Uniknya Desa di NTT: Pencuri Tak Dihukum Tapi Dinafkahi

Metrobatam, Botti – Beda desa, beda pula aturan adatnya. Desa Botti di NTT misalnya, punya aturan tidak menghukum maling, tetapi menafkahinya.

Kerajaan Botti adalah kerajaan terakhir yang terdapat di Pulau Timor yang masih tetap bertahan sampai saat ini. Kerajaan Boti ini terletak di Kecamatan Ki’e, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kerajaan Botti atau yang biasa dikenal dengan desa adat Botti dipimpin oleh seorang usif (usif: raja, pemimpin adat sekaligus pemimpin spiritual) bernama usif Namah Benu. Masyrakat Di Desa Botti sampai saat ini masih menganut agama nenek moyang atau yang biasa disebut ‘Halaika’.

Tidaklah heran jika masyrakat Botti masih memegang dan meneruskan tradisi serta adat dari nenek moyang. Di Desa Botti, kita bisa mengambil nilai-nilai yang sangat unik. Bagaimana tidak? Di desa ini mereka tidak pernah menghukum para pencuri, tapi malah membantu atau menafkahi.

Bacaan Lainnya

Menurut Masyrakat Botti, jika kita menghukum para pencuri maka mereka akan terus mencuri jika barang hasil curian sudah habis terpakai. Untuk itu, solusi dari masyrakat Botti adalah mengumpulkan barang-barang dari seluruh kepala keluarga yang berada di Desa Botti untuk selanjutnya diberikan kepada si pencuri tersebut.

Hal ini juga berlaku jika si pencuri mencuri hasil kebun seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Solusi yang dilakukan adalah dengan mengajak seluruh kepala keluarga untuk menanam pisang atau kelapa kepada si pencuri sesuai kebutuhannya.

Tidak berhenti di situ, masyrakat Botti juga sering mencuci rambut bukan dengan shampo seperti yang dilakukan oleh orang-orang kota. Bedanya, masyrakat di sana sering kali melakukan keramas dengan menggunakan tanah liat.

Cara masyrakat Botti memperlakukan alam juga tergolong unik. Jika mereka menebang salah satu pohon maka mereka harus menggantinya dengan menanam 5 sampai 10 pohon.

Anak-anak adat di lingkungan sonaf (kerajaan) dibagi menjadi dua. Sebagian diperbolehkan untuk bersekolah, sedangkan sebagiannya lagi tidak diperbolehkan demi menjaga dan meneruskan tradisi serta adat dari suku Botti ini.

Oh iya, anak-anak yang tidak bersekolah di Desa Botti ini setiap hari diajarkan untuk memenuhi kebutuhan sandang, dan papan seperti membuat menanam, membuat minyak goreng, memanen dan memintal kapas untuk menenun dan lain-lain. (mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *