Musim Mudik, Garuda akan Manfaatkan Pilot Militer

Metrobatam, Tangerang – PT Garuda Indonesia (Persero) berencana akan memaksimalkan kerja sama dengan TNI AU terkait dengan pemanfaatan pilot militer. Kerja sama ini juga untuk menghadapi arus mudik saat peak season.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Pahala N Mansury mengatakan, pemanfaatan pilot militer tidak ada kaitannya dengan rencana aksi mogok pilot Garuda.

“Pertama bahwa bentuk kerja sama tersebut adalah kerja sama di mana kita berusaha untuk mengoptimalkan jumlah pilot. Karena kalau saat peak season seperti ini, kita membutuhkan jumlah pilot dan untuk bisa mencetak secara cepat butuh waktu yang cukup lama. Jadi, itu memang ada kebutuhan dari kita untuk itu,” kata Pahala di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (11/6).

Pahala mengungkapkan, pihaknya juga akan membicarakan lebih dalam lagi terkait dengan administrasi yang dibutuhkan oleh para pilot militer untuk menerbangankan pesawat komersial.

Bacaan Lainnya

“Yang paling penting buat kita, prioritas utama buat kita, memastikan bahwa adanya kecukupan penerbang dengan cara melakukan rekruitmen dan juga melakukan upgrading dan juga training bagi para pilot-pilot kita, sehingga kapten itu tahun ini sampai akhir tahun nanti kita harap tambahan kapten melalui upgrading dari para FO atau pun dari internal kita sendiri untuk bisa memperoleh jumlah tambahan pilot. Jadi yang paling utama buat kita adalah memperoleh tambahan kapten dari pilot yang berasal dari Garuda sendiri,” jelas dia.

Pahala memastikan, pemanfaatan pilot militer ini juga bukan dikarenakan adanya aksi mogok terbang oleh para pilot Garuda.

“Tidak, memang kan kita setiap tahun berusaha untuk meningkatkan tingkat produksi di Garuda. Tentunya dengan meningkatnya produksi di Garuda dan kita rata-rata per tahun itu pertumbuhan dari tingkat produksi kita itu berkisar antara 11-12% per tahun, tentunya membutuhkan tambahan kru kokpit yang meningkat juga,” jelas dia.

Sedangkan terkait dengan aksi mogok kerja para pilot Garuda, Pahala mengungkapkan hal tersebut masih dalam pendiskusian.

“Sekarang kan karena di fasilitasi oleh Satgas dan kemarin sudah melalukan beberapa pertemuan, dan nanti kita berharap dengan difasilitasi oleh Satgas ini kondisi akan lebih normal lagi,” papar dia.

Adapun yang menjadi bahasan tripartid antara pemerintah, Garuda Indonesia, dan asosiasi pilot ini diharapkan bisa selesai dalam waktu dekat.

“Jadi ini beberapa hal dan kita berharap ini bisa diselesaikan, beberapa memang sudah diselesaikan dan solusi sudah ada. Dan sudah diterapkan contohnya beberapa kendala terkait penjemputan misalnya,” tutup dia.

Keluhkan Tingginya Harga Minyak

Garuda Indonesia mengaku sudah terkena dampak dari tingginya harga minyak dunia. Tidak tanggung-tanggung hal tersebut berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan.

Pahala mengatakan kenaikan harga minyak dari awal Januari sampai saat ini sekitar 11%.

“Terasa tentunya, karena kenaikan bensin dan avtur di 2017 kurang lebih sekitar 29%, di 2018 sampai saat ini 11%, jadi peningkatannya dari semenjak 2016 hampir 40%,” kata Pahala.

Untuk menambal kinerja perusahaan akibat tingginya harga minyak, Garuda Indonesia mengusulkan adanya peningkatan harga batas bawah sebesar 10% dari yang ada saat ini.

Tarif batas bawah Garuda Indonesia saat ini sudah sebesar 30%, jika ditambah 10% maka menjadi 40%.

“Seperti tadi kami sampaikan tentunya kami berharap kalau tarif batas bawah saat ini 30% dari tarif batas atas. Kita berharap bisa melakukan penyesuaian ke mind 40%,” tambah dia.

Konsumsi bahan bakar Garuda Indonesia sendiri, kata Pahala sekitar US$ 1 miliar selama satu tahun. Sebelum direalisasikannya penyesuaian tarif batas bawah, pihaknya mengatasi tingginya harga minyak dengan cara lindung nilai atau hedging.

“Kita sebelumnya melakukan hedging, dan hedging kita mencapai 33-35% dari total konsumsi bahan bakar Kita. Konsumsi bahan bakar kurang lebih US$ 1 miliar setahun untuk avtur saja,” jelas dia. (mb/detik)

Pos terkait