Berkah TKDN, Ponsel Made in Indonesia Tembus 60,5 Juta Unit

Metrobatam, Jakarta – Pemerintah mencatat industri ponsel di dalam negeri mengalami pertumbuhan cukup pesat dari segi produksi dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2017, produksi ponsel tembus hingga 60,5 juta unit.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan, penekanan ponsel impor dan meningkatnya ponsel dalam negeri tak terlepas dari upaya pemerintah dalam memacu pengembangan di sektor telekomunikasi dan informatika (telematika) tersebut.

“Meningkatnya produksi ponsel di Indonesia, antara lain karena penciptaan iklim usaha yang kondusif serta kebijakan hilirisasi dan pengoptimalan komponen lokal sehingga lebih banyak memberi nilai tambah,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya.

Kemenperin mencatat pada tahun 2013, impor ponsel mencapai 62 juta unit dengan nilai sebesar USD 3 miliar, sedangkan produksi dalam negeri 105 ribu unit untuk dua merek lokal.

Bacaan Lainnya

Timpangnya industri ponsel tersebut menggerakkan pemerintah mengeluarkan regulasi yang bertujuan mengurangi produk impor dan mendorong produktivitas di dalam negeri. Hal itu diwujudkan salah satunya dengan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

Hasilnya pada 2014, impor ponsel mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya menjadi 60 juta unit, sementara produk dalam negeri tumbuh signifikan mencapai 5,7 juta unit.

Di 2015, produk impor kembali menurun hingga 40% dari tahun sebelumnya jadi 37 juta unit dengan nilai USD 2,3 miliar. Sedangkan ponsel made in Indonesia melambung sebesar 700% dari tahun 2014 jadi 50 juta unit untuk 23 merek lokal dan internasional.

Kemudian di 2016, ponsel impor kembali turun 36% dari tahun sebelumnya yang mencapai 18,5 juta unit dengan nilai USD 775 juta. Untuk ponsel dalam negeri terus tumbuh 36% dari tahun 2015 menjadi 68 juta unit.

“Dan, tahun 2017, impor ponsel turun menjadi 11,4 juta unit, sedangkan produksi ponsel di dalam negeri 60,5 juta unit untuk 34 merek, sebelas di antaranya adalah merek lokal,” ungkap Menperin.

Kesebelas merek lokal yang dimaksud, yaitu SPC, Evercoss, Elevate, Advan, Luna, Andromax, Polytron, Mito, Aldo, Axioo, dan Zyrex. Produk nasional ini dikatakan telah memiliki branding kuat untuk pangsa pasar menengah ke bawah maupun kelas menengah ke atas.

Airlangga menilai kemampuan daya saing ponsel nasional akan menguatkan citra positif dan popularitas produk tersebut di mata konsumen domestik dan internasional. “Sebagai bangsa Indonesia, seharusnya kita patut bangga terhadap produk ponsel yang dihasilkan industri dalam negeri,” ucap Airlangga.

Basis Produk

Menperin menyakini kalau Indonesia mampu menjadi basis produksi bagi pengembangan industri telekomunikasi kelas dunia. Terlebih lagi dengan didukung potensi pasar dalam negeri yang sangat besar serta jumlah produsen komponen lokal yang cukup kompetitif.

Berdasarkan data yang dimiliki Kemenperin, saat ini terdapat 24 perusahaan manufaktur komponen produk ponsel dan tablet yang ada di Indonesia. Sementara itu, berdasarkan laporan e-Marketer, pengguna aktif smartphone di Indonesia akan tumbuh dari 55 juta (2015) menjadi 100 juta (2018). Hal itu akan membuat Indonesia sebagai pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat.

Untuk itu, pemerintah ingin menggenjot keberlanjutan industri telematika di dalam negeri, salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.

“Dengan bertumbuhnya industri-industri perakit dan pembuat komponen, sekitar 30 perusahaan ponsel dan tablet telah memenuhi TKDN 30 persen,” ucap Airlangga.

Menperin juga menyampaikan, pihaknya tengah berupaya mencegah dan mengurangi peredaran ponsel yang masuk ke Indonesia secara ilegal. Kemenperin sedang mengembangkan Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS) untuk mendeteksi produk ponsel melalui verifikasi International Mobile Equipment Identity (IMEI).

“Pada bulan April nanti, data IMEI ini sudah terkonsolidasi. Kami telah bekerja sama dengan Qualcomm dan Global System for Mobile Communications Association (GSMA),” ujarnya.

Setelah DIRBS terpasang, Kemenperin akan bersinergi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Perdagangan untuk menyiapkan peraturan yang dibutuhkan untuk mengontrol peredaran ponsel ilegal. Selanjutnya, guna lebih mendongkrak kinerja sektor ini, faktor terpenting lain adalah pengembangan kompetensi SDM.

“Kami berharap kepada para pelaku industri ponsel di dalam negeri berpartisipasi dalam program pendidikan vokasi melalui kemitraan dengan Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di sekitar lokasi industri untuk memudahkan penyerapan dan peningkatan kapasitas SDM yang dibutuhkan perusahaan,” tutur Airlangga. (mb/detik)

Pos terkait