Hakim Binsar Usulkan Ada Tes Keperawanan Sebelum Menikah

Metrobatam, Jakarta – Hakim Binsar Gultom menyebut perceraian sebagai pelanggaran hukum negara dan hukum Tuhan. Oleh sebab itu, syarat pasangan menikah harus dinaikkan dari 19 tahun menjadi 25 tahun bagi laki-laki dan 16 menjadi 19 tahun bagi perempuan. Bahkan, bila perlu diadakan tes keperawanan.

“Perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hukum negara dan hukum Tuhan. Jadi kalau belum memahami makna perkawinan, jangan coba-coba menikah dulu,” kata Binsar.

Hal itu tertuang dalam buku Binsar yang berjudul ‘Pandangan Kritis Seorang Hakim’ yang dikutip detikcom, Minggu (10/9). Nama hakim Binsar dikenal publik saat menjadi majelis hakim Jessica Kumala Wongso. Menurut Binsar, perkawinan adalah Istana Agung. Karena dari keluarga itulah muncul produk, tunas-tunas masa depan bangsa.

“Untuk menemukan jodoh, dekatkanlah diri pada Tuhan,” ujar hakim kelahiran 7 Juni 1958 itu.

Bacaan Lainnya

Namun, Binsar tidak menutup mata banyaknya masalah dalam rumah tangga. Cukup pelik, lebih parah mengurusi pekerjaan di kantor. Bahkan, tidak sedikit yang berujung kepada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Bila hal itu terjadi, Binsar akhirnya mengakhiri relasi rumah tangga tersebut.

“Perkara perceraian dan KDRT yang saya tangani sejak 1996 hingga sekarang ada sekitar 250 perkara,” tulis Binsar dalam halaman 213.

Menurut Binsar, perceraian dewasa ini dilatarbelakangi berbagai macam motif, salah satunya KDRT. Bentuk KDRT yang ia temui seperti kekerasan fisik hingga kekerasan seksual. Dari orang tua memperkosa anak sendiri hingga menjual anak sendiri untuk jadi PSK. Dengan banyaknya masalah perkawinan, maka Binsar menilai perlu direvisi UU Nomor 1/1974 tentang Perkawianan.

“Sebaiknya perempuan menimal menikah usia 21 tahun, sedangkan pria minimal 25 tahun dengan salah satu syarat salah satu pihak memiliki penghasilan tetap,” cetus ayah lima anak itu.

Hal yang paling penting dilakukan, kata Binsar, bila perlu sebelum pernikahan harus diatur persyaratan yang tegas, yakni mereka masih dalam kondisi kudus, suci, artinya masih perawan atau tidak. “Untuk itu, harus ada tes keperawanan,” kata Binsar dalam halaman 194.

Jika ternyata sudah tidak perawan lagi, maka perlu tindakan preventif dan represif dari pemerintah. Barangkalai, kata Binsar’ pernikahan bisa ditunda dulu.

“Mengapa harus demikian? Karena salah satu yang membuat terjadinya perpecahan dalam rumah tangga karena perkawinan dilakukan dalam keadaan terpaksa, sudah hamil terlebih dahulu,” pungkas Binsar yang menggondol doktor dari Universitas Sumatera Utara (USU) pada 2010 lalu.(mb/detik)

Pos terkait