DPR Minta TNI Diterjunkan Tangani Penembakan 31 Pekerja di Nduga

Metrobatam, Jakarta – DPR meminta TNI diterjunkan untuk menangani kasus pembantaian 31 pekerja proyek jembatan di Kabupaten Nduga, Papua. Kasus ini disebut sudah termasuk terorisme.

“Saya meminta penegakan hukum dan kalau perlu terjunkan TNI jika dibutuhkan dan mendesak. Jangan ada sejengkal pun tanah Indonesia yang di bawah kendali gerakan separatisme dan melakukan kekejian terhadap rakyat Indonesia,” ujar Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari dalam keterangan tertulis, Selasa (4/12).

“Setiap jengkal tanah Republik ini harus aman dari setiap rongrongan kelompom macam ini,” ia menambahkan.

Di sisi lain, Abdul berharap kejadian pembataian itu dapat membuka mata dunia agar lebih proporsional dalam melihat masalah di Papua. Sebab, ia melihat dunia internasional kurang objektif dalam melihat masalah di Papua.

Bacaan Lainnya

“Dengan kejadian ini kami harap peran diplomasi terkait masalah Papua juga penting untuk diti glatlan. NKRI dan seluruh tanah air dari ujung timur sampai barat adalah wilayah kedulatan yang wajib dihormati semua negara.

Terpisah, anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menilai pembantaian terhadap pekerja proyek di Papua itu sudah masuk kategori terorisme karena menimbulkan rasa takut yang sistemik.

“Dalam kasus ini, saya rasa TNI perlu ikut terlibat dalam upaya penanggulangan terorisme bersama Polri di Papua,” ujar dia dalam pesan singkat.

Terlebih, kata Bobby, kondisi geografis Papua dikelilingi oleh pegunungan dan hutan lebat. Ia melihat divisi Infantri TNI yang saat ini memiliki teknik Jungle Warfare dapat berperan mengoptimalkan operasi.

Lebih dari itu, politisi Golkar ini menyarankan pembangunan jalan di Papua melibatkan Zeni TNI Angkatan Darat. Selain akan mempercepat pembangunan, ini juga terkait dengan biaya keamanan.

“Apabila TNI diikut sertakan, tentu akan efektif dan efisien. Dan sudah dibuktikan dalam pembangunan jalan sebelumnya,” ujarnya.

Senada, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil meminta ada pengawalan terhadap proyek-proyek strategis pemerintah untuk menghindari spekulasi potensi gangguan keamanan.

“Orang akan berspekulasi, ‘ada apa ini?’, apakah ini ada ‘kelompok-kelompok tertentu’, yang tidak mendapatkan gula pembangunan di sana dia mengganggu, atau memang ada murni bahwa itu adalah sebuah kelompok yang memang masih menuntut pemisahan mereka dari NKRI,” katanya.

Terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah heran dengan kondisi sekelompok bersenjata yang bebas berkeliaran tanpa terdeteksi pihak intelijen.

“Selama ini kita merasa data keamanan yang disuplai aman-aman saja. Kejadian ini menghentak kita karena bayangkan saja kelompok bersenjata bisa mobilisasi bebas di Indonesia,” cetusnya.

Menurut Fahri, perlindungan bagi masyarakat seharusnya diutamakan pemerintah. Ia meminta pemerintah mampu berkoordinasi dengan TNI-Polri untuk bisa menuntaskan kasus ini.

“Pemerintah harus bisa jelaskan kenapa orang bersenjata bisa menyergap orang yang lagi bekerja? Bagaimana sistem pengamanan? Kenapa operasi intelijen tidak bisa mendeteksi atau pantau pergerakan orang bersenjata?” kata Fahri.

Sementara Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan meminta pemerintah bersikap tegas terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang diduga membunuh 31 pekerja proyek jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.

“Memang saya kira Papua itu harus ada sikap yang jelas, tegas dari pemerintah, dari aparat keamanan kita,” ujarnya.

Selain itu, Zulhas juga meminta aparat keamanan bertindak tegas terhadap aksi yang dilakukan di Surabaya. Pada Sabtu (1/12), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi peringatan Hari jadi Papua Barat ke-57. Setelah aksi itu, puluhan mahasiswa Papua ini diamankan polisi.

OPM Dalang Pembunuhan 31 Pekerja

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai dalang pembunuhan 31 pekerja proyek jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.

“Sudah lah, kalau begitu OPM. Masa orang biasa nembak-nembak. OPM,” kata Ryamizard di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (4/12).

Menurut Ryamizard, pembunuhan terhadap 31 orang sudah masuk kategori besar. TNI pun dinilai harus segera turun tangan. Selain itu, sebagai Menteri Pertahanan, dia juga menyatakan ikut bertanggung jawab.

“Tanggung jawab saya juga bukan hanya polisi dan tentara saja. Saya bertanggung jawab,” kata dia.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu menyatakan bakal mengoordinasikan TNI dan Polri dalam upaya penanganan insiden tersebut lebih lanjut.

Upaya penanganan itu termasuk mengambil langkah evakuasi korban dengan mengirim pesawat serta helikopter dan pengerahan tentara untuk menindaklanjuti kabar terbaru soal penyerangan pos TNI. “Kami akan rembukan lagi dengan TNI dan Polri,” ujar purnawirawan jenderal berbintang empat ini.

Sementara Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih Kolonel Infanteri Muhammad Aidi menduga dalang pembunuhan 31 pekerja PT Istaka Karya di Nduga, Papua merupakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.

“Iya [Egianus] kita identifikasi seperti itu dari kelompok yang sama, kita identifikasi dari Mapenduma,” kata Aidi di Jakarta, Selasa (4/12)

Diketahui, kelompok Egianus sendiri dikenal kerap melakukan serangkaian serangan penembakan di wilayah Papua.

Egianus diketahui pernah menyandera belasan guru dan tenaga kesehatan di wilayah Mapenduma, Nduga pada bulan Oktober 2018 kemarin. “Jadi kelompok ini mereka yang melaksanakan penganiayaan dan pemerkosaan guru dan tenaga kesehatan di Distrik Mapenduma yah itu, kelompoknya sama,” kata dia.

Jauh sebelumnya, kelompok Egianus melakukan penyerangan terhadap lapangan terbang di Kenyam, Kabupaten Nduga, Agustus 2018.

Dalam insiden itu, satu pilot Trigana Air terluka, empat orang warga sipil tewas dibunuh serta dua orang terluka.

Aidi menegaskan bahwa kelompok Egianus leluasa menebar teror di Papua karena memiliki senjata api standar militer yang dirampas dari pihak TNI/Polri maupun yang didapatkan secara ilegal.

Meski demikian, ia mengatakan belum bisa mengetahui persis jumlah senjata yang dimiliki kelompok tersebut. “Dari data laporan intelijen yang kita terima, mereka memiliki senjata api. Senjata standar militer dan digunakan sejumlah senjata. Jumlahnya puluhan, kan standar militer standar NATO,” kata dia.

“Sebagian juga yang selama ini berhasil kita sita senjatanya pada saat kontak tembak ada yang indeks TNI Polri, ada juga yang bukan indeks TNI Polri, ini artinya berasal dari luar,” ujarnya.

Diketahui, penembakan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap para pekerja proyek Istaka Karya terjadi pada 2 Desember 2018 sekitar pukul 15.30 WIT. Penembakan tersebut terjadi di Kali Yigi dan Kali Aura Distrik Yigi Kabupaten Nduga.

Sampai saat ini, pihak kepolisian bersama dengan TNI sedang memastikan keberadaan para korban di dua tempat tersebut yaitu Kali Yigi dan Kali Aura. Berdasarkan informasi yang dihimpun korban tewas diduga sebanyak 31 orang. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait