Wiranto Heran, Pembelian Senjata Saat Ini Begitu Dipolemikkan

Metrobatam, Jakarta – Menkopolhukam Wiranto mengatakan pembelian senjata oleh BIN untuk pendidikan intelijen merupakan hal yang lumrah. Dia heran di masa saat ini pembelian senjata begitu dipolemikkan.

Wiranto mengatakan banyak senjata yang dibutuhkan TNI, polisi, BNN maupun BIN. Ada spesifikasinya masing-masing.

Setiap lembaga tersebut, kata Wiranto, bisa melakukan pengadaan senjata. Dan setiap pembelian senjata itu tidak pernah ramai dibicarakan, karena merupakan hal yang lumrah.

“Biasanya pengadaanya juga tidak ramai, biasa aja, setiap ada kebutuhan kita beli dari Pindad, diproduksi Pindad, tak ada masalah,” kata Wiranto dalam konferensi pers di kantornya, Minggu (24/9).

Bacaan Lainnya

Wiranto yang merupakan mantan Panglima TNI ini mengatakan sejak dia bertugas dulu, pengadaan senjata tidak pernah menjadi polemik. “Sejak saya jadi panglima, bahkan sebelumnya, Kasad, Kostrad, tidak pernah senjata dipolemikkan seperti sekarang ini,” ujar Wiranto.

Pengadaan senjata, kata Wiranto, baru bisa dipolemikkan kalau itu penyelundupan dari luar.

“Kecuali senjata selundupan dari luar, masuk ke Indonesia, itu barangkali, perlu kita waspadai dan kita perbincangkan secara spesifik. Pengadaan dengan APBN untuk kepentingan jelas maka tidak perlu dipolemikkan,” kata Wiranto.

Sementara itu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku jika penyataan terkait isu penyelundupan 5.000 senjata benar merupakan suara dia. Namun, Gatot menegaskan itu bukanlah pernyataan pers sehingga enggan menanggapinya.

“Saya tidak pernah pers release. Hanya saya menyampaikan ke punarwirawan berikut itu keluar. Sehingga saya tidak menanggapi hal itu. Benar itu omongan saya, itu kata-kata saya itu benar. Tapi saya tidak pernah pers release maka tidak perlu menanggapi itu,” kata Jenderal Gatot Nurmantyo kepada wartawan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu (24/9).

Menkopolhukam Wiranto memberi konfirmasi pembelian 500 pucuk senjata merupakan pengadaan Badan Intelijen Nasional (BIN). Menurut Gatot, dia tidak penah berkata ada keterlibatan BIN. Sekali lagi, dia hanya membenarkan ucapannya yang beredar melalui rekaman video.

“Saya nggak pernah ngomong itu, jelas rekaman saya, ada kan itu. Dengarkan saja itu, benar itu omongan saya 1000 persen. Tapi karena saya tidak pers release, saya tidak menanggapi itu,” tegas Gatot.

“Tanyakan ke Pak Wiranto,” imbuhnya.

Masuk RAK/L APBN P 2017

Komisi I DPR menyebut pembelian 500 pucuk senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN) telah masuk Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKN/L) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN P) tahun 2017. Namun DPR tidak mengetahui secara pasti jenis dan merek senjatanya karena pembahasan tersebut masuk ke satuan 3.

“Pembelian senjata laras pendek oleh BIN sebanyak 500 pucuk masuk dalam RKAKN/L APBN P BIN tahun 2017, tercantum sebagai alat perlengkapan dan sarana pelatihan STIN,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin kepada detikcom, Minggu (24/9).

TB Hasanuddin mengatakan BIN adalah institusi di luar TNI dan Polri yang diizinkan memiliki senjata. “Di luar TNI dan Polri, BIN adalah salah satu instansi yang diizinkan memegang senjata sesuai UU yang berlaku, instansi lain antara lain: Jaksa, BNN, BNPT, Polisi Hutan, Bea Cukai,” sebut TB Hasanuddin.

Satuan 3 adalah dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program, berdasarkan unit eselon I dan lingkup satuan kerja lingkup kementerian/lembaga negara. Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan DPR hanya boleh membahas anggaran BIN hingga satuan 2.

“Satuan 3 dalam mata anggaran itu kita hanya boleh membahas sampai satuan 2, satuan 3 itu tidak boleh dibahas di DPR karena DPR tidak boleh tahu satuan 3 seperti apa. Semua mata anggaran kita nggak boleh tahu satuan 3. Kita tidak membahas sampai satuan 3, kita hanya membahas sampai satuan 2. Kalau sudah ada sekian pucuk jenisnya ini, itu sudah satuan 3, itu (ranahnya) eksekutif,” ujar Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari kepada detikcom, dihubungi terpisah.

Kharis mengatakan anggaran BIN yang disetujui DPR berupa anggaran umum. DPR tidak membahas hingga detail jenis senjata yang akan dibeli oleh BIN.

“Kalau pengadaan itu DPR tidak pernah tahu, tidak pernah terlibat pengadaan, itu domainnya eksekutif, BIN dalam hal ini,” ucap Kharis.

“Ya kita kan membahas anggaran, tapi kita tidak membahas sampai mau membeli apa, kita tidak tahu. Sesuai dengan keputusan MK kan kita tidak boleh tahu satuan 3. Itu kalau sudah laras pendek mereknya ini, jenisnya ini, itu sudah satuan 3. Kita nggak tahu,” tambahnya.

Sebelumnya Menkopolhukam Wiranto mengatakan isu penyelundupan 5.000 senjata hanya merupakan miskomunikasi saja. Isu ini pertama kali mengemuka dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam pertemuan internal dan bukan untuk dipublikasikan.

“Informasi mengenai pengadaan 5.000 senjata itu hanya karena masalah komunikasi yang tidak tuntas. Dalam hal pembelian senjata ini,” kata Wiranto dalam konferensi pers di kantornya, Minggu (24/9).

Wiranto mengatakan pasca muncul pernyataan tersebut, dia sudah memanggil seluruh pihak terkait.

“Dan saya cek, itu berhubungan dengan pembelian 500 pucuk senjata buatan Pindad yang diperuntukkan untuk sekolah intelijen,” kata Wiranto.

“Senjata itu bukan standar TNI, jadi memang tidak perlu izin Mabes TNI. BIN cukup izin Mabes Polri dan itu sudah dilakukan,” sambungnya. (mb/detik/cnn indonesia)

Pos terkait