Bawaslu Soal #2019GantiPresiden: Yang Tidak Boleh Itu Kudeta

Metrobatam, Jakarta – Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menyatakan pihaknya tidak mempermasalahkan gerakan #2019GantiPresiden yang mewabah di sebagian masyarakat belakangan ini. Menurut Rahmat, hal itu sah-saja dilakukan.

“Yang tidak boleh, kan, kudeta dan gerakan bersenjata. Itu enggak boleh,” katanya di kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (10/4).

Menurut Rahmat, #2019GantiPresiden tidak tergolong kegiatan kampanye meski dilontarkan pertama kali oleh pejabat salah satu partai politik.

Dia juga menilai hal itu bukan bentuk langkah mencuri start kampanye oleh salah satu partai politik. Alasannya, karena saat ini belum ada pasangan calon presiden yang berkontestasi.

Bacaan Lainnya

Dengan demikian, kata dia, #2019GantiPresiden boleh dilakukan meski saat ini belum memasuki masa kampanye pilpres 2019 yang baru akan dimulai pada September hingga April 2019 mendatang. “Itu kebebasan berekspresi,” ujar Rahmat.

Menurut Rahmat, justru tidak adil jika #2019GantiPresiden tidak diperbolehkan. Sementara di sisi lain, ada kelompok lain seperti dari kader Golkar membentuk kelompok relawan pendukung Jokowi bernama Golkar Jokowi atau Gojo.

Rahmat menilai #2019GantiPresiden yang digulirkan PKS sama dengan Gojo bentukan Golkar. Dua-duanya tidak termasuk pelanggaran kampanye. “Ini enggak masalah. Menurut kami enggak masalah,” ucapnya.

“PKS punya perspektif soal presiden siapa di 2019, ya silahkan, atau Golkar dan PDIP ada Gojo, silahkan saja,” kata Rahmat.

Gerakan #2019GantiPresiden dicetuskan oleh politikus PKS Mardani Ali Sera. Sebagian masyarakat lalu menyambutnya dengan turut mengenakan atribut seperti kaos dan gelang bertuliskan #2019GantiPresiden.

Bukan Aspirasi Rakyat

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut gerakan #2019GantiPresiden bukanlah aspirasi masyarakat, melainkan manuver politik. Hasto menilai gerkaan tersebut muncul karena elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tinggi di Pemilihan Presiden 2019 mendatang.

Survei Polcomm Institute menyebut elektabilitas Jokowi sebesar 49,08 persen. Di sisi lain, survei Populi Center pada bulan lalu menyebut elektabilitas Jokowi hingga 64,3 persen.

“Saya tidak melihat itu sebagai sebuah aspirasi. Saya melihatnya sebagai sebuah manuver politik karena elektabilitas Pak Jokowi yang tinggi,” kata Hasto di DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jakarta, Selasa (10/4).

Hasto berpendapat gerakan tagar yang ramai di media sosial itu muncul dari pihak yang merasa tidak mampu menyaingi Jokowi.

“Kepemimpinan Pak Jokowi itu di tengah rakyat. Itu [#2019GantiPresiden] sebagai manuver politik karena mereka tidak bisa melakukan,” lanjut Hasto.

Sebelumnya, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyatakan gerakan #2019GantiPresiden merupakan antitesis gerakan ‘Dua Periode’ Joko Widodo menjadi Presiden.

Gerakan yang digulirkan lewat media sosial ini diklaim legal dan konstitusional. “Jadi gerakan #2019GantiPresiden merupakan antitesis dari gerakan yang sudah bergulir, yaitu ‘Dua Periode’ untuk Pak Jokowi,” ujar Mardani dalam keterangan tertulis, Rabu (4/4).

Mardani menjelaskan gerakan #2019GantiPresiden merupakan bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam memilih presiden yang terbaik. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait