Alumni 212 Dinilai Ingin Merebut Kekuasaan Demi Negara Islam

Metrobatam, Jakarta – Direktur Lembaga Pemilih Indonesia Boni Hargens menilai massa yang tergabung dalam Alumni 212 merupakan kelompok politis berkuatan radikal. Mereka dianggap ingin merebut kekuasaan demi mendirikan negara Islam.

Menurut Boni, motif itu tampak dari penyelenggaran reuni Alumni 212 di lapangan Monumen Nasional pada 2 Desember lalu.

“Reuni 212 belum lama ini adalah pengelompokkan politik yang terang-benderang,” ujar Boni dalam diskusi bertajuk Ke mana Arah Politik Kelompok Radikal di Pilpres 2019 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (13/12).

“Kelihatan motif mereka ingin merebut kekuasaan untuk selanjutnya mengubah konstitusi dan mendirikan negara agama yang hari ini berkedok NKRI Syariah,” ucap Boni.

Bacaan Lainnya

Boni menyebut ada indikasi lain bahwa Alumni 212 merupakan kelompok politis radikal. Mereka kini tidak sungkan menggunakan kata kafir, anti-Islam, dan anti-PKI.

Kata-kata tersebut, menurut Boni, diteriakkan untuk menyudutkan Jokowi dan partai-partai pendukungnya. Menurut Boni, hal itu termasuk wujud kampanye hitam terhadap pemerintahan Jokowi.

“Lalu diam-diam membangun sentimen konflik dengan memakai istilah pribumi dan NKRI Syariah,” ujar Boni.

Boni menyebut Alumni 212 bukan kelompok mayoritas di Indonesia. Mereka hanya kelompok minoritas yang pengaruhnya dianggap mengganggu masyarakat.

Boni merasa aneh dengan sikap kalangan mayoritas yang memilih diam. Menurut Boni, hal itu justru menguntungkan Alumni 212. “Itulah yang menyebabkan minoritas garis keras tampak kuat, membahayakan dan makin politis,” ujar Boni.

Boni berharap masyarakat tidak hanya bersikap diam menanggapi isu radikalisme yang dapat mengancam Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Politik bernuansa radikal harus dikikis sedini mungkin agar tidak terjadi pada pilkada serentak 2018 dan pilpres 2019 mendatang.

“Itu tugas kelas menengah tugas kita semua untuk memperkuat masyarakat sipil dalam demokrasi ini,” ujar Boni.

Pertarungan Jokowi dengan Kelompok Radikal

Terkait pilpres 2019, Boni memetakan, kelompok radikalisme di Indonesia bakal bersatu melawan petahana, Joko Widodo (Jokowi) di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

“Jadi, Pilpres 2019 nanti menjadi pertarungan antara Jokowi dengan kelompok radikalisme,” ujar Boni dalam dalam sebuah diskusi di Hotel Aryaduta Semanggi, Jakarta Selatan, Rabu (13/12).

Karena jumlahnya yang masih kecil, Boni memprediksi kelompok radikalisme ini akan dirangkul oleh kelompok agama-politik yang cenderung bersifat pragmatis, seperti partai politik.

Selain itu, Boni juga menilai bergabungnya kekuatan kelompok radikal dan partai politik ini tersebut cenderung akan menggunakan isu-isu irasional untuk menggerus kepercayaan publik terhadap Jokowi sebagai lawannya di Pilpres 2019.

“Kalau terhadap Jokowi, dibilang PKI-lah, anti-Islam dan isu-isu lain yang irasional. Dia tidak berteriak soal kinerja, dia tidak berbicara tentang apa yang sudah dikerjakan Jokowi,” ujar Boni.

Boni khawatir 60 persen masyarakat Indonesia yang tak memahami politik yang baik akan terpengaruh kelompok ini. Pasalnya, belajar dari Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, Boni mengatakan, memang rakyat Indonesia sudah cerdas untuk memilih sosok untuk jadi pemimpinnya.

Namun, sosok yang dipilih itu akan dipengaruhi oleh isu-isu tertentu yang sedang ramai diperbincangkan masyarakat. Yang lebih berbahaya, tegas Boni isu, tersebut bisa mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia.

“Kebetulan Jokowi masih kuat. Prinsip-prinsip kerakyatan dan lain-lain masih ada pada dirinya,” pungkasnya. (mb/okezone)

Pos terkait