Gandeng 5 Kementerian, KPK Cabut 2.500 Izin Tambang Bermasalah

Metrobatam, Jakarta – KPK memetakan ada 2.509 izin usaha pertambangan (IUP) yang bermasalah. Untuk itu, KPK bersama 5 kementerian melakukan penertiban terhadap IUP yang tidak berstatus clean and clear (CnC) tersebut.

Pemblokiran IUP itu dilakukan atas koordinasi dan supervisi sektor mineral dan batubara (minerba) KPK. Direktorat Jenderal Minerba juga sudah melakukan penertiban terhadap IUP yang tidak CnC tersebut.

“Kita ingin permasalahan IUP ini segera selesai karena sudah dibahas dan saya yakin progresnya sudah baik, tetapi ini masalahnya kompleks,” ucap Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (6/12).

Menurut Pahala, ada banyak perusahaan yang memprotes pencabutan IUP itu. Namun penataan terhadap IUP itu penting agar tidak menimbulkan kerugian keuangan negara.

Bacaan Lainnya

“Yang terakhir di Sulteng, akhirnya setelah keputusan di PT pun Gubernur Sulteng malah mencabut SK penataan dari awal. Jadi memang dari sejak awal Gubernur Sulteng berkata, ‘Saya menata ini, Pak. Lima overlap plus 1 ini dalam 1 area’,” tutur Pahala.

Untuk mengatasi IUP bermasalah itu, KPK menggandeng 5 kementerian yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Keuangan, serta Kementerian Perhubungan. Mereka melakukan sejumlah koordinasi hingga mengeluarkan beberapa keputusan.

“Pertama, kita harus selesaikan berbasis provinsi rekomendasi IUP yang sudah terlambat disampaikan provinsi setelah 31 Desember 2017. Ini kita juga berjalan di lapangan. Tapi dalam rangka efisiensi, rekomendasi dari provinsi terlambat, ada Kalteng 130, dari Aceh 8, Jabar 17. Jadi Kalteng yang akan jadi prioritas kenapa terlambat. Dari Kalteng sebenarnya 31 belum clear, tapi ternyata direkomendasikan (oleh pemerintah provinsi),” kata Pahala.

Setelah itu, Pahala menyebut dari Administrasi Hukum Umum (AHU) akan memastikan secara perdata perusahaan mana saja yang SK-nya habis dan belum berpredikat CnC per 31 Desember mendatang. Dari sana akan ada koordinasi dengan Bea Cukai dan Perdagangan Luar Negeri untuk menghentikan pelayanan ekspor dan impor perusahaan-perusahaan tersebut.

“Selanjutnya dari Dirjen Keuangan akan berkoordinasi dengan Dirjen Pajak. Karena memang sudah didata sehingga entitas yang bermasalah atau ada kewajiban di Bea Cukai, bisa diinformasikan ke Dirjen Pajak,” tutur Pahala.

“Untuk CnC yang tumpang-tindih atau sengketa, atau masih ada utangnya, dari Daglu (Perdagangan Luar Negeri) dan KLHK, ini akan pergi ke provinsi yang paling banyak ini. Akan diselesaikan bersama-sama di sini,” imbuhnya.

Yang terakhir, Dirjen Perhubungan Laut akan berkoordinasi dengan Bea Cukai dan Daglu, bertindak di sektor pelayanan dan perkapalan. Untuk Ombudsman di provinsi sendiri juga akan turut serta dengan mengecek kembali pengaduan dari perusahaan. Jika memang ada perusahaan yang sudah mengurus administrasi perizinan, namun belum mendapat rekomendasi dari provinsi.

Selain koordinasi, akan ada penagihan PBB senilai Rp 4,3 triliun dari perusahaan-perusahaan itu. Harus dipastikan apakah sudah jatuh tempo atau belum. Bagi perusahaan yang sudah tidak beroperasi, tidak menggugurkan kewajibannya. Sekalipun jika perusahaan itu berganti nama.

“Tapi ending-nya akan ada penghentian semua jenis pelayanan dan sharing data dengan instansi terkait termasuk Dirjen Pajak. Kita harapkan, perusahaan yang masih punya kewajiban, tapi tidak dilakukan dari AHU, pajak, dan sebagainya, kita akan diinformasikan beneficial ownership-nya,” pungkasnya.

Dalam acara rapat koordinasi ini turut hadir Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, Dirjen AHU Kemenkum-HAM Fredi Haris, Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi, serta Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih. (mb/detik)

Pos terkait