KPK: 80 Persen Distribusi Obat Tak Sesuai Aturan

Metrobatam, Jakarta – Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) mengungkapkan, sebanyak 80 persen distribusi obat tidak mematuhi aturan. Penguatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu dilakukan melalui penataan aturan.

“Ada 80 persen (distribusi yang) tidak mengikuti ketentuan ketentuan yang seharusnya. Kemudian hanya 15 persen yang sudah sertifikat seperti itu,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

Ia menambahkan, hasil kajiannya juga menemukan adanya duplikasi obat dari merek yang sama, serta obat dengan komposisi yang sama namun harganya berbeda hingga dua-80 kali lipat.

“Nah ini yang harus dikaji kembali bersama-sama, ada hal-hal regulasi yang harus dibenahi,” ujar Basaria.

Bacaan Lainnya

Regulasi yang dimaksudkannya adalah aturan soal kewenangan Penyidikan yang dilakukan BPOM dalam mengusut pelanggaran dalam tata kelola obat dan pangan yang bisa menguatkan institusi itu. Salah satu bentuknya, pembagian kewenangan antara BPOM dan Balai POM di daerah untuk mengusut dugaan pelanggaran itu.

Regulasi lainnya, kata pensiunan polisi jenderal bintang dua itu, adalah termasuk soal pengawasan di daerah yang bisa mengikat pemerintah daerah agar bisa patuh dalam hal distribusi obat dan makanan. Sebab, menurut BPOM, temuannya kerap tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah terkait.

“Sehingga semua tindakan-tindakan di daerah bisa di evaluasi secara bertahap, temuan-temuan atau kesalahan-kesalahan harus diberikan tindakan atau sanksi yang tegas, nanti diatur,” ujarnya.

Namun demikia KPK menurutnya tidak berharap BPOM langsung menerapkan hasil kajian KPK itu dalam waktu sesegera mungkin. Pihaknya memberi waktu untuk pendampingan dalam pelaksanaan hasil kajian itu selama enam bulan. Setelah itu, rencana aksi bersama digelar.

“Jadi hasil kajian itu sudah kita berikan secara resmi kepada Kemenkes dan juga ke Badan POM. Selanjutnya nanti kita membuat rencana aksi enam bulan ke depan,” kata Basaria.

Di tempat yang sama, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA BPOM Nurma Hidayati mengatakan, kerjasama pihaknya dengan KPK itu juga dalam rangka pembersihan internal lembaganya sekaligus sebagai upaya pencegahan korupsi.

“KPK itu adalah mitra, mitra buat badan POM, untuk mengawal kami, supaya kami menjadi tetap clean governance. Nah ini tentu sangat berharga,” kata Nurma.

Nurma menyadari, kegiatan BPOM dalam mengawasi obat dan makanan yang bersentuhan dengan pihak luar ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Oleh karena itu, dukungan dari KPK sangat membantu untuk mengantisipasi penyelewengan.

“Ini hanya antisipasi saja, karena ini berpotensi, supaya tidak ada konflik kepentingan. Karena kita di dalam melakukan bisnis proses, tentunya berinteraksi dengan pihak-pihak luar, dengan pelaku usaha, juga ada di daerah-daerah,” tuturnya.

“Tentunya salah satunya terkait perizinan, bagaimana perizinan ini tetap, sesuai dengan kaidah-kaidah pemerintahan yang bersih, akuntabel. Nah ini lah yang diantisipasi untuk ke depannya tetap seperti itu,” kata Nurma menambahkan.

Selain distribusi obat, kajian KPK ini juga diketahui menyasar pos biaya peninjaun tim BPOM ke luar negeri, untuk melihat kemungkinan adanya pembiayaan pihak ketiga yang didatangi dalam kunjungan tersebut. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait