Menkeu SBY Sebut Hanya di Indonesia Utang Digoreng untuk Pilpres

Metrobatam, Jakarta – Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri menilai, hanya di Indonesia isu menumpuknya utang yang saat ini terus digoreng untuk menghantam pemerintah murni karena alasan politik untuk kepentingan Pilpres.

Isu utang diangkat demi menjatuhkan kredibilitas calon presiden yang kebetulan saat ini masih menjadi petahana pada Pilpres 2019 mendatang. Padahal secara ekonomi kata Chatib, utang Indonesia masih relatif baik dan terjaga.

Ia mengatakan melihat utang negara tidak bisa secara nominal. Namun, utang harus dibandingkan dengan pendapatannya. Semakin kecil rasionya, maka risikonya akan semakin kecil.

“Anda punya utang Rp100 tetapi pendapatan Anda Rp1.000. Saya punya utang Rp50 tetapi pendapatan saya Rp100 lebih berbahaya mana”, ujar Chatib di sela gelaran Mandiri Investment Forum 2019 di Hotel Fairmont Jakarta (30/1).

Bacaan Lainnya

Hingga akhir tahun lalu, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah pusat mencapai Rp4.418,3 triliun dengan rasio utang pemerintah Indonesia berkisar 29,9 persen. Rasio itu meningkat dari 2017 di mana utang tercatat Rp3.938 triliun dengan rasio 29,2 persen.

Tahun ini, pemerintah menargetkan rasio utang akan naik ke kisaran 30,4 persen terhadap PDB. Selain itu, pemanfaatan utang juga perlu dicermati.

Utang boleh jadi ditarik karena banyak kebutuhan yang harus dipenuhi tapi tidak bisa menunggu terlalu lalu. Layaknya perusahaan, utang harus digunakan untuk hal produktif yang akan menghasilkan manfaat di masa depan.

Misalnya, untuk pembangunan infrastruktur yang akan membantu mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. “Kalau Anda tidak berutang dari mana anda membuat usaha?,” ujarnya.

Menurut Chatib, di negara lain, isu utang tidak menjadi perhatian utama. Tak heran, negara maju seperti AS dan Jepang berani memiliki nominal utang di atas PDB.

Isu utang baru menjadi perhatian jika terekspose oleh risiko gagal bayar seperti yang terjadi di Yunani beberapa tahun lalu. Calon Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mengkritik keras pemerintah karena utang yang ia sebut menumpuk.

Bahkan, dia menyebut Menteri Keuangan lebih pantas disebut sebagai menteri pencetak utang. “Kalau menurut saya, jangan disebut lagi lah ada menteri keuangan. Mungkin menteri pencetak utang,”kataPrabowo saat menyampaikanpidatodiPadepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah,Jakarta Timur, Sabtu (26/1) lalu.

Sebelah yang Goreng

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin sepakat dengan pernyataan Menteri Keuangan era 2013-2014 Chatib Basri, yang menyebut hanya di Indonesia, utang negara menjadi isu politik. TKN meyakini persoalan utang merupakan isu yang dibesar-besarkan oleh lawan politik.

“Betul bahwa di Indonesia utang luar negeri dijadikan isu politik dan dilakukan dengan tidak bertanggung jawab yang hanya akan merusak perekonomian nasional. Merugikan negara dan masyarakat dan hanya demi kepentingan politik sesaat,” kata Wakil Ketua TKN Johnny G Plate.

Johnny menuturkan ekonomi Indonesia dalam keadaan baik. Dia bahkan menilai ekonomi di Indonesia tidak begitu terdampak akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

“Ekonomi Indonesia dalam keadaan yang baik, makroekonomi nasional kita juga dalam ukuran yang baik di tengah perekonomian dunia yang tidak menentu. Khususnya sebagai akibat dari pelambatan pertumbuhan ekonomi global dan perang dagang di antara negara-negara raksasa ekonomi. Seperti antara Amerika Serikat dan Tiongkok, yang belum mencapai kesepakatan dalam perundingan dagang bilateral mereka,” jelas Johnny.

Johnny menyebut isu mengenai utang adalah persoalan yang dilebih-lebihkan oleh kubu oposisi. “Yang ‘goreng’ siapa, ya? Kan dari kelompok sebelah yang selalu goreng-goreng,” sebutnya.

Sebelumnya, Chatib Basri mengatakan isu utang hanya ramai dibahas di Indonesia. Menurut Menteri Keuangan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, isu serupa tidak ramai dibahas di negara lain.

“Negara lain nggak, di sini saja,” kata Chatib dalam Mandiri Investment Forum di Hotel Fairmont, Kamis (31/1). (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait