Kejar Pajak Google hingga Netflix, RI Bisa Raup Triliunan

Metrobatam, Jakarta – Pemerintah menyusun aturan baru untuk memungut pajak perusahaan teknologi seperti Google hingga Netflix. Aturan ini tertuang dalam Rancangan undang-undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan menjelaskan, khusus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku saat ini ialah pemungutan dan penyetoran PPN barang impor tidak berwujud dilakukan oleh konsumen dalam negeri.

Pada aturan yang baru, pemerintah akan menunjuk subjek pajak luar negeri (SPLN) seperti pedagang, penyedia jasa atau platform di luar negeri untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN. SPLN juga dapat menunjuk perwakilan di Indonesia untuk melakukan kegiatan tersebut.

Selain itu, dari kebijakan tersebut, pemerintah bisa meraup penerimaan cukup besar. Mau tahu informasi selengkapnya? Baca di sini:

Bacaan Lainnya

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan menjelaskan pada aturan yang baru, pemerintah akan menunjuk subjek pajak luar negeri (SPLN) seperti pedagang, penyedia jasa atau platform di luar negeri untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN. SPLN juga dapat menunjuk perwakilan di Indonesia untuk melakukan kegiatan tersebut.

“Sekarang ini sangat sulit mengenakan pajak misalnya ada konsumsi jasa yang menyediakan jasa berasal dari luar negeri, tidak ada di sini sama sekali. Sekarang dimungkinkan. Sekarang kita kesulitan memungut PPN jasa tersebut, jasa tersebut jasa kena pajak,” terangnya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta, Kamis (5/9/2019).

“Contohnya Netflix, Netflix nggak ada di Indonesia fine kalau ada konsumsi jasa Netflix di Indonesia, nanti kita punya hak, berdasarkan ketentuan kami kena pajak dan PPN yang disetorkan karena konsumsinya terjadi. Kecuali dia punya perwakilan di sini,” sambungnya.

Dia melanjutkan, pemerintah juga menyiapkan strategi untuk memungut Pajak Penghasilan (PPh) terhadap transaksi yang terjadi di Indonesia oleh SPLN yang tidak berwujud atau physical presence di Indonesia.

Robert bilang, pada aturan yang baru pemerintah akan memperluas cakupan Badan Usaha Tetap (BUT) tidak hanya berdasarkan wujudnya kehadiran ekonominya atau economic presence.

“Untuk pajak penghasilannya, kita mencoba mendefinisikan BUT melampaui physical presense sambil menunggu solusi G20. Tapi definisi BUT mencakup economic presence. Tarif PPh semua sama,” terang Robert.

Jasa Barang Tak Berwujud

Lantas, berapa setoran pajak yang bisa diraih pemerintah dari kebijakan tersebut? Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan menjelaskan potensi penerimaan pajak bisa dihitung dari total konsumsi jasa dan barang tak berwujud dari industri-industri digital tersebut. Misalnya, ketika seseorang berlangganan Netflix, nantinya pajak yang dikenakan berasal dari total konsumsinya (bisa per bulan).

Robert menjelaskan, jumlah konsumsi jasa dan barang tak berwujud dari Google Cs setiap tahun mengalami peningkatan. Pada 2018, tercatat total konsumsi barang tak berwujud dan jasa dari luar negeri mencapai Rp 93 triliun. Berdasarkan riset Google-Temasek, pada tahun 2025 konsumsinya akan meningkat Rp 270 triliun.

Maka, pajak yang dikenakan ia mencontohkan seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%. Sehingga, dari Rp 270 triliun, potensi penerimaan pajak Indonesia sekitar Rp 27 triliun.

“Total consumption dan jasa tak berwujud 2018 adalah Rp 93 triliun. Jadi konsumsi jasa luar negeri dan barang tak berwujud estimasinya Rp 93 triliun. Kalau 2025 studi Temasek dan Google konsumsi jasa dan berasal dari luar negeri Rp 270 triliun. Sehingga PPn Rp 27 triliun,” kata Robert.

Namun, Robert mengatakan, rencana ini masih dimatangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian. RUU tersebut akan menetapkan perluasan definisi dari Badan Usaha Tetap atau BUT yang selama ini dinilai mempersulit pemberlakuan pajak terhadap Google Cs.

“Kalau dari luar negeri tiba-tiba tidak bayar itu kan tidak level of playing field. Memang PPN kan mengatur konsumsi obyek. Sekarang kita definisikan BUT melampaui physical presence sambil menunggu solusi G20, tapi kita jalankan bertahap,” ucapnya.

Selain Google Cs, pemerintah juga berencana mengenakan pajak terhadap pembuat konten atau pengiklan di sosial media, yang berupa PPN 10%. (mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *