Analisis: Megawati-Prabowo Bertemu, Siapa Untung, Siapa Buntung

Metrobatam, Jakarta – Pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Rabu (24/7) mengundang berbagai spekulasi publik. Mulai dari bagi-bagi kursi hingga siapa yang diuntungkan dan dirugikan setelah pertemuan itu.

Tak ayal pertemuan ini menimbulkan dinamika baik di tubuh partai politik pendukung Prabowo maupun partai yang tergabung di kubu Joko Widodo. Ada pihak yang diuntungkan, ada pula yang dirugikan.

Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai Megawati dan PDIP adalah pihak yang paling diuntungkan dalam pertemuan ini. Menurutnya, pertemuan itu menyiratkan pesan Gerindra dan Prabowo sudah satu gerbong dengan PDIP.

“Kehadiran Prabowo secara simbolik membawa pesan kalau Gerindra ‘sepenuhnya’ mendukung PDIP secara politik,” kata Wasisto kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/7).

Bacaan Lainnya

Secara insititusi, dalam hal ini PDIP, dukungan Gerindra menjadi bagian dari upaya untuk menjaga kans politik bilamana salah satu partai koalisi bercerai saat Pemilihan Umum 2024. Kocok ulang koalisi sangat diperlukan demi menjaga kepentingan di pemilihan umum 2024 nanti.

Apalagi, kata dia, ada sosok Puan Maharani, putri dari Megawati yang digadang-gadang sebagai calon potensial di pemilu 2024.

“Puan secara kharisma memang tidak sekuat Jokowi tapi paling tidak dukungan Gerindra akan menambal sentimen nasionalistik bagi sosok Puan,” kata Wasisto.

Gerindra, kata dia juga mendapat keuntungan tersendiri dari pertemuan ini. Keuntungan muncul dalam upaya menjaga kesempatan partai berlambang garuda itu mengganti kekuasaan di 2024. Diketahui PDIP dalam dua periode terakhir selalu mendapatkan suara tertinggi.

Pertemuan ini, lanjut dia, juga menjadi upaya Gerindra untuk memperluas basis massa. Menurutnya, pasca-pertemuan Prabowo dengan Presiden Joko Widodo 13 Juli 2019, ada sinyalemen Gerindra mulai ditinggalkan oleh para pendukungnya yang berasal dari kelompok kanan.

“Secara kebetulan PDIP dan Gerindra secara ideologi “berbagi” massa yang identik di akar rumput, kalangan menengah bawah,” ucapnya.

Pengamat Politik dari Universitas Padjajaran Muradi menilai Gerindra justru sedikit dirugikan dari pertemuan ini. Menurutnya, pertemuan ini semakin memperkuat alasan sebagian pendukung Gerindra-yang kontra dengan pemerintah angkat kaki.

Muradi melihat bahwa pendukung Gerindra kebanyakan berasal dari basis massa yang sakit hati dengan pemerintahan Joko Widodo. Kepentingan mereka, kata dia, awalnya diakomodir oleh Gerindra sebagai partai oposisi yang cukup keras terhadap pemerintah.

“Dia (Gerindra) ditinggalkan orang di daerah yang berharap mereka jadi oposisi. Gerindra punya hampir 80 kursi kemudian banyak mendukung Gerindra karena alasan tadi. Bisa jadi (Gerindra) dirugikan pada 2024,” katanya Kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/7).

Selain Gerindra, kata dia, basis kelompok yang menunggangi Gerindra dan Prabowo selama ini juga bakal cukup dirugikan dengan pertemuan ini. Rukunnya Mega dan Prabowo seakan mengisyaratkan bahwa para kelompok penunggang Prabowo dan Gerindra bakal kehilangan tunggangannya.

“Gerindra dan prabowo akan meninggalkan orang yang numpang hal ini ditegaskan kemarin jadi pasti dirugikan pasti akan mencari tunggangan baru yang bisa mereka gunakan dengan isu yang mau mereka bangun,” ujar Muradi.

Gejolak di Koalisi Indonesia Kerja

Pertemuan Mega-Prabowo juga dinilai menimbulkan gejolak di koalisi partai politik pendukung Presiden Joko Widodo. Pertemuan semacam ini dinilai sebagian kalangan erat dengan unsur tawar-menawar kursi dan kekuasaan. Hampir pasti, koalisi parpol pendukung Jokowi bergejolak terkait itu.

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno tak menampik bahwa pertemuan tersebut bakal menimbulkan dinamika di koalisi parpol pendukung Jokowi.

Hal itu, kata dia, salah satunya terlihat dari pertemuan antara Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan di hari yang sama. Anies sendiri, kata dia, adalah sosok yang dianggap sebagai salah satu representasi oposisi.

Dinamika itu juga sudah terlihat dari pertemuan antara empat ketua umum parpol koalisi pendukung Jokowi di Gondangdia beberapa waktu lalu. Empat ketum parpol, yakni Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Partai NasDem Surya Paloh, Ketum PPP Suharso Monoarfa, dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto berjumpa di DPP Partai NasDem, Jakarta, Senin (22/7).

“Ini sangat terkait dengan cara memperlakukan Gerindra, apakah dibukakan pintu untuk bergabung dengan Jokowi atau tidak,” katanya.

Bahkan, menurut Adi, pertemuan antara Surya Paloh dan Anies juga merupakan wujud dinamika yang terjadi di koalisi. Menurut dia pertemuan antara Surya Paloh dan Anies itu menjadi semacam langkah preventif buat NasDem terkait dengan bagi-bagi kekuasaan.

“Itu seperti langkah preventif bagi SP jika posisi NasDem nanti digeser ke Gerindra dalam dinamika lima tahun Jokowi ke depan terutama reshuffle kabinet,” katanya. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *