Beli Jet Sukhoi Rusia, Wiranto Tunggu Embargo Sanksi AS

Metrobatam, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan pemerintah belum bisa memastikan untuk membeli 11 alat utama sistem pertahanan (Alutsista) berupa pesawat tempur jenis Sukhoi SU 35 dari Rusia.

Ia mengatakan pemerintah masih menunggu pihak Amerika Serikat untuk membebaskan ancaman berupa sanksi terhadap negara-negara yang ingin membeli Alutsista dari negara Rusia.

“Makanya kita menunggu, sanksi itu masih bersifat general, juga ada pernyataan bahwa sangat besar kemungkinan [bisa dibebaskan],” ujar Wiranto saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/8).

Pada Agustus 2017, Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).

Bacaan Lainnya

Kebijakan itu bertujuan untuk memberikan sanksi kepada negara-negara yang membeli alutsista dari Rusia.

Meski demikian, Wiranto yakin Pemerintah AS akan memberikan keringanan bahkan pmbebasan sanksi kepada Indonesia meski tetap ngotot membeli Sukhoi dari Rusia.

Keyakinan itu didasari atas pernyataan Menteri Pertahanan AS James Norman Mattis pada Juli lalu telah bersikap untuk meminta Kongres AS memberikan keringanan atas sanksi yang diberikan kepada tiga negara yakni Indonesia, India dan Vietnam.

“Makanya kita tunggu dulu, karena ada tiga negara yang bisa dilepaskan dari sanksi itu, antara lain Indonesia, India dan Vietnam, Kalau nekat (membeli) tapi ada sanksi bagaimana? Dipikirkan enggak akibatnya?” ujar Wiranto.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia berencana akan membeli 11 unit pesawat tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia untuk menggantikan jet tempur F5 dengan total nilai US$1,14 miliar pada pertengahan tahun lalu.

Pembelian dengan skema imbal beli dengan Rusia itu, lengkap dengan hanggar dan persenjataannya.

Imbal beli 11 Sukhoi itu terealisasi setelah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara BUMN Rusia, Rostec, dengan BUMN Indonesia PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.

Bentuk Tim Kecil

Wiranto mengatakan dirinya telah membentuk tim kecil yang akan mengkaji pengadaan 11 Pesawat Sukhoi SU-35 dan menindaklanjuti kerja sama pembuatan pesawat siluman generasi 4.5 KF-X/IF-X dengan Korea Selatan.

Ia mengatakan tim tersebut memiliki tugas untuk membahas mengenai anggaran serta upaya alih teknologi yang ada di kedua pesawat tersebut agar dapat menguntungkan bagi Indonesia.

“Saya tadi bentuk tim kecil untuk secara detail, secara teknis bisa melakukan kajian sehingga menghasilkan suatu perencanaan yang sistematis terutama kita kaitkan dengan keadaan negeri ini,” kata dia.

Wiranto Tunggu Embargo Sanksi AS untuk Beli Jet Sukhoi RusiaMiniatur pesawat tempur KF-X/IF-X yang dikembangkan Korea Selatan dan Indonesia. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Terkait polemik proyek pesawat KF-X/IF-X, Wiranto mengaku pemerintah belum membatalkan proyek kerja sama dengan nilai investasi mencapai USD8 miliar dengan Korea Selatan tersebut.

Ia mengaku akan melakukan pertemuan kembali dengan pemerintah Korea Selatan untuk membahas persoalan lebih detail terkait kendala-kendala yang dihadapi kedua negara untuk mewujudkan proyek itu.

“Karena ini masalah hubungan kedua negara. Kita tidak hanya fokus masalah pembeliannya tapi juga menyangkut bagaimana perkembangan global yang juga tidak bisa kita abaikan,” ungkapnya.

Wiranto mengaku saat ini pemerintah tengah menata anggaran agar dapat disalurkan terlebih dulu pada kebutuhan prioritas.

Sebab, masih banyak hal yang menjadi prioritas pemerintah seperti proses pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan ketimbang pembelian Alutsista.

“Banyak kepentingan lain yang juga kita pikirkan. Misalnya bagaimana kita meningkatkan kemakmuran masyarakat, atau katakanlah angka kemiskinan menjadi berkurang,” pungkasnya.

Diketahui ada tiga fase pembuatan KF-X/IF-X, yaitu pengembangan teknologi atau pengembangan konsep (technology development), pengembangan rekayasa manufaktur atau pengembangan prototipe (engineering manufacturing development), dan terakhir proses produksi massal.

Direncanakan, pada 2020 pesawat tempur tersebut sudah bisa diproduksi, dan pada 2025 diharapkan sudah bisa beroperasi. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait