Isu Tsunami 57 Meter di Pandeglang Baru Sebatas Prediksi

Metrobatam, Jakarta – Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto menyatakan isu tsunami 57 meter di Pandeglang, Banten dan sejumlah Jawa Barat selatan baru sebatas prediksi. Unggul menduga, prediksi itu disampaikan dalam Focus Discussion Group (FGD) yang semestinya belum bisa disampaikan ke publik.

Prediksi itu disampaikan oleh peneliti di Balai Pengkajian Dinamika Pantai BNPT Widjo Kongko. Atas penyampaian ini, Unggul mengaku sudah menegur Widjo.

“Itu masih prediksi, yang bersangkutan sudah saya tegur. Lain kali jangan sembarangan sampaikan hasil prediksi dan kajian secara langsung kepada masyarakat atau wartawan,” kata Unggul seperti dilansir dari CNN Indonesia TV, Kamis (5/4).

Meski belum bisa disampaikan ke publik, namun prediksi itu bocor bocor ke media yang akhirnya terpublikasi dan sempat membuat masyarakat resah.

Bacaan Lainnya

“Itu sebatas prediksi ilmiah dan simulasi ahli di BPPT buat jaga-jaga ke depan. Harusnya tidak terpublikasi. Cuma kemarin ada wartawan yang nanya jadi dijawab,” kata Unggul.

Unggul mengakui beberapa hasil kajian memaparkan adanya tiga potensi gempa di wilayah Jawa Barat yang apabila terjadi secara bersamaan hingga berkekuatan 9 skala Richter (SR), bisa menimbulkan bencana tsunami.

Namun, Unggul kembali menegaskan jika tak ada seorang pun yang bisa memprediksi secara pasti waktu dan skala gempa yang akan terjadi.

“Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa tau pasti kapan waktu dan sebesar apapun gempa, termasuk tsunami. Jadi cuma prediksi,” tegas Unggul.

Sebelumnya, dilansir detikcom, Widjo mengatakan tsunami itu bisa terjadi karena di Jawa Barat tengah diprediksi adanya gempa megathrust di daerah subduksi di selatan Jawa dan Selat Sunda. Salah satu contoh dampak gempa megathrust ini adalah adanya gempa di Banten pada akhir Januari 2018. Apabila kekuatan gempa mencapai 9 skala Richter di kedalaman laut yang dangkal, tsunami besar akan terjadi.

“Di Jawa Barat itu sumber gempa besar. Di situ bisa dikatakan di selatan bisa mencapai 8,8 Magnitudo atau 9 sehingga kaidah umum kalau di atas 7 Magnitudo dan terjadi di lautan dangkal sumbernya, maka potensi tsunami besar akan terjadi di daerah sana (Pandeglang),” kata Widjo di gedung BMKG, Jalan Angkasa Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (3/4).

Tsunami tertinggi diprediksi bisa terjadi di Pandeglang karena merupakan kabupaten paling dekat dengan laut selatan. Apabila gempa megathrust terjadi, dalam hitungan setengah jam, tsunami diperkirakan akan mencapai daratan Kabupaten Pandeglang.

“Daerah Pandeglang dan Jawa Barat dan di daerah selatan karena paling dekat dengan sumber gempa bumi dan tsunami. Tetapi di sana cukup besar, bisa di atas 57 meter, dan jangka waktunya cuma kurang dari setengah jam. Jadi pendek tsunami sampai ke daratan,” ujarnya.

Selain di Pandeglang, tsunami itu diprediksi akan mencapai beberapa wilayah di Jawa Barat, Banten, dan Jakarta. Beberapa wilayah itu di antaranya Sukabumi dengan ketinggian 41,5 meter, Ciamis 39,8 meter, Lebak 39,4 meter, Cianjur 3,2 meter, Garut 30,1 meter, Tasikmalaya 28,2 meter, Serang-Banten 5,5 meter, Tangerang 4,2 meter, Jakarta Utara 2,4 meter, dan Bekasi Utara 2,8 meter.

“Untuk di Jakarta sekitar 2,5-3 meter tsunami masuk dan waktu 3-5 jam,” ucap Widjo.

Widjo pun memprediksi tsunami ini akan terjadi lebih besar dibandingkan tsunami di Aceh pada 2004. Sebab, kedalaman laut di Jawa bagian barat lebih dalam dibandingkan Aceh.

“Ya (tsunami akan lebih besar) terutama di Aceh. Ya kalau di Aceh katakan skalanya 9 lebih skala Ritcher begitu. Kalau di sana juga terjadi segitu bisa besar seperti Aceh bahkan dari segi model bisa lebih besar karena kedalaman air di sana lebih dalam secara umum dibandingkan Aceh. Kalau semakin dalam, volume air yang dipindahkan semakin dalam dari gempa bumi kemudian tsunaminya menyebabkan besar,” kata Widyo.

Menanggapi hal itu, Kepala pusat informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memberikan penjelasan melalui akun Twitter miliknya. Dalam cuitan tersebut, Sutopo mengungkapkan masyarakat agar jangan panik dan tidak perlu menyingkapi secara berlebihan.

Pasalnya, hingga saat ini belum ada Iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti, baik besaran gempa, lokasi, waktu secara pasti.

“Dalam sejarah terbentuknya Kepulauan Indonesia, gempa dan tsunami pernah terjadi karena bergeraknya lempeng tektonik. Wilayah Indonesia memang rawan gempa,” paparnya, Selasa (3/4).

Lebih lanjut, dia menjelaskan terkait potensi gempa megatrust yang menyebabkan tsunami. Hal tersebut merupakan skenario terburuk berdasarkan teoritis.

Sutopo menjelaskan potensi tsunami dapat terjadi di lokasi lain yang berada dalam zona subduksi di wilayah Indonesia. Namun, perlu menjadi perhatian, hal tersebut tidak dapat diprediksi pasti.

Sutopo mengingatkan sosialisasi, penataan ruang, mitigasi, gladi, pendidikan kebencanaan perlu ditingkatkan.

“Yang penting kita harus siap. Jika tidak terjadi tsunami tidak masalah tetapi semuanya siap mengantisipasi,” paparnya. (mb/detik)

Pos terkait