Analisis: Ma’ruf Amin, Bantalan Jokowi untuk Politik Identitas

Metrobatam, Jakarta – Peneliti politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai Joko Widodo tidak sepenuhnya bebas dalam memilih calon wakil presiden untuk pilpres 2019.

Terkait pilihan Jokowi yang jatuh pada Ketua MUI Ma’ruf Amin, Arya menilai hal itu menunjukkan kekhawatiran mantan wali kota Solo itu pada politik identitas.

Jokowi selama ini dianggap bisa menjawab perkara ekonomi, namun ia selalu mendapat serangan dari kubu lawan dengan tudingan anti-Islam.

“Pilihan terhadap Pak Ma’ruf ini menunjukkan kekhawatiran Jokowi berbasis identitas, makanya dia pilih yang bisa merangkul umat. Ma’ruf Amin ini adalah Ketua Umum MUI dan punya dukungan NU,” kata Arya kepada CNNIndonesia.com pada Kamis (9/8).

Bacaan Lainnya

Selain itu, Arya menganggap tekanan parpol pendukung Jokowi cukup kuat dalam menentukan cawapres pada detik-detik terakhir pengumuman.

“Saya melihat pengaruh partai masih menentukan dalam penentuan cawapres Jokowi. Ma’ruf terpilih setelah ada beberapa partai yang menolak nama Mahfud,” kata Arya.

Meski posisi Jokowi dominan, Arya menilai suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Golkar punya posisi yang kuat dibandingkan partai lainnya di koalisi. Menurutnya, Jokowi mempertimbangkan dukungan PKB dan Golkar agar tak lepas dari koalisinya.

“Jokowi tentu mempertimbangkan apabila nanti PKB dan Golkar lepas. Akan lebih sulit bagi Jokowi untuk menang apabila ada tiga poros, artinya poros di luar Jokowi dan kubu lawan,” katanya.

Arya berpendapat dominasi parpol pengusung di masa depan bisa menjadi tantangan bagi Jokowi dalam memerintah.

Pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai pilihan terhadap Ma’ruf adalah kompromi titik tengah. Pasalnya, Ma’ruf dinilai tidak memiliki ambisi politik untuk pilpres 2024 dan tidak memiliki masalah dengan parpol pengusung Jokowi.

“Kalau yang diusung dari parpol maka boleh jadi partai lain tidak setuju dan yang terpilih akan mendapat karpet untuk 2024. Menurut saya ini kompromi titik tengah,” tuturnya.

Dia menilai elektabilitas Jokowi-Ma’ruf akan tinggi. Sebab, formasi nasionalis-religius tersebut bisa mewakiliki banyak suara masyarakat.

“Elektabilitas akan signifikan memenangkan pemilu karena sudah mengakomodasi semua pihak,” katanya.

Punya Kemampuan Memadai

Ekonom INDEF, Eko Listiyanto mengungkapkan, Ma’ruf Amin dari sisi ekonomi lebih menonjol ke ekonomi keumatan atau yang berbasis syariah.

“Kalau saya lihat ada plus minusnya dari sisi Jokowi-Ma’ruf Amin. kan beliau dikenal sebagai ketua MUI, dewan pakar ekonomi syariah. Nah itu pasti punya kelebihan-kelebihan dalam konteks gimana terjemahkan ekonomi keumatan, mungkin ekonomi Islam di dalam ekonomi di Indonesia,” katanya kepada detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8).

Sedangkan Sandiaga memiliki sepak terjang sebagai pengusaha. Pria yang akrab disapa Sandi itu punya banyak pengalaman dalam kegiatan bisnis di Indonesia.

“Sementara kalau Sandiaga kekuatannya adalah pada kekuatan praktikalnya, artinya pengalaman beliau bertahun tahun, puluhan tahun di dunia usaha, terus juga cukup sukses membangun berbagai macam jenis usaha, tokoh wirausahawan yang sukses,” paparnya.

Dengan kata lain, baik Ma’ruf dan Sandiaga punya kelebihan yang berbeda. Ma’ruf Amin kemampuan teoritikal bagaimana mengembangkan konsep ekonomi syariah. Sementara Sandi mengandalkan pengalaman.

“Artinya yang satu kalau bisa saya katakan lebih ke arah teoritikalnya, fikihnya gimana, ininya gimana, artinya bahan pertimbangan dari situ itu, kayaknya lebih banyak ke pak Ma’ruf. Tapi kalau dari sisi pengalaman praktikalnya, saya rasa pak Sandi lebih punya bobot lebih tinggi di situ,” tambahnya.

Tambah Suara Jokowi

Paduan calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) dari Jawa dan luar Jawa kerap menjadi senjata untuk mendulang suara. Namun adagium itu dinilai tidak berlaku bagi sosok Ma’ruf Amin yang dipilih Joko Widodo (Jokowi) sebagai cawapres untuk Pilpres 2019.

“Kalau untuk menambah pemilih pasti yakin bahwa sebagai ulama. Pasti kan banyak pemilihnya, apalagi ketua majelis ulama, NU, pasti mempunyai… bisa mendapat konstituen terhadap pasangan tersebut,” ucap Jusuf Kalla (JK) di kantor wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (10/8).

Sosok Ma’ruf sebagai pemimpin sudah tidak diragukan JK. Sedangkan untuk urusan pemerintahan, Ma’ruf disebut JK akan belajar seiring berjalannya waktu.

“Kalau soal kepemimpinan hampir semua, sekarang-sekarang ini hampir semua beliau ketua. Jadi soal memimpin orang pasti bisa dan soal untuk mempelajari masalah ya itu nanti sambil berjalan,” kata JK.

JK sebelumnya sering mengungkapkan kriteria sosok cawapres Jokowi. Kriteria pertama yang diungkapkan JK saat itu adalah cawapres Jokowi harus menambah suara.

“Kriteria pertama adalah siapa yang bisa menambah suaranya pasangan (Jokowi). Ya pokoknya harus menambahnya, minimum 15 persen begitu,” ungkap JK, Selasa (17/7).

Saat itu JK pun sempat menyinggung sosok luar Jawa yang dapat menjadi cawapres Jokowi. JK mengingatkan, pemilih pada Pemilu, khususnya Pilpres 2019 akan memilih berdasarkan faktor kebersamaan dan kesamaan, termasuk terkait pemilih Jawa dan luar Jawa.

“Di mana-mana orang memilih sesuai kebersamaannya, kesamaannya dan juga kedekatannya, banyak. Jadi bukan relevan dan tidak relevan, tapi penduduk di Jawa kan 60 persen, kalau sama saja rata pemilihan di Indonesia, ya pasti siapa yang bisa terpilih di Jawa itu sudah 60 persen suara,” kata JK saat itu.

Jokowi adalah berasal dari Solo, Jawa Tengah. Sedangkan Ma’ruf berasal dari trah ulama Banten. (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait