Rizieq Minta BPN Hentikan Real Count KPU, TKN Jokowi: Rakyat Sudah Capek

Metrobatam, Jakarta – Tim Kampanye Nasional (TKN) Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin menganggap hasil Ijtimak Ulama III yang dihelat Rabu (1/5) sebagai langkah yang membingungkan. Bahkan, keputusan agar mendiskualifikasi Jokowi itu dianggap memperkeruh situasi politik usai pilpres 2019.

Juru Bicara TKN Irma Suryani Chaniago mengatakan keputusan tersebut sejatinya tidak pada tempatnya. Sebab, jika memang ulama menganggap terdapat kecurangan pemilu, mereka bisa menggunakan prosedur hukum yang berlaku. Yakni, menggugat secara langsung hasil pemilu kepada Mahkamah Konstitusi (MK), bukan dengan menggelar ijtimak berjilid-jilid.

Kemudian, ia juga mempertanyakan tindakan para ulama yang membuat keputusan seolah-olah mewakili keinginan masyarakat Indonesia.

“Jadi apa dasarnya mereka meminta diskualifikasi presiden? Tidak pantas mereka bicara seperti itu karena seharusnya ulama ini sepantasnya berbicara soal agama,” jelas Irma kepada CNNIndonesia.com, Rabu (1/5).

Bacaan Lainnya

Ia juga heran mengapa para ulama doyan melakukan ijtimak berjilid-jilid untuk menentukan sikap politik. Ini seolah-olah menegaskan bahwa ulama selalu mencari pembenaran atas kondisi yang bertolak belakang dengan keinginan mereka.

Tak lupa dari ingatan Irma ihwal Ijtimak Ulama I yang menghendaki calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto untuk berpasangan dengan ulama. Namun, mandat tersebut dilanggar sendiri oleh Prabowo dengan memilih Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden yang memiliki latar belakang pengusaha.

Kemudian, ulama menggelar kembali ijtimak kedua yang menegaskan bahwa ulama setuju Sandiaga menjadi cawapres Prabowo, yang penting membela kepentingan umat Islam. Irma yakin, ijtimak ketiga ini pun bentuk pemaksaan kehendak ulama atas keinginan mereka sendiri, yang sayangnya tidak terpenuhi untuk saat ini.

“Sudah lah, jangan bikin cerita berjilid seperti itu. Rakyat sudah semakin pintar dan capek dengan hal-hal seperti itu. Jangan memaksakan kehendak, tidak akan bisa karena Indonesia ini negara yang berlandaskan hukum,” jelas dia.

TKN sendiri meminta pihak oposisi dan afiliasinya untuk legawa dengan hasil pilpres sejauh ini. Menurut Sistem Informasi Perhitungan Suara (Situng) KPU yang sudah mencapai 60 persen, pasangan Jokowi-Ma’ruf unggul sementara dengan raihan 51,42 juta suara atau 55,99 persen.

Kemudian, ia meminta ulama untuk tidak melakukan upaya yang bisa memecah belah persatuan Indonesia pasca pilpres. Menurut Irma, seharusnya saat ini kedua pasangan capres melakukan rekonsiliasi, bukan malah memperkeruh suasana.

“Pesta demokrasi sudah selesai dan Allah SWT sudah menentukan pemenangnya yakni Jokowi-Ma’ruf. Jangan lagi dicari pembenaran yang membenarkan diri sendiri, ini bukan Islam namanya. Islam itu rahmatan lil alamin, jangan kemudian negara ini malah terpecah belah bangsanya,” pungkas Irma.

Hasil Ijtimak Ulama dan Tokoh Nasional III memutuskan lima poin yang menegaskan ada kecurangan terstruktur, masif, dan sistematis dilakukan kubu paslon 01 dalam Pilpres 2019, Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin.

Atas dasar itu, ijtimak ulama III memutuskan agar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melakukan langkah menyikapi keputusan tersebut.

“Mendesak Bawaslu dan KPU memutuskan membatalkan atau mendiskualifikasi Pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01,” ujar Penanggung Jawab Ijtimak Ulama dan Tokoh Nasional III Yusuf Martak saat membacakan keputusan di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Rabu (1/5)

Rizieq Shihab Minta BPN Hentikan Real Count KPU

Sementara Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab meminta Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno untuk menghentikan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Rizieq menilai Situng atau yang dikenal publik sebagai real count hanya membentuk opini masyarakat terkait kemenangan Jokowi-Ma’ruf.

“Habib menyarankan agar BPN segera ke Bawaslu dan KPU agar menghentikan real count agar tidak membentuk opini yang jelek di masyarakat yang akhirnya membingungkan masyarakat. Itu yang jadi bahaya,” kata Ketua GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak saat ditemui di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Rabu (1/5) malam.

Martak menuding saat ini Situng dirancang menyerupai quick count beberapa lembaga survei. Pasalnya, selisih suara Jokowi dengan Prabowo konstan.

Ia menyebut jika dugaan kecurangan berlanjut, rakyat akan turun ke jalan. Martak mengatakan Ijtimak Ulama tak mempermasalahkan gerakan massa untuk memastikan KPU dan Bawaslu melaksanakan tugas dengan baik.

“Enggak apa-apa dong [turun ke jalan]. Kalau resmi menyampaikan aspirasi, menyampaikan ini, enggak melanggar. Sama-sama kayak aksi yang biasa,” ujar dia.

“Sebetulnya pemerintah tak perlu alergi. Seharusnya pemerintah itu secepatnya tanggap untuk menindak KPU dan Bawaslu jangan dibiarkan begini,” lanjut Martak.

Situng sendiri adalah metode penggunaan sistem teknologi informatika dalam penghitungan suara. Metode ini digunakan KPU untuk menyajikan penghitungan suara secara transparan.

Berdasarkan situs pemilu2019.kpu.go.id pukul 02.45 WIB Kamis (2/5), Jokowi-Ma’ruf unggul dengan 56,06 persen, sementara Prabowo-Sandi memperoleh 43,94 persen.

Total suara masuk sudah mencapai 495.715 dari 813.350 TPS atau sekitar 60,94 persen. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait