Edy Mundur dari PSSI, Exco Asyik Rangkap Jabatan dan Diduga Atur Skor

Metrobatam, Jakarta – Edy Rahmayadi out dari PSSI. Masalahnya belum tuntas di situ, sebab masih banyak anggota PSSI yang rangkap jabatan dan diduga terlibat match fixing.

Edy mundur dari kursi ketua umum dalam Kongres PSSI di Sofitel, Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1) WITA. Ia meletakkan jabatannya saat persepakbolaan nasional masih dililit sejumlah masalah.

Tercatat, ada masalah laten yang masih belum tuntas sepeninggal Edy Rahmayadi. Pertama, adalah kekerasan pada suporter yang masih terus membuat nyawa berjatuhan.

Sejak menjabat sebagai ketua umum pada 10 November 2016 hingga mundur hari ini, seperti dirangkum Save Our Soccer (SOS), perkumpulan pecinta sepakbola Indonesia, sebanyak 22 nyawa suporter melayang di era kepemimpinan Edy.

Bacaan Lainnya

Terakhir dan tentu yang masih jelas di ingatan adalah tewasnya suporter Persija Jakarta, Haringga Sirila. Haringga meninggal usai dikeroyok sejumlah oknum pendukung Persib Bandung. Sejauh ini, belum ada upaya nyata dari PSSI untuk menjamin kasus tersebut tidak terulang di masa mendatang.

Yang kedua, masalah rangkap jabatan. Meski FIFA sudah jelas melarang para pengurus sepakbola rangkap jabatan, nyatanya federasi sepakbola Indonesia masih kerap melanggarnya.

Mereka yang di antaranya rangkap jabatan adalah para anggota Exco. Sebut saja Iwan Budianto, kepala Staf Ketum PSSI yang juga CEO Arema FC, Pieter Tanuri Exco PSSI yang juga CEO Bali United, hingga Joko Driyono sebagai Wakil Ketua Umum yang punya saham mayoritas di Persija Jakarta.

Bahkan, kini, Jokdri menjadi pelaksana tugas ketum PSSI menggantikan Edy Rahmayadi untuk sementara.

Edy juga merangkap jabatan, sebagai ketua umum PSSI sekaligus pembina PSMS Medan. Belum lagi Edy juga merangkap jabatan sebagai Gubernur Sumatera Utara.

Di dalam internal komite eksekutif, juga terjadi tumpang tindih. satu anggota exco memiliki dua atau tiga jabatan lain dalam komite. Menjadi ketua satu komite, namun juga menjabat sebagai wakil di komite lain.

Kemudian, masalah pengaturan skor. Problem yang sudah ada sejak lama itu masih menggerogoti sepakbola Indonesia. Bukan Edy selaku ketua umum, namun beberapa anggota PSSI yang diduga terlibat dan bahkan sudah ada yang berstatus tersangka. Johar Lin Eng (Asprov Jawa Tengah), yang juga anggota exco PSSI, dan Dwi Irianto (Anggota Komdis PSSI) yang sudah diciduk kepolisian, serta Hidayat, yang kemudian mundur dari kursi Exco.

Masalah-masalah teknis yang gagal dikerjakan PSSI juga mencuat, seperti menyiapkan Timnas Indonesia di berbagai turnamen. Kasus pemutusan kontrak Luis Milla menjadi indikator federasi tidak serius menyiapkan Skuat Garuda. Timnas Indonesia pun gagal total di Piala AFF 2018.

Persoalan-persoalan itu tak kunjung diselesaikan PSSI secara tuntas, yang membuat masyarakat Indonesia menelan imbasnya: harus gigit jari melihat Tim Garuda mengangkat trofi juara.

Edy menyadari tak mampu menjalankan tugas untuk mengangkat prestasi dan menyelesaikan problem itu.

“Begitu berat saya rasakan. Untuk itu sampaikan ke rakyat PSSI ini milik rakyat seluruh Indonesia yang diwakilkan ke kita. Saya tak mampu lakukan ini saya mohon maaf,” kata Edy dalam pidato itu.

“Ini semua saya lakukan dalam kondisi sehat walafiat. Bertanggung jawab kalian. Saya mundur, karena saya bertanggung jawab,” kata Edy dalam pidato pembukaan Kongres PSSI.

Joko Driyono Plt Ketum

Sementara Kongres PSSI 2019 telah tuntas. Forum menyepakati Joko Driyono menjadi Plt ketua umum dan terbentuknya Komite Ad Hoc Integritas.

Kongres Tahunan PSSI berlangsung di Sofitel Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019). Pada awal agenda ini, Edy Rahmayadi lebih dulu menyatakan mundur sebagai Ketua Umum PSSI di awal pidatonya.

Keputusan itu membuat kongres yang dimulai pada pukul 10.00 WITA sempat break sekitar 30 menit. Selepas itu, kongres kembali berlangsung sampai pukul 16.00 WITA dan menghasilkan beberapa putusan.

“PSSI selesaikan Kongres Tahunan. Forum kongres menyatakan Plt Ketua Umum saya jalankan sebagaimana statuta,” kata Joko dalam konferensi pers.

“Kongres setuju laporan aktivitas dan laporan keuangan PSSI. Berikutnya, kongres dengarkan paparan program PSSI tahun 2019 dan persetujuan sekaligus anggarannya. Penyampaian paparan dari PT LIB dan FFI (Federasi Futsal Indonesia), baik untuk aktivitas 2018 maupun program 2019,” dia menambahkan.

“Kongres meng-endorse (mengesahkan) tentang terbentuknya komite Ad Hoc integrity. Sebagaimana disampaikan sebelumnya. PSSI perlu mengatur struktur, fungsi, timeline, dan masa bakti Komite Ad Hoc integrity. Ahmad Riyad dan waketum Azwan Karim,” Joko menjelaskan.

“Dalam waktu paling lambat dua minggu ke depan akan dilengkapi tiga sampai lima anggota yang dimunculkan oleh ketua dan wakil ketua Komite Ad Hoc integrity, dikonsultasikan dengan Exco untuk ditetapkan,” dia menegaskan.

Komite Ad Hoc Integrity itu dideklarasikan untuk menumpas pengaturan skor di sepakbola. Saat ini, PSSI memang tengah dirundung persoalan pengaturan skor. Diua petinggi PSSI, Johar Lin Eng dan Dwi Irianto alias Mbah Putih, menjadi tersangka.

“Komite ini mengemban tugas yang sangat penting. Fokus menjaga integritas sepakbola sebagaimana dinamika sekarang dilihat oleh kita semua memerangi pengaturan skor, manipulasi pertandingan dst,” kata Jokdri.

“Kongres setuju inisiatif PSSI bentuk lembaga independen yang kaitannya dengan wasit profesional khususnya untuk Liga 1 dan Liga 2. Lembaga ini sekurang-kurangnya ada tiga layer. Pertama menyangkut sistem dan infrastrukturnya, manajerial membutuhkan expert dan paling mendasar adalah SDM, yaitu perangkat pertandingan itu sendiri,” ujar dia.

“Kami berharap 2019-2020 tantangan bisa dilalui dengan dukungan dari stakeholder sepakbola,” ujar Joko penutup pidatonya.

“Bersihkan” Mafia Skor

Di tempat terpisah Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menghargai keputusan pengunduran diri Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di tengah rangkap jabatannya sebagai Gubernur Sumatera Utara.

“Keputusan pengunduran diri Ketum PSSI Edy Rahmayadi patut kita hargai. Secara gentle Edy mengakui mundur sebagai Ketum PSSI karena gagal menjalankan tugas sebagai pucuk pimpinan PSSI. Sangat jarang pimpinan yang mau mengakui kegagalan dan mundur dari jabatan yang diembannya,” ucap Bamsoet dalam keterangan pers tertulisnya, Minggu 20 Januari 2019.

Politikus Partai Golkar itu menuturkan, banyak pekerjaan rumah yang harus segera dilakukan oleh Ketum PSSI yang baru guna membenahi dunia persepakbolaan tanah air. Harus diakui beberapa waktu belakangan prestasi Timnas Sepakbola Indonesia masih belum bisa menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Hal ini, sambung Bamsoet, juga diperparah dengan terkuaknya kasus mafia sepakbola, terkait dengan pengaturan skor. Satgas Anti Mafia Bola menemukan adanya mafia bola di Liga 2 dan Liga 3 PSSI. Sejumlah tersangka pun telah ditetapkan aparat kepolisian dalam kasus tersebut.

“Saya berharap Ketum PSSI yang baru harus benar-benar memahami tentang persepakbolaan Indonesia dan dapat memajukan prestasi anak bangsa melalui sepak bola, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Termasuk menyelesaikan karut marut permasalahan yang ada,” terangnya.

Selain itu, Bamsoet juga berharap agar kongres PSSI dapat menghasilkan teknik dan cara mengembangkan serta memajukan persepakbolaan Indonesia dan dapat membersihkan sepak bola Indonesia dari para mafia yang telah merusak serta merugikan kancah persepakbolaan Indonesia. (mb/detik/okezone)

Pos terkait