Moeldoko: Jangan Gunakan Jubah Demokrasi untuk Semena-mena

Metrobatam, Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) TNI Moeldoko menyebut langkah kepolisian menindak sejumlah orang yang patut diduga telah menghasut, menebar kebencian, hingga mengancam Presiden sebagai risiko yang harus mereka terima.

Dalam kehidupan berdemokrasi setiap warga negara punya hak dan kewajiban, tapi juga patut menjunjung tinggi aturan hukum dan norma-norma yang ada agar tidak menjadi anarkis.

“Negara memiliki aturan sehingga tak semestinya ngomong sembarangan,” kata Moeldoko dalam Blak-blakan yang tayang di detikcom, Senin (20/5).

Mantan Panglima TNI itu juga mengingatkan agar tidak ada upaya manipulasi seolah bersikap dan bertindak demokratis tapi sesungguhnya mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Bagaimana pun kebebasan berpendapat tetap harus dalam koridor hukum yang ada.

Bacaan Lainnya

“Jangan menggunakan jubah demokrasi akhirnya orang melakukan semaunya, semena mena, justru menganggu orang lain. Ini bukan demokrasi,” kata pria kelahiran Kediri, Jawa Timur 8 Juli 1957.

Kecenderuangan sekarang yang terjadi itu, dia melanjutkan, berbuat sesuatu seenaknya. Tapi setelah ditangkap polisi baru mengaku khilaf dan minta maaf. “Ini apa apaan?,” tegas Moeldoko.

Ia merujuk kasus Hermawan Susanto, pria yang berunjuk rasa di depan Kantor Bawaslu menyatakan diri ingin memenggal Presiden Jokowi. Terhadap orang semacam itu, Moeldoko tegas mengatakan hukum tetap harus ditegakkan meski yang bersangkutan sudah meminta maaf.

Selain Hermawan Susanto, polisi juga sudah menahan aktivis Eggy Sudjana. Politisi Partai Amanat Nasional itu diketahui pernah berpidato yang mengarah kepada ajakan makar. Pada Senin (20/5) pagi, polisi juga menangkap Lieus Sungkharisma juga terkait sangkaan makar. (mb/detik)

Pos terkait