MenPAN-RB: Jabatan Fungsional TNI Bukan untuk Kementerian

Metrobatam, Jakarta – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI digunakan untuk penempatan prajurit di lingkungan yang dibolehkan oleh Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, bukan di kementerian/lembaga.

“Jabatan fungsional yang diputuskan itu bukan harus ditempatkan di kementerian/lembaga. Itu ditempatkan di TNI yang dibutuhkan. Jadi jangan salah pengertian. Jabatan itu bukan di kementerian/lembaga,” kata Syafruddin di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/7).

Menurutnya, prajurit, baik itu perwira tinggi ataupun perwira menengah, hanya ditempatkan di instansi yang dibolehkan oleh UU TNI dan juga berdasarkan permintaan dari instansi terkait.

Mantan Wakapolri itu juga menyatakan TNI maupun Polri tak pernah mendorong anggotanya untuk masuk dalam kementerian atau lembaga.

Bacaan Lainnya

“Kalau kementerian/lembaga enggak minta, enggak ada TNI/Polri mendorong-dorong anak buahnya ke kementerian/lembaga, enggak ada,” tepisnya.

Diketahui, pada Pasal 47 UU TNI, prajurit TNI bisa menempati posisi di 10 instansi di luar TNI, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; Kementerian Pertahanan; Sekretariat Militer Presiden; Badan Intelijen Negara; Lembaga Sandi Negara; Lembaga Ketahanan Nasional; Dewan Ketahanan Nasional; Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas); Badan Narkotika Nasional; dan Mahkamah Agung.

Sementara, Perpres Nomor 37 Tahun 2019 menyebutkan bahwa prajurit yang menduduki jabatan fungsional TNI dipindahkan dalam jabatan struktural maka jabatan fungsionalnya diberhentikan.

Pejabat fungsional juga mendapat tunjangan jabatan fungsional sesuai dengan jenjang jabatan fungsional TNI. Ketentuan mengenai tunjangan jabatan fungsional TNI sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Presiden.

Syafruddin melanjutkan bahwa jabatan fungsional itu dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan serta menjawab tantangan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Tentang jabatan fungsional, itu memang dibutuhkan, itu kan cuma tim analisis, tenaga ahli, itu jabatan fungsional, bukan struktural,” tuturnya.

Ia meminta semua pihak agar tak menaruh curiga kepada TNI dengan keluarnya Perpres 37/2019 itu. Syafruddin menegaskan tak ada niatan pemerintah menarik TNI masuk ke ranah sipil seperti dahulu.

Menurutnya, penempatan prajurit TNI mengisi jabatan fungsional juga berdasarkan keputusan Panglima TNI serta Menteri Pertahanan.

“Saya ulangi lagi, tidak ada niatan TNI secara struktural maupun individu mau ditarik ke ranah lain,” cetusnya.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mencontohkan jabatan fungsional itu bisa diterapkan dalam struktur organisasi di TNI. Misalnya, kata Moeldoko, dalam lembaga pendidikan militer secara struktural ada komandan dan wakil komandan dengan pangkat bintang dua dan bintang satu.

Namun, menurutnya, bisa saja prajurit yang memiliki keahlian di bidang mata pelajaran tertentu ditempatkan di lembaga pendidikan militer itu.

“Bisa saja di sana ditempatkan bintang (jenderal). Tapi posisinya fungsional, jadi kan sekarang Pak Menpan menganut itu. Ya, miskin struktur tapi kaya di fungsi,” tuturnya.

“Bisa saja di Sesko angkatan umpamanya dulu hanya dua bintang, bisa saja nanti secara struktur memang dua bintang, fungsionalnya bisa beberapa bintang ada di sana. Itu lah kira-kira pemahamannya di dalam internal TNI,” Moeldoko menambahkan.

Moeldoko menyatakan jabatan fungsional TNI ini yang dibutuhkan adalah keahliannya di bidang tertentu.

“Fungsi menduduki jabatan itu memberikan akselerasi terhadap organisasi atau tidak, itu bisa dipertimbangkan oleh presiden itu ya. Jadi nanti kita lihat perkembangannya di lapangan seperti apa,” tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menandatangani Perpres Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI. Aturan tersebut sudah berlaku sejak 17 Juni lalu.

Perpres tersebut lantas mendapat kritik dari sejumlah pihak, di antaranya lembaga swadaya masyarakat (LSM). Aturan tersebut dinilai sebagai pintu masuk militer ke jabatan sipil dan berpotensi menghidupkan gagasan dwifungsi ABRI era Orde Baru. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *