Kapolri Bentuk Tim Investigasi Korban Meninggal Aksi 22 Mei

Metrobatam, Jakarta – Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian disebut telah membentuk tim investigasi untuk mengusut penyebab peserta massa aksi 22 Mei yang meninggal dunia.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal M Iqbal mengatakan, dari data yang ia miliki ada tujuh orang peserta massa aksi yang meninggal dunia.

“Untuk itu Pak Kapolri sudah bentuk tim investigasi yang dipimpin Irwasum (Inspektur Pengawasan Umum) Polri untuk mengetahui apa penyebabnya dan semua aspeknya,” ujar Iqbal di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (23/5).

Iqbal mengatakan, peserta yang meninggal dunia ini berasal dari massa perusuh, bukan massa yang berjualan maupun sedang menjalankan ibadah.

Bacaan Lainnya

“Bahwa yang meninggal dunia adalah massa perusuh, maka bapak Kapolri membentuk tim untuk mengusut peserta yang diduga dari massa perusuh,” katanya.

Di sisi lain, Iqbal memastikan aparat keamanan yang bertugas tak dilengkapi dengan peluru tajam. Penemuan peluru tajam yang ada di mobil Brimob disebut Iqbal tak dibagikan pada personel yang bertugas di lapangan.

“Di dalamnya memang ada peluru tajam, tapi itu tidak dibagikan ke personel keamanan,” ucapnya.

Iqbal mengklaim kepolisian mengedepankan upaya persuasif dan humanis selama menjaga aksi massa tersebut. Untuk mengantisipasi kerusuhan, polisi hanya ditunjang dengan water canon dan gas air mata.

“Prinsipnya polri dalam unjuk rasa adalah proporsional. Peluru tajam itu hanya dimiliki oleh tim anti anarkis. Tapi mereka tidak keluar sama sekali, itu atas perintah Kapolri kepada Dankor (Komandan Korps) Brimob,” kata Iqbal.

Komnas HAM Dukung Polri

Komisi Nasional Hal Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung Kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan penggunaan peluru tajam dalam kerusuhan pada 21-22 Mei. Polri sendiri sudah membentuk tim khusus untuk menyelidiki penyebab kematian enam orang dan semua hal yang terkait dalam kerusuhan terkait Aksi 22 Mei itu.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyambut baik langkah ini, apalagi sebelum pecah kerusuhan ditemukan sejumlah senjata lengkap dengan amunisinya berusaha diselundupkan. Polri pun juga sudah sejak jauh hari menyebut diduga ada pihak ketiga yang ingin membuat onar pada Aksi 22 Mei, karena personel Polri dan TNI sudah diinstruksikan tak memakai peluru tajam.

“Oh iya, kan sudah disebutkan kan ada kelompok tertentu di luar aparat keamanan. Bahkan ada barang-barang bukti tertentu. Kita tentu sebagai Komnas HAM sangat senang kalau seandainya itu diusut dengan tuntas, sehingga terbuka,” kata Taufan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Kamis (23/5).

Taufan menambahkan, jika memang ada kelompok lain di luar Polri dan TNI, maka itu sudah masuk ranah pidana. Dimana pihak kepolisian juga berkeyakinan tentang pihak ketiga dimaksud berdasarkan bukti-bukti penyelundupan senjata dimaksud.

“Tapi kan sementara ini polisi berkeyakinan dan punya bukti-bukti awal bahwa ada pihak ketiga yang menumpangi dan membuat kerusuhan dan kemudian ada peluru tajam itu,” imbuhnya.

Saat ini, Komnas HAM mempercayakan kepada Polri untuk mengusutnya seraya juga akan mengawasi tim khusus dimaksud.

“Kita percayakan saja dan kita mengawasi jalannya tim itu. Koordinasi kita juga dengan mereka selalu,” ujarnya.

Diketahui aksi unjuk rasa menolak hasil Pemilu 2019 di depan Kantor Bawaslu RI, Jakarta, berujung rusuh. Kerusuhan terjadi sejak Selasa (21/5) hingga Rabu (22/5) dini hari. Kemudian berlanjut pada Rabu (22/5) malam hingga Kamis (23/5) dini hari.

Hingga saat ini polisi telah menangkap 300 orang terkait aksi berujung kerusuhan yang berlangsung pada 21-22 Mei. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang mencapai 257 orang.

Sejumlah barang bukti pun telah diamankan seperti kendaraan ambulans dengan lambang partai politik, uang dalam pecahan rupiah maupun dolar, senjata tajam, molotov, alat komunikasi, kamera, hingga petasan berbagai ukuran.

Belum Bisa Simpulkan Pelanggaran HAM

Sejauh ini Komnas HAM sudah mendatangi rumah sakit-rumah sakit tempat korban-korban luka dirawat, yakni RSUD Tarakan, Rumah Sakit Budi Kemuliaan, dan RSCM.

Setelah berkunjung ketiga rumah sakit, Taufan menyatakan pihaknya belum bisa menyimpulkan ada tidaknya dugaan pelanggaran HAM dalam kerusuhan selama 21-23 Mei.

“Belum, belum ya. Belum bisa disimpulkan sejauh ini,” kata Taufan.

Taufan juga mengatakan pihaknya belum mendapatkan laporan terkait dugaan penggunaan peluru tajam. Komnas HAM berpegang pada informasi pihak ketiga di luar Polri dan TNI, mengingat semua aparat keamanan yang ditugaskan di lapangan hanya dibekali peluru hampa dan peluru karet.

“Kami masih mempercayai bahwa ada informasi dari pihak kepolisian aparat yang mereka tugaskan itu dikasih yang paling maksimum peluru karet,” tuturnya.

Meski begitu, Taufan menggarisbawahi, bahwa pihaknya akan mendalami prosedur pengamanan aksi oleh aparat keamanan, mengingat setiap pengamanan pasti memiliki SOP yang sudah diatur.

“Ini yang mau kita dalami, apakah SOP sudah berjalan dengan baik misalnya. Apalagi sudah ada yang meninggal dunia, itu perlu kita lihat,” ujarnya.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, korban meninggal akibat kerusuhan berjumlah enam orang. Keenam korban meninggal berada di Rumah Sakit Tarakan Jakarta Pusat (1 orang), RS Pelni Jakarta Barat (2 orang), RS Budi Kemuliaan Jakarta Pusat (1 orang), RS AL Mintohardjo (1 orang), dan RSCM (1 orang). (mb/cnn indonesia)

Pos terkait