Soal Remisi Pembunuh Wartawan, Istana Lempar ke Menkumham

Metrobatam, Jakarta – Pemerintah memilih irit bicara terkait pemberian remisi dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kepada 115 narapidana yang divonis seumur hidup, termasuk bagi I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.

Pemberian remisi itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan tidak tahu-menahu soal remisi tersebut. Ia lantas meminta kalangan wartawan bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

“Itu tanya Pak Mensesneg. …urusan Mensesneg,” ucapnya singkat, Selasa malam (22/1).

Bacaan Lainnya

Grasi Napi Pembunuh Wartawan, Istana Lempar ke MenkumhamPratikno. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)

Namun, Pratikno juga enggan buka suara mengenai pemberian remisi dari Presiden itu. Pratikno justru melempar penjelasan remisi ini ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

“Itu tanya Menkumham. Tadi saya sudah ditelepon Menkumham, katanya ‘Kalau ditanya, suruh tanya ke saya’ begitu,” ujar Pratikno.

Sementara Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin justru mengatakan isu remisi itu baru sebatas usulan yang berasal dari tim pengawas di lembaga permasyarakatan (lapas). Usulan itu kemudian diteruskan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Namun, ia tidak membenarkan bahwa usulan tersebut sudah disetujui dan dituangkan menjadi keppres serta diteken oleh Jokowi. Ia juga menekankan usulan itu tidak berasal langsung dari presiden. Pasalnya, pemberian remisi bukanlah hal yang mudah diberikan karena perlu banyak pertimbangan. Apalagi, remisi diberikan untuk narapidana dengan hukuman seumur hidup menjadi 20 tahun.

“Sampai hari ini, draf itu belum ada. Kalau ada, itu baru usulan. Persetujuan itu belum ada. Ini tidak ujug-ujug keluar dari presiden,” tutur Ali Ngabalin.

Meski begitu, ia meminta waktu agar bisa mengonfirmasi kabar pemberian remisi tersebut kepada seluruh pihak yang bersangkutan, khususnya Kemenkumham.

“Tapi beri kami kesempatan di kantor KSP untuk cek terus perkembangannya. Ini harus dicek, sehingga tidak banyak orang yang nyinyir dan goreng-goreng yang belum benar ini,” ucapnya.

Sebelumnya, kabar pemberian remisi dari Jokowi dibenarkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham.

“Iya ada [Keppres itu], yang dapat remisi perubahan dari pidana seumur hidup ke pidana sementara sebanyak 115 orang,” kata Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Ade Kusmanto kepada CNNIndonesia.com.

Ade menyatakan 115 narapidana yang mendapat remisi perubahan itu mendekam di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Namun, Ade menolak memberikan rincian nama narapidana yang mendapat ‘pengampunan’ dari orang nomor satu di Indonesia itu.

Jangan Melihat Politis

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar mengecam pemotongan hukuman pembunuh wartawan Radar Bali, I Nyoman Susrama. Apa tanggapan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly?

Laoly menilai kecaman itu memang bisa terjadi. Namun dia m enegaskan pemberian remisi berpijak dari perilaku napi saat menjalani hukuman.

“Kalau kecaman kan bisa saja, tapi kalau orang itu sudah berubah bagaimana, kalau kamu berbuat dosa berubah, masuk neraka terus? Nggak kan?” kata Laoly di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/1).

Laoly menegaskan keputusan pemberian remisi tersebut bukan kebijakan politis. Pemberian remisi menurutnya atas dasar pertimbangan kapasistas lapas tempat Nyoman ditahan.

“Jadi jangan melihat sesuatu sangat politis. Jadi dihukum itu orang tidak dikasih remisi, nggak muat itu lapas semua kalau semua dihukum, nggak pernah dikasih remisi,” katanya.

Laoly menjelaskan prosedur Nyoman mendapatkan remisi perubahan. Usulan pertama diajukan pihak Lembaga Pemasyarakatan (lapas) tempat Nyoman dipenjara. Catatan selama dia ditahan kemudian ditinjau oleh Tim Pengamatan Pemasyarakatan.

“Oleh tim pengamat pemasyarakatan pada tingkat lapas diusulkan ke kanwil. Kanwil bahas lagi. Kanwil membuat rapat kembali ada TPP-nya lagi, diusulkan lagi rekomendasinya ke Dirjen Pas. Kemudian Dirjen Pas rapat kembali buat TPP lagi, karena untuk prosedur itu sangat panjang baru diusulkan ke saya. Melibatkan institusi lain,” papar dia. (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait