Penyebar Kebencian dan Isu SARA, Sindikat Saracen Dibayar Puluhan Juta

Metrobatam, Jakarta – Polisi menangkap sindikat Saracen, yang kerap menyebarkan isu SARA di media sosial. Sindikat Saracen kerap mengirimkan proposal kepada beberapa pihak terkait jasanya untuk menyebarkan ujaran kebencian bernuasa SARA di media sosial. Setiap proposal mempunyai nilai hingga puluhan juta rupiah.

“Mereka menyiapkan proposal. Dalam satu proposal yang kami temukan itu kurang-lebih setiap proposal nilanya puluhan juta per proposal,” ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (23/8).

Namun Irwan tidak menjelaskan kepada siapa proposal itu diajukan. Pihaknya sedang mendalami temuan tersebut. “Masih dalam pendalaman, tapi kurang-lebihnya seperti itu,” katanya.

Anwar juga menerangkan konten SARA yang akan disebarkan oleh Saracen ini disesuaikan dengan keinginan pihak pemesan. Pihaknya pun masih terus melakukan patroli siber untuk melacak akun-akun lain serupa dan pemesan konten ujaran kebencian itu.

Bacaan Lainnya

“Ya ini kita dalami karena memang luasnya dunia maya ini makanya tim juga perlu waktu untuk mengungkap itu,” terangnya.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Faril Imran mengatakan kelompok Saracen adalah buzzer yang dibayar untuk menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) bernuansa SARA hingga berita hoax. Mereka memiliki pengikut hingga ratusan ribu akun.

Fadil mengatakan motif kelompok tersebut adalah untuk kepentingan ekonomi. Mereka dibayar oleh pemesan untuk menyebarkan berita-berita bohong hingga ujaran kebencian bernuansa SARA yang berpotensi menimbulkan konflik sosial.

“Pola pikiran mereka tidak menerima perbedaan dan motifnya untuk mencari keuntungan ekonomi,” imbuh Fadil saat dimintai konfirmasi terpisah.

Ketiga pelaku yang ditangkap berinisial JAS, MFT, dan SRN ini dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.

Anggota Saracen Penghina Jokowi

Polri mengungkap sindikat Saracen, pelaku penyebar ujaran kebencian bernuansa SARA di media sosial. Salah satu yang ditangkap adalah SRN (32) atau Sri Rahayu Ningsih, yang pernah mengunggah posting-an yang menghina Presiden Joko Widodo.

detikcom mencoba meminta konfirmasi mengenai hal tersebut, ternyata Sri yang ditangkap di Cianjur pada Sabtu (5/8) lalu merupakan orang yang sama dengan koordinator wilayah Saracen. Sri ditangkap karena dianggap telah meresahkan dengan menebar kebencian bermuatan SARA.

“Ya sama. Ya kan banyak posting-an. Ada penghinaan kepada pejabat publik. Tapi di antara itu adalah SARA. SARA itulah yang kita terapkan kepada itu,” ujar Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo saat dimintai konfirmasi, Rabu (23/8).

Susatyo menerangkan Sri ditangkap bukan karena konten penghinaan terhadap Jokowi, melainkan lantaran posting-annya yang bernuansa SARA di media sosial. Memang di antara sekian banyak posting-an di akunnya tersebut, ada konten penghinaan terhadap pejabat.

“SARA, memang ada penghinaan, tapi kan delik aduan. Tapi dari semua konten-konten itu, ada konten SARA,” terangnya.

Saat ditanya soal ada-tidaknya orang yang memesan posting-an untuk menghina Jokowi, Susatyo mengatakan hal itu masih didalami penyidik. Namun, pada intinya, dia berpesan agar momentum ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk tidak menebar kebencian di media sosial.

“Kalau itu masih dalam penyelidikan dari pihak-pihak terkait sebagainya. Intinya warning. Gitu aja. Ya masih pendalaman semuanya,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, warga Cianjur, Jawa Barat, bernama Sri Rahayu ditangkap karena diduga menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) melalui akun Facebook (FB). Polisi juga menyebut Sri Rahayu mempublikasikan konten penghinaan terhadap Jokowi.

“Tersangka mendistribusikan puluhan foto-foto dan tulisan dengan konten penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo, beberapa partai, organisasi kemasyarakatan dan kelompok, dan konten hoax lainnya,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran melalui keterangan tertulis kepada detikcom, Sabtu (5/8).(mb/detik)

Pos terkait