Ahli Sindir Kelihaian Kuasa Hukum Setnov di Praperadilan

Metrobatam, Jakarta – Ahli hukum pidana dari Universitas Padjadjaran Komariah Emong menyindir kuasa hukum Setya Novanto yang ia sebut lihai dalam memutar pertanyaan terkait penetapan tersangka Setnov oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sindiran itu dikemukakan oleh Komariah saat menjawab pertanyaan kuasa hukum Setnov, Agus Trianto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/12).

Awalnya Agus bertanya kapan penegak hukum menetapkan seorang sebagai tersangka, apakah saat proses penyelidikan, penyidikan atau setelah penyidikan.

Ia juga bertanya bagaimana penegak hukum menetapkan status tersangka, padahal belum memeriksa orang yang akan menjadi tersangka.

Bacaan Lainnya

“Ketika dipanggil (tidak hadir) dengan alasan yang saya pikir semua orang katakan itu alasan yang dibuat-buat, sudahlah penyidik tetap bergerak dan semua hasilnya pro justicia,” kata Komariah.

Ia lalu menjelaskan bahwa penetapan tersangka bisa dilakukan penegak hukum bila menemukan bukti yang cukup dan tidak bergantung pada proses penyelidikan atau penyidikan. Menurutnya, penegak hukum juga bisa menetapkan seorang tersangka sesuai dengan kepentingan penegakan hukum.

Agus kembali bertanya mengenai penetapan tersangka, ia meminta Komariah menjelaskan pasal yang menyatakan penetapan tersangka tidak bergantung proses. Komariah merasa tak perlu menjawab karena sudah dijelaskan tadi, seraya menyebut bahwa Agus hanya berputar di pertanyaan yang sama.

Agus membantah ketika dinilai hanya berputar dipertanyaan yang sama dan tetap menagih jawaban Komariah. Sementara Komariah tidak menjawab.

“Tadi ahli bilang penetapan tersangka tergantung kepentingan penegakan hukum. Itu ketentuan atau ada norma yang mengatur?,” tanya Agus.

“Sekarang advokat, pengacara lihai sekali untuk berkelit dari persoalan. Memang sekarang (KUHAP) harus ditafsirkan, (penetapan tersangka) secara logis adalah tergantung kepentingan penegak hukum,” sindir Komariah.

Sidang praperadilan memang membahas penetapan tersangka Setnov. Menurut tim kuasa hukum, penetapan tersangka Setnov tidak sah karena dilakukan saat penyidikan, bukan setelah penyidikan. Alasan lain dari dari tim kuasa hukum adalah karena Setnov tidak pernah diperiksa KPK.

Sementara itu, ahli pidana dan acara pidana dari Universitas Sumatera Utara Mahmud Mulyadi menyatakan KPK bisa menetapkan seorang tersangka di awal penyidikan dan bisa dilakukan selama sudah ditemukan minimal dua bukti.

“KPK menemukan dua alat bukti permulaan itu di penyelidikan. Setelah ada bukti bisa menetapkan tersangka di awal penyidikan,” kata Mahmud

Penjelasan Mahmud mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasal 44 dalam UU KPK menjelaskan tahap penyelidikan untuk menemukan dua alat bukti.

Mahmud mengatakan UU KPK berbeda dengan KUHAP yang juga menjelaskan kapan bukti dikumpulkan. Pasal 1 angka 2 KUHAP menjelaskan pengumpulan bukti dilakukan saat tahap penyidikan.

Mahmud juga mengatakan bahwa KPK bisa menetapkan orang tersangka tanpa memeriksa orang yang akan menjadi tersangka. Menurutnya selama ini tidak aturan yang mewajibkan memeriksa seorang sebelum ditetapkan tersangka.

Dalam sidang praperadilan itu, hakim tunggal Kusno juga meminta KPK membuktikan bahwa sidang perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Setnov, bisa dimulai besok (13/12) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Pernyataan tersebut ia sampaikan tepat sebelum menutup sidang hari ini. “Saya minta bukti konkret bahwa perkara itu betul-betul disidangkan. Bagaimana caranya saya enggak tahu,” ujar Kusno.

Kata Kusno, kepastian sidang perdana perkara menjadi sangat penting karena berpengaruh pada praperadilan. Praperadilan akan gugur bila sidang perdana pokok perkara berlangsung.

Hal itu dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 82 huruf d yang diubah pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 102/PUU-XIII/2015.

Sementara itu, kuasa hukum Setnov yang lain, Ketut Mulya Arsana hanya menjawab singkat ketika awak media bertanya mengenai kemungkinan praperadilan akan gugur. “Apapun putusan beliau akan kami hormati dan kami ikuti,” ujar Ketut. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait