Pemilik Senpi untuk Bunuh 4 Pejabat Negara Diduga Istri Purnawirawan

Metrobatam, Jakarta – Kepolisian membenarkan AF alias Fifi bukan pemilik senjata revolver taurus kaliber 8 sebenarnya. Senjata api itu diketahui hendak digunakan untuk membunuh empat pejabat negara dan satu pimpinan lembaga survei, serta penembakan saat Aksi 22 Mei.

Kepala Biro Penerangan Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan Fifi hanya merupakan penghubung atau broker dari pemilik senjata yang sebenarnya, sebelum akhirnya dijual ke salah satu tersangka terkait kerusuhan Aksi 22 Mei.

“Broker. Dia dapat senjata. Kemudian senjata itu dia jual,” ujar Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5).

Dedi menuturkan Kepolisian masih mendalami siapa pemilik senjata yang dijual Fifi kepada tersangka HK selaku koordinator lapangan dan eksekutor saat kerusuhan.

Bacaan Lainnya

Di sisi lain, Dedi membenarkan Fifi juga merupakan istri purnawirawan TNI. Namun, ia enggan membeberkan identitas purnawirawan dimaksud.

“Iya,” ujarnya saat ditanya soal kebenaran Fifi merupakan istri purnawirawan.

Kepolisian sebelumnya menyebut Fifi merupakan pemilik senpi ilegal jenis revolver taurus kaliber 8 yang pada Oktober 2018 dibeli oleh tersangka HK selaku salah satu eksekutor terkait kerusuhan 22 Mei.

Fifi diketahui menjual senpi yang dimilikinya kepada HK sebesar Rp50 juta dan ditangkap di Bank BRI yang berada di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (24/5). Fifi tercatat sebagai warga Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.

Sebelumnya, Mabes Polri telah menangkap dan menetapkan enam orang terkait kerusuhan 22 Mei. Enam orang itu telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal, serta dugaan rencana pembunuhan.

Hasil penyelidikan para pelaku berencana membunuh empat tokoh nasional dan seorang pemilik lembaga survei swasta. Tak hanya itu, mereka juga merencanakan penembakan saat aksi pada 21-22 Mei 2019.

Tak Lagi Toleransi Aksi hingga Malam

Sementara Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan tidak akan memberikan izin adanya mobilisasi massa seperti yang dilakukan di Bawaslu pada 21-22 Mei 2019. Tito menyebut tidak akan memberikan toleransi aksi hingga malam.

“Belajar dari peristiwa yang kemarin, depan Bawaslu 2 kali, yang ada korban dan berakhir dengan adanya aksi kekerasan yang merugikan, baik pelaku perusuh maupun petugas keamanan, maka saya sudah sampaikan kepada Kapolda Metro, kita kembali kepada tegakkan aturan, jadi tidak melakukan diskresi lagi,” ujar Tito saat konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2019).

“Jadi kita tidak akan mengizinkan ada kegiatan mobilisasi massa yang melanggar aturan seperti di Bawalsu, tidak kita izinkan lagi,” imbuhnya.

Tito menyebut aksi unjuk rasa tidak boleh mengganggu ketertiban publik, ormas lain, harus mengindahkan etika dan moral, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu, pihaknya akan menindak tegas jika masih ada yang masih mencoba melakukan aksi seperti di Bawaslu.

“Jadi kita akan tegakkan itu. Jalan di depan Bawaslu itu adalah jalan umum, kita tidak ingin masyarakat terganggu, kita tidak ingin pemakai jalan lain terganggu. Tidak kita izinkan. Kalau ada yang mencoba, kita akan bubarkan. Dan kalau ada yang melawan, ya, kita kasih tindakan tegas,” ucapnya.

Menurut Tito, Polri dan TNI sudah sangat toleran saat mengamankan aksi di depan Bawaslu dengan memberikan diskresi sampai selesai salat tarawih. Pemberian diskresi itu disebut Tito lantaran aparat berpikir bahwa kegiatan tersebut positif, dengan buka bersama dan salat tarawih.

“Itu berbuka puasa bersama kemudian melakukan salat bersama. Makanya anggota Polri dan TNI yang mengamankan pun sama-sama gabung untuk salat bersama dan seterusnya. Sampai dengan bubar pukul 21.00 WIB ya, sehingga terjadi peristiwa pukul 22.30, kemudian ada peristiwa langsung tanpa babibu nyerang, dengan senjata yang mematikan,” jelasnya.

Tito menyampaikan masih ada 9 anggota Polri yang menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara itu, total anggota Polri yang terluka saat mengamankan kerusuhan adalah 237 orang.

“Anggota kita pun yang kena luka itu lebih kurang 237. Sampai hari ini masih 9 orang di RS Polri. Ada yang pecah rontok gigi-giginya, ada yang tangannya terlepas dari engselnya. Tadi malam saya berkunjung ke mereka,” pungkasnya. (mb/detik)

Pos terkait