Hak Angket DPR, KPK Minta Pemisahan Politik dan Proses Hukum

Metrobatam, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta DPR memisahkan ranah politik dengan proses penegakan hukum yang tengah dilakukan.

Hal ini, terkait dengan hak angket yang diketok DPR untuk menyelidik dugaan pengancaman terhadap anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani dalam kasus korupsi proyek e-KTP.

“Ada konsep mendasar proses penegakan hukum dipisahkan sama politik,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/5).

Hak angket dalam UU MD3 Pasal 79 ayat (3) adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Bacaan Lainnya

Febri menilai, KPK tak termasuk dalam bagian pemerintah, yakni presiden dan kementerian-kementerian.

“Penjelasannya di sana clear disebutkan hak angket penyidikan pelaksanaan perundang-undangan, konteks terhadap pemerintah. Presiden, kementerian. KPK nggak masuk di sana,” kata Febri.

Merujuk Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, pada Pasal 3, berbunyi KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Sementara itu, jika dikatakan hak angket ini dimaksud sebagai bentuk pengawasan DPR, menurut Febri, KPK secara rutin menyampaikan laporan kerjanya kepada Komisi III DPR selaku mitra terkait. Selain itu, sebagai bentuk keterbukaan kepada publik mengenai anggaran, KPK juga diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Konteks pengawasan kami lakukan dalam posisi KPK sampaikan laporan tahunan, kami sampaikan, menjawab dan merespon Komisi III sebagai mitra KPK,” tuturnya.

Setelah hak angket disetujui, DPR membentuk panitia khusus, yang dinamakan panitia angket. Keanggotaan panitia angket itu sendiri terdiri dari semua unsur fraksi. DPR kini tengah reses. Anggota Fraksi pengusung hak angket pun bergerilya menyiapkan panitia angket untuk menyelidiki pemeriksaan Miryam Haryani.

Febri menekankan, bahwa KPK tak akan membeberkan bukti dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP itu di luar persidangan. “Sejauh in kami sampaikan KPK nggak mungkin buka buktiā€Ž yang dibutuhkan di penyidikan di luar persidangan,” tegasnya.

Hak angket ini bergulir atas usulan Komisi III terkait dugaan ancaman ke Miryam Haryani saat menjalani serangkaian pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Miryam mengaku ke penyidik KPK, bila dirinya mendapat ancaman, sebelum menjalani pemeriksaan.

Menurut penyidik KPK, Novel Baswedan, Miryam menyebutkan bahwa Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Suding sebagai pengancam. Namun, Novel lupa dengan anggota dewan yang satunya lagi.

Akan Layu Sebelum Berkembang

Sementara fraksi-fraksi di DPR berbondong-bondong mulai menolak hak angket KPK meski sudah disahkan oleh DPR. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan hak angket KPK akan layu sebelum berkembang.

Lewat ketukan palu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat memimpin sidang paripurna, hak angket KPK disahkan. Usai reses panitia khusus (pansus) angket KPK akan dibentuk, namun banyak fraksi menyatakan tak akan mengirim perwakilannya sebagai kekonsistenan terhadap penolakan dari angket KPK.

“Ini akan layu sebelum berkembang, karena saya hitung ada 6 fraksi yang menarik. Mereka nolak semua dan tidak akan mengirimkan anggotanya (ke pansus),” ungkap Taufik saat berbincang dengan detikcom, Selasa (2/5).

Saat ini, baru tiga partai yang tegas menyatakan tak akan mengirimkan perwakilannya, yakni PKB, PKS dan Partai Gerindra. PPP dan PAN masih melihat dinamika yang ada, namun apabila dianggap bisa menggagalkan pembentukan pansus, kedua partai itu tak akan mengirimkan wakilnya. Sementara Fraksi Partai Demokrat yang menyatakan menolak hak angket belum memberikan pernyataan.

Menurut Taufik, itu senada dengan pernyataan Fahri saat memimpin sidang paripurna dan mengabulkan pembentukan usulan hak angket KPK. Saat itu Fahri mengabaikan banyak interupsi dari anggota dewan yang menolak. Fahri mengatakan, bagi fraksi yang tidak setuju cukup dengan tidak mengirimkan perwakilan ke pansus angket.

“Ini barangkali sama dengan yang disampaikan pak Fahri waktu itu. Dia bilang ‘kalau kemudian fraksi menolak tidak perlu mengirimkan anggotanya, kan selesai’. Jadi ini mungkin seperti itu ya,” jelas Taufik.

Sikap Fahri yang dinilai memutuskan secara sepihak persetujuan hak angket mendapat banyak protes. Sebab dia mengetuk palu di saat belum semua fraksi mendapat giliran bicara. Taufik sendiri mengaku kaget, namun dia menyatakan hal tersebut sebagai spontanitas dan situasional.

“Sebagai salah satu pimpinan, jangan sampai situasi kemarin buat kita bisa saling menyalahkan, itu situasional dan spontanitas. Kemarin harusnya ada lobi, tapi karena mau Jumatan jadi tidak jadi,” tutur politikus PAN itu.

“Di antara pimpinan, sungguhpun kami sifatnya kolektif kolegial, ada salah satu kode etik saat ada pimpinan yang memimpin rapat, itu jadi kewenangan penuh dan judgement politic-nya. Keputusan itu ada di ketua rapat, pimpinan lain hanya mendampingi,” lanjut Taufik.

Dia mengaku sempat dipanggil Ketum PAN Zulkifli Hasan dan pimpinan partainya yang lain karena PAN merupakan salah satu fraksi yang belum mendapat giliran bicara dan tak bisa menyampaikan penolakan angket KPK saat sidang paripurna. Namun Taufik menilai, saat ini yang terpenting adalah kekonsistenan fraksi-fraksi yang menolak.

“Tinggal bagaimana konsistennya para fraksi, sejauh yang saya dengar 6 fraksi menolak. Apalagi perkembangan yang terbaru, terkait dengan tertangkapnya Bu Miryam, jadi kurang begitu relevan dengan kesimpulan awal yang menjadi pemicu usulan hak angket,” terang dia.

Sebagai pimpinan dewan, Taufik menilai lebih baik DPR concern dengan hal-hal yang lebih urgent. DPR pun menurutnya harus memprioritaskan dukungan untuk program-program pemerintah.

“Pembangunan infrastruktur, tujuannya agar ada pengurangan kesenjangan ekonomi serta memperkuat dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat. Masih banyak yang perlu dikerjakan DPR,” tutup Taufik.(mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait