Menteri Tjahjo: Hizbut Tahrir Tak Terdaftar di Kemendagri

Metrobatam, Jakarta – Menteri Dalam Negeri Kabinet Kerja Tjahjo Kumolo menyatakan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak terdaftar sebagai organisasi masyarakat (ormas) di Kementerian Dalam Negeri.

Pernyataan itu disampaikan Tjahjo menyusul kegiatan HTI yang tidak mendapat izin dari kepolisian pada 23 April lalu. “HTI di Kemendagri tidak terdaftar. Enggak ada,” tutur Tjahjo di Jakarta, Selasa (2/5).

Menurut Tjahjo, HTI hanya terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Itu pun karena pendaftaran ormas di Kemkumham berbasis dalam jaringan atau online. Berbeda dengan mekanisme yang diterapkan di Kemendagri.

“Kalau kami enggak (online). Cek pengurusnya bagaimana, AD/ART (anggaran dasar/anggaran rumah tangga) bagaimana,” lanjut Tjahjo.

Bacaan Lainnya

Tjahjo menjelaskan, meski ada ormas yang tidak terdaftar, bukan berarti pemerintah akan sulit mengontrol jika kegiatan ormas tersebut cenderung menentang Pancasila. Termasuk HTI yang berkas-berkas kepengurusan serta AD/ART-nya tidak dimiliki oleh Kemendagri.

“Perorangan pun yang teriak anti-Pancasila bisa kami tahan. Apalagi ormas yang punya pengikut,” kata Tjahjo.

Saat ditanya langkah yang akan dilakukan apabila HTI terbukti melakukan kegiatan yang menentang Pancasila, Tjahjo menjawab, “Ayo kita cek sama-sama.”

Tjahjo tidak ingin terkesan otoriter dengan membatasi ruang gerak masyarakat untuk berserikat. Dia menekankan bahwa setiap orang berhak berkelompok dan berserikat. Namun prinsip kelompok tidak boleh bertentangan dengan empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

“Ceramah-ceramah, kegiatan-kegiatannya, harus tidak boleh menyimpang dari empat pilar tersebut,” ujarnya.

Jika terbukti ada ormas yang bertentangan dengan empat pilar, lanjut Tjahjo, ormas tersebut adalah lawan pemerintah, maka Polri, Kejaksaan Agung, Kemendagri, dan Kemenkumham berhak untuk membubarkan ormas tersebut.

Pada 23 April lalu, HTI berencana menghelat bertema “Khilafah: Kewajiban Syar’i Jalan Kebangkitan Umat” di Balai Soedirman, Jakarta. Akan tetapi, kegiatan tersebut urung dilaksanakan karena tidak mendapat izin dari Kepolisian.

Polda Metro Jaya tidak mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) kepada HTI sebagai syarat mengadakan kegiatan ormas karena dinilai begitu banyak massa yang anti-HTI.

Sementara itu, Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan, rencana Kapolri Jenderal Tito Karnavian membubarkan HTI merupakan langkah legal dan tepat dengan catatan. Catatan tersebut yaitu, pembubaran dilakukan melalui proses yudisial yang akuntabel dan argumentatif.

Sebagaimana dikemukakan Kapolri yaitu mengganggu ketertiban sosial, potensi memicu konflik horizontal sebagaimana direpresentasikan dengan penolakan kuat Banser NU, dan mengancam ideologi Pancasila, karena agenda yang diusung adalah khilafah,” ujar Hendardi dalam keterangan tertulis hari ini.

Berbagai studi dan praktik di beberapa negara, lanjut Hendardi, ideologi khilafah yang disertai pandangan keagamaan eksklusif dan takfiri (gemar mengkafirkan pihak yang berbeda) telah menimbulkan pertentangan kuat di masyarakat.

Menurut Hendardi, secara fisik HTI memang tidak melakukan kekerasan. Tetapi gerakan pemikirannya yang secara masif dan sistematis telah masuk ke sebagian warga Indonesia, khususnya melalui kampus dan majelis keagamaan, telah dianggap mengancam kebhinekaaan, sistem politik demokrasi, dan Pancasila.

Hendardi mengakui bahwa kebebasan berserikat dalam bentuk ormas seperti HTI dijamin oleh undang-undang. Namun jika bertentangan, maka HTI perlu dibatasi perkembangannya.

Pemikiran HTI tidak bisa diberangus, karena kebebasan berpikir bukan hak yang bisa dibatasi. Tetapi pemerintah dan penegak hukum bisa melakukan pembatasan penyebarannya,” ujar Hendardi.

Jika penyebaran dibatasi, kata Hendardi, maka orang-orang yang menganut pandangan keagamaan dan pandang politik seperti HTI tidak bisa dipidana. Hanya tindakan penyebarannya yang bisa dibatasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 17/2003, pembubaran ormas dimungkinkan sebagaimanan diatur di Pasal 59-78.(mb/cnn indonesia)

Pos terkait