Anggota DPR Kompak Bantah Dakwaan e-KTP, Ini Kata KPK

Metrobatam, Jakarta – Saksi unsur DPR yang dipanggil KPK kompak menolak isi dakwaan kasus korupsi e-KTP dengan membantah menerima aliran dana dan tidak mengenal tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. KPK menyebut penanganan perkara tidak bergantung pengakuan.

“Soal bantahan-bantahan saya kira soal posisi KPK masih sama. Sejak KPK melakukan penanganan kasus korupsi kami tidak bergantung pada bantahan atau pengakuan pihak-pihak,” tegas Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Senin (10/7).

Sebagian besar saksi yang dihadirkan KPK juga pernah menjadi saksi sebelumnya di persidangan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam kesaksian terhadap Andi Narogong, mereka mengaku dimintai keterangan tak jauh berbeda.

“Tentu kita butuh melakukan pemeriksaan kembali terhadap saksi-saksi tersebut. Meskipun mereka sudah menyampaikan di persidangan untuk Irman dan Sugiharto, ketika kita melakukan penyidikan baru untuk tersangka yang lain, menurut hukum acara, maka kami perlu melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi tersebut. Tentu ketika ada informasi baru kita akan lakukan klarifikasi lebih lanjut,” papar Febri.

Bacaan Lainnya

“Secara umum konstruksinya sama, tapi ada pendalaman-pendalaman tertentu terkait perbuatan tersangka,” imbuhnya.

Dalam pemeriksaan saksi klaster politik yang dilakukan KPK sejak pekan lalu, beberapa anggota maupun eks anggota DPR menyangkal menerima duit haram e-KTP. Mereka juga menyatakan tak pernah mengenal, apalagi berkomunikasi dengan Andi Narogong.

Merka yang membantah adalah antara lain Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Ada pula Anggota Komisi VIII Abdul Malik Haramain, Anggota Komisi II Arif Wibowo, mantan Ketua DPR Marzuki Alie, Anggota Komisi VIII Khatibul Umam, dan Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini. Terakhir, mantan pimpinan Komisi II DPR Taufiq Effendi dan Teguh Juwarno.

Kasus Satelit Bakamla

Selain itu KPK tengah mendalami dugaan pengaturan anggaran yang dilakukan anggota DPR dalam proyek pengadaan satelit pemantau milik Badan Keamanan Laut (Bakamla). Dalam pengadaan tersebut telah terbukti terjadi praktik suap-menyuap, agar perusahaan yang sudah dipilih bisa menggarap proyek tersebut

Anggaran proyek itu awalnya senilai Rp400 miliar, namun belakangan anggaran tersebut dipangkas hingga Rp220 miliar, karena pemerintah melakukan penghematan.

Dugaan soal keterlibatan sejumlah anggota DPR dalam proyek ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah. Pria yang sudah divonis bersalah dalam kasus ini, menyebut telah menyerahkan uang ke Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp24 miliar.

Menurut pengakuan Ali kepada Fahmi, uang itu kemudian dibagikan ke sejumlah anggota DPR periode 2014-2019, antara lain Fayakhun Andriadi dari Fraksi Golkar, Eva Sundari dari Fraksi PDIP dan Bertus Merlas dari Fraksi PKB.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa dalam penanganan sebuah kasus suap yang dilakukan KPK, bisa berkembang ke dalam proses pembahasan anggaran.

“Sepanjang buktinya cukup kami akan tingkatkan status mereka yang diduga terlibat suap (penggiringan anggaran proyek Bakamla) itu,” kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/7) malam.

Ali adalah staf Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Arie Soedewo. Mereka berdua bertemu selepas Arie dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Maret 2016. Arie mengaku yang mengangkat Ali untuk menjadi ‘anak buahnya’.

Ali juga merupakan kader PDIP. Dia berlatar pengusaha, dengan jabatan sebagai Direktur PT Viva Kreasi Investindo.

Namun, Ali kini hilang bak ditelan bumi dan KPK belum bisa melacak keberadaannya. Surat panggilan untuk hadir sebagai saksi dalam persidangan Fahmi dan dua anak buahnya tak digubris.

Ali selalu mangkir, hingga pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap ini untuk tersangka Nofel Hasan.

Meskipun demikian, kata Febri, penyidik KPK terus bekerja dalam mendalami pengakuan Fahmi, baik saat proses penyidikan maupun ketika duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa. “Karena tentu penyidik KPK akan mencari bukti-bukti sebanyak-banyaknya dan sekuatnya untuk kembangkan kasus ini mengenai pembahasan anggarannya (di DPR),” tuturnya.

Fayakhun sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi untuk Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, tersangka baru dalam kasus suap proyek satelit Bakamla.

Namun, dalam pemeriksaan itu Fayakhun tak menjawab pertanyaan soal dugaan penerimaan uang dari Ali. (mb/detik/cnn indonesia)

Pos terkait