Pemufakatan Jahat Menpora Dibongkar Jaksa KPK

Metrobatam, Jakarta – Jaksa KPK menyebut Menpora Imam Nahrawi melakukan pemufakatan jahat dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Jaksa menyebut Imam mengetahui soal penerimaan duit Rp 11,5 miliar dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy kepada Ulum.

Jaksa mengatakan dalam fakta persidangan terungkap peran Ulum agar dana hibah untuk KONI dapat dicairkan dengan syarat ada imbalan uang yang telah disepakati antara Ulum dengan Hamidy, yaitu 15-19 persen dari anggaran hibah KONI yang dicairkan.

“Sebagian realisasi besaran commitment fee terdakwa (Hamidy) dengan Johnny secara bertahap memberikan sejumlah uang seluruhnya berjumlah Rp 11,5 miliar yang diberikan terdakwa dan Johny kepada saksi Miftahul Ulum selaku aspri Menpora atau pun melalui Arif Susanto selaku orang suruhan Miftahul Ulum,” kata jaksa saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2019).

Hal itu disampaikan jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan untuk Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana. Tuntutan itu juga disampaikan kepada staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanta yang duduk sebagai terdakwa dalam sidang itu. Jaksa yakin ketiga terdakwa bersalah menerima suap dari Ending Fuad Hamidy.

Bacaan Lainnya

Jaksa menyebut pemberian Rp 11,5 miliar itu dilakukan bertahap dari Hamidy kepada Ulum atau melalui orang suruhan Ulum bernama Arif Susanto. Berikut rinciannya:

  1. Bulan Februari 2018, Hamidy menyerahkan Rp 500 juta ke Ulum di ruang kerja Hamidy;
  2. Bulan Maret, Hamidy menyerahkan Rp 2 miliar di Gedung KONI pusat;
  3. Bulan Mei 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Hamidy;
  4. Sebelum lebaran 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar__ditukar dengan mata uang asing__kepada Ulum di lapangan tenis Kemenpora; dan
  5. Bulan Juni 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar kepada Arif Susanto;

Ulum, Arif, dan Imam pernah membantah suap ini saat bersaksi di persidangan. Namun, jaksa menilai kesaksian ketiganya patut dikesampingkan karena tak disertai bukti yang kuat serta bertentangan dengan kesaksian Kepala Bagian Keuangan KONI Eny Purnawati.

Jaksa mengatakan, keterangan Ulum berlawan dengan Johny E Awuy selaku Bendahara KONI saat itu yang pernah menyerahkan buku tabungan yang bertulis tangan nama Ulum. Johny disebut mentransfer uang Rp 50 juta kepada Ulum.

“Bahwa dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti berupa buku tabungan atas nama Johny E Awuy beserta rekening korannya dan bukti berupa kartu ATM yang pernah disampaikan oleh Johny E Awuy atas sepengetahuan Ending Fuad Hamidy kepada Miftahul Ulum serta alat bukti elektronik berupa rekaman percakapan sebagaimana diuraikan di atas yang satu sama lain saling berkaitan, maka bantahan yang dilakukan saksi Miftahul Ulum, Arief Susanto dan Imam Nahrawi menjadi tidak relevan dan patutlah dikesampingkan,” kata jaksa.

Jaksa menyebut adanya pemufakatan jahat yang dilakukan Ulum, Imam, dan Arief Susanto dalam kasus tersebut.

“Bahkan menurut pandangan kami selaku penuntut umum dari adanya keterkaitan antara barang bukti satu dengan yang lainnya menunjukan adanya bukti dan fakta hukum tentang adanya keikutsertaan dari para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk ke dalam pemufakatan jahat yang dilakukan secara diam-diam atau yang dikenal istilah sukzessive mittaterscraft,” ucap jaksa.

Hormati Praduga Tak Bersalah

Terkait fakta persidangan yang disampaikan jaksa KPK, Kemenpora meminta publik mendahulukan asas praduga tak bersalah. Kemenpora menyerahkan kasus tersebut pada proses hukum yang berlaku. Dia mengatakan Kemenpora akan taat aturan.

“Saya pikir, mohon kita hormati asas praduga tak bersalah. Jangan sampai terjadi trial by the press, biarkan terbukti. Saya yakin, pak menteri juga tak ingin bermaksud seperti itu, bermaksud melakukan permufakatan itu,” kata Sesmenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, kepada wartawan, Kamis (15/8).

“Kalau apa yang disampaikan jaksa ada permufakatan jahat saya tidak tahu. Tapi setahu saya Pak Menteri tempo hari sudah memberikan kesaksian bahwa dia mengaku tidak tahu. Itu saya yang saya ketahui dari yang disampaikan Pak Menteri. Pak Menteri kan waktu sudah menyampaikan bantahan,” tambahnya.

Sebelumnya, Mulyana dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Mulyana diyakini jaksa bersalah menerima suap dari Ending Fuad Hamidy. Sementara staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanta juga dituntut 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Adhi dan Eko diyakini jaksa bersalah menerima suap Rp 215 juta dari Ending Fuad Hamidy. Perbuatan pemberian suap yang dilakukan Hamidy bersama-sama dengan eks Bendahara KONI Johny E Awuy.

Sementara, dalam putusan terhadap Hamidy dan Johnny, hakim mengatakan kedua orang itu dinilai terbukti memberikan uang Rp 11,5 miliar kepada Ulum atau lewat staf protokoler Arif Saputra. Uang itu diserahkan secara bertahap.

“Bahwa juga Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy memberikan kepada saksi Miftahul Ulum selaku Aspri Menpora atau melalui orang suruhan staf protokoler Arif Saputra yang seluruhnya berjumlah Rp 11,5 miliar,” kata hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (20/5).

Dalam persidangan, Menpora Imam Nahrawi, Ulum, dan Arief menyatakan tidak menerima uang apa pun. Tapi keterangan saksi Kepala Bagian Keuangan KONI Eny Purnawati, Hamidy, Johnny, dan Atam telah menyebut dirinya memberikan uang kepada Ulum dan Arief.

“Maka perbuatan terdakwa dalam memberikan sejumlah uang dan barang kepada Kemenpora terdapat perbuatan terdakwa. Maka unsur memberikan hadiah atau sesuatu terpenuhi,” tutur hakim.

Hamidy sendiri dihukum 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan, sedangkan Johnny dihukum 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Mereka dinyatakan terbukti menyuap Deputi IV Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanta. Hamidy dan Johnny terbukti memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana. (mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *