwan banyak yang justru berasal dari China. Misalnya adalah kain brokat. Brokat adalah kain olahan yang biasanya digunakan untuk membuat kebaya.

“Misalnya brokat, itu banyak impor masih. Masa kebaya brokat sebenarnya harusnya dalam negeri itu impor, dari China, dari India, banyak sekali,” kata Iwan dalam sesi wawancara khusus dengan detikFinance, di Jakarta, Selasa (21/8).

Bahkan, Iwan menilai banyak produk tekstil asal China yang reject alias mengalami catat dioper ke pasar Indonesia. Barang-barang tersebut dikategorikan sebagai barang sisa.

Bacaan Lainnya

“Sisanya itu buang di Indonesia dengan harga murah, berapapun, orang sisa kan dia any price. Nah begitu lah permainan di tekstil itu,” jelasnya.

Jika produk asal China yang dijual ke Indonesia merupakan produk fresh atau dengan kualitas baik, Iwan tak terlalu mempermasalahkan karena masih mampu bersaing.

Tapi jika produk yang dibawa dari China adalah barang sisa yang direject di negaranya, ini menjadi kekahwatiran industri tekstil dalam negeri. Pasalnya dari segi harga mereka lebih murah.

“(Produk) China sama di Indonesia mungkin di China lebih mahal kalau fresh. Tapi kalau order dicarikan barang sisa, barang reject itu, itu banyak nggak? (banyak). Itu kalau gempur di sini gimana harganya? (banting harga),” jelasnya.

Oleh karenanya, Iwan meminta pemerintah turun tangan menghadapi itu. Perlu ada kebijakan dari pemerintah agar tekstil China tidak masuk begitu saja ke Indonesia.

Kendalanya di Indonesia saat ini tidak ada standardisasi dan spesifikasi yang jelas dalam mengontrol masuknya tekstil China.

“Karena tidak ada standardisasi dan spesifikasi ‘yang nggak boleh masuk tuh ini ini ini’ harus terdaftar semua. Jadi kerjanya kurang detail untuk permasalahan ini. Caranya mendetailkan bisa, misalnya Turki, detail sekali di Turki. Ada hitungannya nggak asal masuk, terdaftar semuanya,” tambahnya. (mb/detik)

Pos terkait