Pemerintah Didesak Tindak Perusahaan Sawit Perampas Hak Buruh

Metrobatam, Jakarta – Koalisi Buruh Sawit (KBS) kembali menagih hak-hak pekerja di sektor perkebunan kelapa sawit kepada pemerintah dan perusahaan jelang peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei, atau yang dikenal dengan sebutan May Day. Mereka menuntut janji perbaikan tata kelola buruh sawit dan kesejahteraan.

“Kami menuntut perbaikan tata kelola ketenagakerjaan di perkebunan sawit dengan prinsip-prinsip kesejahteraan dan keadilan, serta hak-hak kami,” ungkap Koordinator KBS Sunaryo Aritonang di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (28/4).

Herwin Nasution, perwakilan Serikat Buruh Perkebunan Indonesia yang merupakan bagian dari KBS meminta pemerintah meningkatkan pengawasan regulasi perburuhan di sektor ini. Sebab, menurutnya, tidak ada regulasi yang mengatur standar upah minimum bagi buruh sawit.

“Bahkan banyak yang mendapat upah rendah dan di bawah minimum pada umumnya,” ucap Herwin.

Bacaan Lainnya

Herwin meminta pemerintah bisa menindak tegas perusahaan-perusahaan sawit yang terbukti merampas hak-hak buruh. Sebab, banyak perusahaan yang sejatinya tidak menaati kesepakatan yang telah dilakukan antara perusahaan dengan serikat pekerja. Menurutnya, hal ini kerap terjadi karena minimnya pengawasan dari kementerian teknis.

“Misalnya, ada perusahaan di Kalimantan melakukan PHK terhadap 400 buruh sawit. Padahal sudah ada persetujuan pesangon yang disaksikan Dinas Ketenagakerjaan di sana, tapi tidak dibayar, ini tidak diperhatikan,” tuturnya.

Selain itu, ia juga menyinggung minimnya hak bagi buruh perempuan di sektor ini, misalnya pengurangan jam kerja saat usia kandungan cukup tua. Padahal, pekerjaan ini sepenuhnya dilakukan secara fisik dan tidak sepenuhnya ramah bagi perempuan.

Zidan, perwakilan dari Sawit Watch, meminta pemerintah dan perusahaan memperhatikan status pekerja bagi buruh di sektor perkebunan sawit. Sebab, menurutnya, tidak ada struktur dan ikatan kerja pasti dalam sektor ini.

“Kebanyakan mereka hanya pekerjaan harian, tidak ada jaminan kesehatan, perlindungan sosial, dan lainnya,” ujarnya.

Sementara Edi Sutrisno, perwakilan dari TuK Indonesia, meminta lembaga keuangan seperti perbankan ikut menjalankan fungsi sosial sebagai salah satu komponen pelaksanaan bisnis sehat. Ia meminta bank tidak memberikan aliran kredit kepada perusahaan sawit yang terbukti melanggar hak asasi manusia (HAM), merusak lingkungan, dan hal-hal yang tidak dibenarkan.

“Peran perbankan ini juga besar karena mayoritas dana perusahaan sawit dari bank. Perbankan seharusnya bisa pertimbangkan dan lebih hati-hati ambil persetujuan kerja sama dengan perusahaan,” pungkasnya. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait