91 Ribu Orang Teken Petisi Usut ‘Pengepungan Mahasiswa Papua’

Metrobatam, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil Anti Diskriminasi dan Rasialisme mengajukan petisi ‘Hentikan dan Usut Kekerasan Terhadap Mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya’ di laman change.org.

Per tanggal 28 Juli pukul 06.35 WIB sudah ada 91.313 orang yang meneken petisi dari target tanda tangan sebanyak 150.000 tanda tangan.

Dalam petisi itu, koalisi menceritakan kronologi insiden di Surabaya dan Malang pada Kamis, 15 Agustus 2019. Disebutkan koalisi mahasiswa Papua di Malang telah mengalami kekerasan dan umpatan rasis.

“Asrama mereka dibiarkan dikepung oleh kelompok tak dikenal tersebut dan beberapa mahasiswa ditangkap paksa oleh aparat,” tulis koalisi di laman tersebut.

Bacaan Lainnya

Mulanya, Front Rakyat Indonesia untuk West Papua dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) sedang melakukan aksi unjuk rasa damai menolak perjanjian New York 1962, yang menjadi dasar pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969. Namun aksi mereka diadang oleh sekelompok orang berpakaian preman.

Ditulis dalam petisi tersebut bahwa kelompok itu meneriaki mahasiswa Papua dengan nama-nama binatang, melempari helm, batu, dan menendang. Beberapa mahasiswa Papua melawan.

“Ini menyebabkan beberapa masa aksi terkena lemparan batu dan mengalami luka serius. Tak hanya itu, 13 mahasiswa Papua ditahan aparat secara paksa.”

Pada tanggal 16 Agustus 2019 Asrama Mahasiswa Papua juga dikepung oleh tentara, Satpol PP dan ormas di Surabaya. Mahasiswa Papua dituduh merusak bendera merah putih yang telah dipasang di luar pagar asrama. “Padahal tuduhan ini tidak benar adanya,” tulis Koalisi dalam petisi.

Koalisi menuntut lima poin terkait insiden mahasiswa Papua itu. Pertama, koalisi mendesak Kapolrestabes Surabaya menghentikan aksi pengepungan, kedua mendesak Kapolrestabes Surabaya membebaskan tahanan mahasiswa Papua.

Ketiga, mendesak Kapolres Malang untuk membebaskan mahasiswa Papua yang sempat ditahan. Keempat, mendesak Kapolrestabes Surabaya dan Kapolres Malang untuk menindak provokator. Terakhir mendesak Komnas HAM untuk segera menginvestigasi insiden yang terjadi.

Selanjutnya, Koalisi juga meminta agar Koordinator Lapangan (Korlap) aksi tersebut untuk ditindaklanjuti. Salah satunya disebut Koalisi ialah Korlap bernama Tri Susanti. Menurut Koalisi fakta tersebut harus ditindaklanjuti untuk mencapai keadilan.

“Di saat yang sama, Korlap Aksi Ormas di Surabaya yang saat itu berada di tempat kejadian, Tri Susanti sudah secara terbuka meminta maaf apabila ada pihak yang sempat meneriakkan rasis pada mahasiswa asal Papua saat itu,” tulis Koalisi.

“Terus dukung dan sebarkan petisi ini agar semakin banyak orang mendesak kepolisian dan Komnas HAM untuk segera mengusut dan menindak provokator dan oknum rasisme terhadap Mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.”

Minta Jokowi Tangkap Aparat Rasialis

Sementara itu sekitar seratus pemuda dan mahasiswa Papua menggelar aksi demonstrasi di sekitar Mabes TNI AD, Jakarta Pusat. Mayoritas pria yang menjadi peserta aksi demo Papua di Jakarta itu bertelanjang dada, sementara lainnya mengenakan kaus dan ikat kepala berlambang Bintang Kejora.

Mereka menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa Antirasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme itu meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) agar menangkap aparat diduga pelaku rasisme di Surabaya.

Salah satu orator aksi, Albert Mungguar, mengatakan rakyat Papua mengecam pernyataan rasis yang menyamakan mahasiswa Papua dengan binatang.

“Mengecam pihak keamanan yang berlebihan menangkap teman-teman kami di Surabaya. Pihak kepolisian, dalam hal ini Jokowi-JK menangkap oknum terlibat dalam rasis kawan-kawan kami di Surabaya. Kami menuntut itu karena kami bukan monyet, kami adalah manusia yang sama seperti kalian,” kata Albert dalam aksi di depan Mabes TNI Angkatan darat, Jakarta Pusat, Kamis (22/8).

Mereka juga meminta Kemenkominfo untuk membuka akses internet di Papua dan Papua Barat yang dilumpuhkan selama dua hari terakhir. Selain itu, pemerintah pun diminta untuk membuka akses seluas-luasnya bagi media massa nasional dan internasional.

“Agar media massa tahu apa yang sebenarnya terjadi di Tanah Papua,” ujarnya.

Semula, peserta demo mahasiswa Papua di Jakarta itu berencana melakukan aksi berjalan kaki dari Mabes TNI AD ke Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara. Namun, sekitar 500 meter jelang seberang gerbang istana atau di depan Kementerian Dalam Negeri, massa dihentika aparat gabungan TNI dan Polri.

Bahkan aksi sempat ricuh karena salah seorang aparat Brimob memaksa massa aksi masuk dalam satu barisan. Aksi massa itu berlangsung menanggapi peristiwa yang terjadi di Malang dan Surabaya pada 16 dan 17 Agustus lalu. Peristiwa di sana telah memicu aksi berujung rusuh di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat. (mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *