Tangis Ibu Korban Bom Samarinda di Sidang Aman Abdurrahman

Metrobatam, Jakarta – Air mata Marsyana Tiur Novita tumpah saat menceritakan kembali kejadian bom Molotov di Gereja Oikumene Samarinda pada 13 November 2016. Saat itu, Alvaro Aurrelius, anaknya yang masih berusia 4 tahun menjadi salah satu korban. Sebagian kepala Alvaro terbakar saat bom meledak di depan gereja.

Hal ini diceritakan Marsyana saat bersaksi dalam sidang terdakwa dalang teror bom Thamrin, Oman Rochman alias Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/4).

“Kebetulan saya duduk di dekat pintu gereja, lalu api menyembur dan saya ingat anak saya Alvaro yang waktu itu umurnya 4 tahun,” kata Marsyana mengawali kesaksiannya.

Mengingat anaknya di luar Gereja, Marsyana berteriak dan berlari ke arah Alvaro. Ternyata, keponakan Marsyana sudah menggendong Alvaro terlebih dahulu dengan keadaan yang mengenaskan.

Bacaan Lainnya

“Saya lihat ponakan saya berlari keluar mengambil anak saya. Menggendong anak saya dengan api setengah di kepalanya dan mengusap kepalanya,” ujar Marsyana dengan suara bergetar.

Tangis Marsyana semakin menjadi saat mendengar ucapan anaknya terkait bom tersebut. Kepada Marsyana Alvaro mengaku melihat sosok pengebom di Gereja Samarinda.

“Anak saya sempat ngomong sore hari saat badannya sudah hitam. Dia lihat tangannya melepuh ‘mama kenapa tangan Alvaro begini? Alvaro lihat orangnya om tasnya jatuh terus meledak. Omnya rambutnya panjang, Ma’,” Marsyana sembari menirukan pernyataan anaknya.

Mendengar kesaksian Marsyana ini, Aman sama sekali tak bereaksi. Raut wajahnya datar mendengarkan satu per satu kata dari Marsyana yang sembari menangis.

Jaksa menduga Aman Abdurrahman alias Oman Rochman terlibat dalam aksi serangan bom Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur. Aman merupakan terdakwa kasus terorisme di lima lokasi di Indonesia, termasuk serangan bom Thamrin.

Sementara terpidana utama dalam bom Samarinda adalah Joko Sugito. Jaksa menyebut Sugito dan Aman pernah bertemu di Lembaga Permasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Pada 27 Maret 2017, dalam kesaksiannya, Sugito di PN Jakarta Selatan mengatakan sering merakit bom untuk persiapan akhir zaman. Pemahaman itu diperolehnya setelah mendengar sejumlah ceramah Aman.

Dalam bom Samarinda, ada empat anak yang menjadi korban. Mereka adalah Intan Marbun (2,5), Triniti Hutahayan (4), Alvaro Aurrelius Sinaga (5), dan Anita (4).

Marsyana menceritakan, setengah kulit kepala Alvaro, kata Marysana, terbakar. Karena kejadian itu, Marsyana harus membawa Alvaro ke Kuala Lumpur unuk melakukan penempelan balon di kepala.

“Sudah enam kali tempel kulit. Bulan 12 lalu anak saya ke Kuala Lumpur dan kata dokter, rambut anak saya nggak tumbuh lagi,” ujar Marsyana sambil terisak dan menangis.

Alvaro sudah melakukan operasi sejak Januari tahun 2017, namun masih ada tiga atau empat kali operasi yang masih harus dijalani Alvaro. Operasi harus dilakukan di Kuala Lumpur lantaran Indonesia tak memiliki teknologi penempelan rambut.

“Di Indonesia cuma ada tempel kulit. Ini selanjutnya masih proses pemasangan balon. Ada kemungkinan tiga balon yang di pasang di akhir April,” kata Marsyana.

Saksikan Anaknya Hangus

Sedangkan Intan Olivia Marbun (2,5) menjadi korban meninggal saat ledakan bom di Gereja Oikumene Samarinda pada 13 November 2016. Ayah Intan, Anggiat Manumpak Banjarnahor mengatakan mendapati anaknya hangus di depan Gereja Oikumene Samarinda.

Saat itu, Anggiat mengatakan tengah pulang dari ibadah pada siang hari. Jemaat dan pendeta sedang bersalaman dan terjadi ledakan. “Setelah itu orang pada berhamburan, saya lihat anak saya enggak ada dan saya berlari. Anak saya kena luka bakar. Intan Olivia bersujud di depan gereja,” ujar Anggiat.

Kejadian ini, kata Anggiat, terjadi tepat di depan teras gereja. Melihat anaknya terbakar, sontak Anggiat langsung membawa ke Rumah Sakit Abdul Muis, Samarinda.

“Setelah itu dirujuk ke Rumah Sakit Umum, setelah dirawat 17 jam, kata dokter sudah meninggal. Kena luka bakar 80 persen. Seluruh tubuhnya hangus,” terang Anggiat.

Anggiat sempat melambat saat menceritakan anaknya. Namun, Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini memastikan Anggiat bahwa kesaksiannya demi kebenaran hukum.

Anggiat pun melanjutkan kesaksiannya. Dia bilang masih ada kobaran api saat Intan Olivia bersujud di depan gereja. Selain Olivia, masih ada tiga anak lagi yang menjadi korban luka bom Samarinda.

“Yang tiga lagi dibawa ke RS yang sama. Setahu saya mereka masih dalam perawatan,” ujar dia.

Total ada empat anak yang menjadi korban dalam bom Samarinda dua tahun lalu. Mereka adalah Intan Marbun (2,5), Triniti Hutahayan (4), Alfaro Sinaga (5) dan Anita (4). (mb/cnn indonesia)

Pos terkait