Kapolri Ancam Gunakan Pasal Makar untuk Aksi ‘People Power’

Metrobatam, Jakarta – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengancam bakal menggunakan pasal terkait tindak pidana makar saat menyinggung gerakan massa atau people power yang diserukan sejumlah pihak pascapenyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Menurut dia, aturan yang tertuang dalam Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu bisa digunakan apabila gerakan people power mengandung unsur ingin menjatuhkan pemerintahan.

“Kalau seandainya ada ajakan untuk pakai people power, itu mobilisasi umum untuk melakukan penyampaian pendapat, harus melalui mekanisme ini. Kalau tidak menggunakan mekanisme ini, apalagi kalau ada bahasa akan menjatuhkan pemerintah, itu pasal 107 KUHP jelas,” kata Tito saat berbicara di Rapat Kerja Komite I DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/5).

Rencana aksi people power itu pertama kali dilontarkan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais saat aksi 313 di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat pada Minggu (31/3) silam. Aksi 313 itu menuntut agar KPU menjalankan pemilihan umum 17 April 2019 secara jujur dan adil.

Bacaan Lainnya

Tito menjelaskan, jika ingin menggelar aksi, maka perwakilan massa terkait harus membuat pemberitahuan secara tertulis kepada polisi lebih dahulu.

Pemberitahuan itu memuat maksud dan tujuan, tempat, lokasi, rute, waktu, bentuk, penanggung jawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang digunakan; dan atau jumlah peserta. Pemberitahuan itu juga harus diberikan paling lambat tiga jam sebelum kegiatan dimulai.

Mekanisme unjuk rasa, lanjutnya, juga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012, di mana terdapat batasan-batasan yang tidak diperbolehkan seperti mengganggu ketenangan umum hingga pemerintah.

“Secara rigid harus dikoordinasikan jam berapa sampai jam berapa. Ini harus melalui koordinasi, enggak bisa disebar lewat [aplikasi] WhatsApp disebar kumpul di tempat ini. Unjuk rasa harus diberi tahu dulu. Harus ada surat, nanti Polri [memberikan] tanda terima,” ucap Tito.

Seperti diketahui, polisi juga telah melakukan pemeriksaan terhadap Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana terkait seruan people power.

Eggi dilaporkan oleh relawan Jokowi-Ma’ruf Center (Pro Jomac) ke Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan penghasutan. Laporan itu diterima dengan nomor laporan LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 19 April 2019.

Selain itu, Eggi juga dilaporkan oleh caleg PDIP Dewi Ambarita alias Dewi Tanjung ke Polda Metro Jaya terkait dengan seruan people power.

Dewi melaporkan Eggi dengan dugaan pemufakatan jahat atau makar dan dugaan melanggar UU ITE Pasal 107 KUHP junto Pasal 87 KUHP atau Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik.

People Power Tak Ancam Keamanan

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta pihak kepolisian untuk tak memaknai seruan people power secara berlebihan.

“Saya tidak memaknai people power secara denotatif (makna sebenarnya). Saya memaknainya sebagai sebuah peringatan kepada seluruh pihak, terutama penyelenggara pemilu, untuk melaksanakan pemilu secara jujur dan adil. Tidak ada nada atau kesan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah,” ujar Juru Debat BPN Prabowo-Sandiaga, Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Rabu (7/5/2019).

Menurut Saleh, seruang people power yang selama ini mengemuka tidak sampai mengancam keamanan dan ketertiban. Menurutnya, kalaupun ada pihak yang menyerukan untuk turun ke jalan bukan berarti aksi tersebut bertujuan untuk makar.

“Saya kira seruan itu tidak sampai mengancam keamanan dan ketertiban. Kalaupun ada yang bicara dan turun ke jalan, itu masih dalam koridor penyampaian pendapat dan kebebasan berekspresi. Itu mestinya dilindungi, bukan malah diancam dengan ancaman makar,” katanya.

Politikus PAN itu pun meminta kepolisian untuk tak mudah mengartikan seruan people power dengan tindakan yang melanggar aturan pidana. Sebab, menurut Saleh, seruan tersebut hanya menunjukkan suara rakyat.

“Pihak kepolisian diminta untuk tidak dengan mudah mengkanalisasi sesuatu dengan makar. Sebab, mereka yang bersuara dan berpendapat itupun sangat cinta NKRI. Semua cinta merah putih, semua cinta Pancasila, dan semua taat konstitusi,” ujar Saleh.

“Saya yakin, mereka yang bersuara itu pun cinta NKRI sama dengan kapolri dan juga presiden. Mungkin ada perbedaan pendapat. Itu yang perlu didudukkan dan dicarikan solusinya,” imbuh dia. (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait