424 Petugas KPPS Gugur, Ketua Komisi II: Pemilu Serentak karena MK

Metrobatam, Jakarta – Sebanyak 424 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) gugur dalam rangkaian penyelenggaraan Pemilu serentak 2019. Ketua Komisi II DPR mengungkit putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan Pileg dan Pilpres 2019 digelar serentak.

“Kita perlu membahas kembali apakah penyatuan Pileg dan Pilpres ini sudah benar atau tidak. Kan yang memutuskan ini Mahkamah Konstitusi dulu. DPR sih memisahkan antara Pileg dan Pilpres. Ini kan keputusan MK, bukan keputusan DPR lho,” kata Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali kepada wartawan, Sabtu (4/5/2019).

Dia menjelaskan, sebelum ada keputusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, DPR sudah mengesahkan tiga undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pileg, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

“Dulu memang Undang-Undangnya dipisah antara Undang-Undang tentang Pilpres dan Undang-Undang tentang Pileg, serta Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilu. Karena keputusan MK-lah, kemudian harus disatukan. Maka lahirlah UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum itu. Sejarahnya berawal dari situ,” tutur Amali yang merupakan politikus Partai Golkar ini.

Bacaan Lainnya

Soal ratusan petugas KPPS yang meninggal dunia, Amali berpandangan itu karena mereka belum pernah menjalankan tugas seperti Pemilu 2019. Pada penyelenggaraan Pemilu periode sebelumnya, pekerjaan KPPS dinilainya biasa selesai pada petang hari.

Namun tahun 2019 ini, beban kerja mereka bertambah karena Pilpres dan Pileg digelar serentak. Menurutnya, penyelenggaraan Pemilu 2019 perlu dibahas kembali supaya peristiwa meninggalnya ratusan orang tak terulang lagi.

“Apalagi ada grand design untuk menyatukan Pilpres, Pileg, dan Pilkada, ada rencana seperti itu untuk 2024 nanti. Baru wacana. Dengan menyatukan Pileg dan Pilpres saja sudah seperti ini, apalagi kalau kita satukan dengan Pilgub, Pemilu Bupati, Pemilu Wali Kota. Saya nggak kebayang itu ruwetnya,” kata Amali.

Putusan Pemilu serentak diketok MK pada Kamis, 23 Januari 2014. Putusan itu atas permohonan Effendi Gazali. Pada 21 juli 2017 dinihari, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui RUU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi UU. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan UU itu pada 15 Agustus 2017.

TKN: Nggilani! Asbun Banget

Sementara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin merasa heran dengan pernyataan yang dilontarkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Usulan untuk membongkar dan mengautopsi jenazah KPPS yang meninggal itu dinilai berlebihan.

“Nggilani ! Asbun banget sih,” ujar juru bicara TKN Jokowi-Ma’ruf Irma Suryani kepada wartawan, Jumat (3/5/2019).

Dalam Bahasa Jawa, “nggilani” artinya “menjijikkan”. Asbun adalah akronim “asal bunyi” yang bermakna asal berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Menurut Irma, tak ada anggota KPPS yang meninggal secara misterius.

“Saya nggak dengar tuh ada yang meninggal misterius. Meninggal karena kelelahan, sakit dan lain-lain adalah rahasia Allah, nggak usah lebay lah,” lanjutnya.

Irma mengatakan semua pihak prihatin atas banyaknya KPPS yang meninggal usai Pemilu. Di sisi lain, dia menyayangkan masih ada pihak yang memunculkan isu negatif. Dia meminta agar tidak ada lagi yang melempar isu tidak pantas, lebih baik menurutnya tunggu hasil KPU.

“Kita semua prihatin dengan Pemilu yang melelahkan ini, tapi jangan kemudian malah mau digoreng-goreng nggak karuan. Saya saja menderita kelelahan kronis karena pemilu serentak ini dan sampai dirawat. Jangan bikin isu yang nggak-nggak lah. Pesta demokrasi sudah usai, mari kita tunggu pemenangnya, ngomong macem orang nggak sekolahan saja,” katanya.

Baca juga: KPU: Petugas KPPS Meninggal 424 Orang, Sakit 3.668 Orang

Sebelumnya, BPN menilai ada kejanggalan karena melihat banyaknya petugas pemilu yang gugur. Jumlah yang banyak itu menurutnya menimbulkan kecurigaan di benak masyarakat.

“Kami mengusulkan kemarin kalau dipandang perlu maka seluruh jenazah yang meninggal misterius karena kami tidak mendengar secara detail penyebabnya apa secara medis, maka jika perlu semua jenazah itu dibongkar untuk dilakukan autopsi. Supaya tidak ada kecurigaan di antara masyarakat,” ujar anggota BPN, Mustofa Nahrawardaya di Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (3/5/2019). (mb/detik)

Pos terkait