Kemendikbud Gunakan UN untuk Koreksi Capaian Nilai Siswa

Metrobatam, Jakarta – Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kemendikbud mengatakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019 jenjang SMP sederajat berfungsi untuk mengkoreksi capaian rata-rata nilai siswa di tiap sekolah.

“Jadi UNBK itu mengkoreksi skor (siswa per sekolah) dan banyak sekolah yang terkoreksi banyak,” kata Kabalitbang Kemendikbud Totok Suprayitno di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Selasa (28/5).

Hal ini dikatakan Totok karena pada faktanya ada sekolah yang baru melaksanakan UNBK tahun ini yang hasilnya sangat rendah dibanding tahun lalu.

“Ada sebuah sekolah yang rata-rata UNBK-nya ini tadinya seolah-olah nilainya 90. Ketika UNBK drop sekarang nilainya menjadi 45,” tutur Totok.

Bacaan Lainnya

Totok juga mengatakan kemungkinan besar ini disebabkan oleh adanya tindak kecurangan yang dilakukan pada saat Ujian Nasional tahun lalu, ketika ujian belum berbasis komputer seperti saat ini.

Selain perihal koreksi nilai di atas, didapatkan juga data partisipasi peserta, di mana sebanyak 83 persen peserta didik SMP sederajat mengikuti UNBK 2019. Diketahui juga, angka ini meningkat tiap tahunnya.

“Ekspansi UNBK berlangsung sangat cepat mulai 2015 kemarin, dan tahun lalu ini sudah 83 persen peserta sudah UNBK untuk siswa SMP ini, ini proses yang kita dorong dengan cepat,” ujar Totok.

Di tingkat provinsi, yang sudah 100 persen melakukan UNBK, di antaranya yaitu Aceh, Bangka Belitung, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Gorontalo, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sedangkan yang terendah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 26 persen. Hal ini cukup disayangkan Totok.

“Lainnya hampir dan yang terendah itu di NTT, 26 persen, saya kira seharusnya bisa lebih dari itu, fasilitas enggak jelek jelek amat kok, ini soal kemauan juga,” ujarnya.

Terakhir, Totok mengatakan di kategori Madrasah Tsanawiyah (MTS), jumlah provinsi yang mengikuti UNBK sampai 100 persen lebih banyak dibandingkan kategori SMP.

“Nah, MTS lebih banyak, sudah 22 provinsi menjalankan UNBK 100 persen, lebih besar dari SMP, terendah itu Maluku Utara,” katanya.

Sebelumnya, Totok mengakui peningkatan jumlah peserta UNBK tingkat SMP membuat nilai rata-rata siswa menurun. Hal itu lantaran UNBK memangkas potensi kecurangan.

Dia menerangkan peluang ‘distorsi’ dalam nilai anak, seperti kecurangan, besar saat jumlah peserta UNBK kecil. Alhasil, nilai UN menjadi semakin tinggi tiap tahunnya. Dan sebaliknya, hasil UN semakin ‘murni’ saat peserta UNBK semakin banyak karena meminimalisasi kecurangan.

“UNBK dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, tetapi ketika itu [jumlah peserta UNBK] naik, hasil [UN]-nya akan ada ‘penurunan’, saya beri tanda kutip. Penurunan ini bukan penurunan riil, tetapi proses koreksi,” jelas Totok.

Totok mengatakan bahwa hasil UN ini akan menjadi alat pemetaan kelemahan sistem pendidikan di Indonesia. Selain karena hasilnya yang lebih murni menggambarkan kemampuan siswa, UNBK juga bisa merefleksikan kemampuan guru atau sekolah dalam penyampaian materi.

“Maka UN bukan hanya sebagai alat pemetaan tetapi juga lebih kepada alat diagnosis untuk merekomendasikan upaya perbaikan kualitas proses belajar. Jangan-jangan bukan karena ruang kelasnya yang kurang baik, tetapi karena kompetensi gurunya yang perlu ditingkatkan,” ujarnya. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait