Eks Kapolsek Buka-bukaan, Pengamat Duga Ada Motif Sakit Hati

Metrobatam, Jakarta – Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (KPSK) Universitas Padjajaran Muradi menduga ada motif sakit hati dan keberpihakan dalam aksi buka-bukaan soal isu netralitas Polri yang dilakukan oleh eks Kapolsek Pasirwangi, Garut, Jawa Barat, AKP Sulman Azis.

“Mutasi itu kan bisa karena punishment and reward. Saya duga jangan-jangan kapolsek (condong) ke salah satu calon akhirnya, kemudian diganti. Ada perasaan sakit hati,” kata dia, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (1/4).

Sebelumnya, Sulman mengaku mendapat arahan dari Kapolres Kabupaten Garut agar menggalang dukungan untuk Jokowi-Ma’ruf Amin.

Kini, Sulman mengaku sudah tidak menjabat sebagai Kapolsek Pasirwangi dan dimutasi ke Polda Jawa Barat seksi penanganan pelanggaran.

Bacaan Lainnya

Mutasi itu diterapkan karena Sulman dituduh mendukung acara deklarasi calon presiden nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga di wilayahnya pada 15 Februari. Sulman mengaku difitnah turut membiayai acara tersebut.

Kalaupun informasi dari Sulman itu benar, Muradi melanjutkan bahwa eks Kapolsek Pasirwangi itu mestinya menempuh proses yang sudah ditetapkan di Polri. Yakni, pengaduan ke profesi dan pengamanan (Propam) Polri, bukan melalui konferensi pers.

“Apa yang dilakukan kapolsek disebut sebagai disersi. Enggak boleh. Karena ada doktrin Tri Brata dan Catur Prasetya. Kalau memang betul, mekanismenya normatif, ke Kadiv Propam, bukan melakukan konpres. Itu merusak organisasi yang menghidupi dia,” urainya.

Terlebih, kata dia, Sulman tak menyertakan bukti terkait tudingannya itu. Hal yang sama terjadi di sejumlah isu netralitas Polri.

“Kan ceunah, katanya. (Soal isu) netralitas TNI, Polri semua berasumsi,” ujar Muradi, yang meraih gelar doktor lewat tesis bertajuk ‘The Indonesian National Police in Post-Soeharto Indonesia 1998-2008’ di Flinders University, Australia, itu.

Muradi juga menyoroti soal momentum lokasi isu netralitas Polri itu terjadi. Menurutnya, wilayah-wilayah itu adalah daerah yang menjadi tempat kekalahan Jokowi atau bukan lumbung suara petahana.

Baginya, hal itu bisa jadi dianggap sebagai zona nyaman yang bisa melindungi pihak yang memicu isu netralitas tersebut.

“Jokowi kalah di situ (Garut). Ada perasaan, ketika marah karena diganti, lalu mendapat momentum di sekeliling dia (Sulman) dianggap bisa melindungi dia sebagai figur, dia mainkan itu (isunya),” cetus pengajar di Universitas Padjadjaran tersebut.

Sebelumnya, isu netralitas juga terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) lewat penyebaran tangkapan layar (screenshoot) grup percakapan Whatsapp Polres Kota Bima. Isinya adalah soal perintah dari kapolres untuk mengarahkan dukungan ke paslon 01.

Berdasarkan rekapitulasi suara KPU 2014, Jokowi takluk dari Prabowo di Kabupaten Garut pada Pilpres 2014. Saat itu, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla hanya meraih 369.199 suara (29,88 persen), sementara Prabowo-Hatta Rajasa menang besar dengan 866.613 suara (70,12 persen).

Polisi Tetap Netral

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Polri tetap netral. Warga diminta cermat menyaring informasi yang beredar.

“Dalam situasi saat ini, siapa pun dapat mengatakan apa pun dan memiliki tujuan, apalagi dalam konteks pemilu. Sangat jelas Kapolri telah menetapkan dan mengutarakan posisi Polri netral, tidak ada sistematis perintah harus ini itu,” ujar Moeldoko kepada wartawan di sela mengunjungi Pondok Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu (31/3/2019).

Penegasan ini disampaikan Moeldoko terkait pengakuan Eks Kapolsek Pasirwangi AKP Sulman Aziz soal perintah Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin.

“Masyarakat harus jeli dan berhati hati dan jangan mudah percaya, jangan karena Pemilu kita dapat terpecah persatuan dan kesatuan bangsa, pasti polisi bisa menangani hal ini sendiri,” ujarnya.

AKP Sulman Aziz sendiri sebelumnya menyampaikan kepada wartawan bahwa ia merasa dizolimi oleh pimpinannya lantaran dimutasikan dari jabatannya sebagai Kapolsek Pasirwangi menjadi Kanit 1 Seksi Penindakan Pelanggaran Subdit Gakkum Ditlantas Polda Jabar.

Sedangkan Kapolres Garut Budi mengatakan mutasi yang dialami Sulman adalah hal yang wajar. Sulman sendiri sudah dua tahun menjabat Kapolsek Pasirwangi.

“Kalau masalah dicopot itu kan hal yang wajar mutasi wajar, beliau itu sudah hampir dua tahun jadi Kapolsek dan mutasinya bukan mutasi sendiri,” pungkas Budi.

Selain itu, Budi mengakui rutin mengumpulkan para kapolsek di wilayah hukum Polres Garut. Namun dia membantah soal mengarahkan para kapolsek memenangkan Jokowi di Pilpres 2019.

Sementara Direktur Program TKD Jokowi-Ma’ruf Garut Yudha Puja Turnawan mengatakan pihaknya meminta polisi netral dalam Pilpres 2019.

“Kami dari TKD Jokowi Ma’ruf menekankan Netralitas TNI-Polri di Pemilu 2019. Demi kualitas pemilu yang lebih demokratis,” ujar Yudha kepada detikcom via pesan singkat, Senin (1/4/2019).

Terkait pernyataan eks Kapolsek Pasirwangi, Yudha meminta internal Polri menyelesaikan masalah tersebut.

“Divisi Propam Polda Jabar tentu harus segera asertif, agar tak menjadi bola liar,” katanya.

Yudha juga meminta Bawaslu untuk turun tangan. Meskipun begitu, TKD Jokowi-Ma’ruf meyakini Polri netral dalam kontestasi Pemilu 2019.

“Pemilu 16 hari lagi, kami tetap yakin akan netralitas TNI dan Polri. Dan kami yakin juga TNI Dan Polri adalah alat negara yang akan menjamin berlangsung pemilu dan pilpres yang berintegritas,” pungkas Yudha. (mb/detik)

Pos terkait