Bibit-bibit Golkar Pecah Lagi

Metrobatam, Jakarta – Pengurus-pengurus DPP Partai Golkar boleh saja terus menggaungkan partainya tetap solid setelah ketum mereka, Setya Novanto, ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. Tapi nyatanya, riak-riak perpecahan itu ada.

Riak-riak perpecahan itu timbul setelah sekelompok kader muda Golkar yang menamakan dirinya Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) bermanuver meminta Novanto dilengserkan dari posisi ketum. Isi dari GMPG ini memang bukan pengurus-pengurus inti Partai Golkar, namun manuver-manuver yang mereka lakukan tetap bisa dibilang mengganggu konsolidasi Golkar.

Di satu hari, para penolak Novanto itu menemui Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tandjung meminta suksesi, di hari lain mereka membawa sapu lidi ke kantor DPP sebagai simbol bersih-bersih partai. Mereka merongrong Novanto yang memilih bertahan di kursinya.

“Kondisi terakhir saudara Setya Novanto menjadi tersangka, tentu ini sangat membuat dampak negatif terhadap citra Partai Golkar,” kata Ahmad Doli Kurnia, motor GMPG, saat mengadu ke Akbar Tandjung, pada Minggu 23 Juli 2017 lalu.

Bacaan Lainnya

“Kami juga menyampaikan ini kepada dewan kehormatan agar bisa disikapi. Cukup diherankan juga dewan dewan ini seperti memberikan dukungan beramai ramai, DPP, kemudian dewan pembina, dewan pakar yang seolah-olah mengesankan bahwa tidak terjadi apa-apa dan korupsi itu seperti biasa biasa saja,” ujar Doli mengeluh saat itu.

Doli menemui Akbar bersama Sirajuddin Abdul Wahab, Mirwan Vauly, Samsul Hidayat, Syamsul Rizal, Almanzo Bonara, Ahmad Andi Bahri, Riska Puja Putra, dan Arif Rahman. Mereka diterima dengan baik oleh Akbar.

“Itu (Novanto tersangka -red) akan memiliki dampak yang luas karena dia simbol Partai Golkar dan simbol institusi resmi lembaga kenegaraan kita yaitu DPR RI dan kita ketahui posisi DPR dalam ketatanegaraan kita secara formal memang memiliki fungsi pembuatan UU, fungsi dalam budgeting dan fungsi pengawasan terutama terhadap pemerintah dalam menjalankan berbagai program-program sebagai tindak lanjut UU,” kata Akbar menanggapi aduan Doli dkk.

Usai pertemuan, Doli kembali bicara. Dia mengibaratkan Golkar seperti bus yang dikemudikan menuju jurang oleh Novanto.

“Kalau diilustrasikan, Pak Novanto ini seperti sopir yang sedang membawa bus, yang minta semua orang Golkar masuk ke bus itu, kemudian bus itu dibawa ke jurang,” kata Doli.

Gerakan-gerakan yang digalang Doli bisa jadi makin masif, karena mereka tak berhenti bermanuver. Bibit-bibit perpecahan bisa berkembang.

Kondisi Golkar saat ini mengingatkan pada kenangan pahit perpecahan hebat Golkar yang dimulai di penghujung tahun 2014 lalu. Saat itu, Golkar pecah jadi dua kubu, pendukung Aburizal Bakrie (Ical) ingin bos Bakrie Group itu terus memimpin partai. Sementara kubu yang dipimpin Agung Laksono ingin suksesi, karena Ical dianggap gagal memimpin Golkar di Pemilu 2014.

Perpecahan saat itu begitu hebat. Kubu Ical membuat musyawarah nasional (munas), kubu Agung menandingi. Kedua kubu juga bertarung cukup lama di pengadilan, memperebutkan pengesahan kepengurusan masing-masing. Kedua kubu akhirnya bisa direkatkan lagi setelah digelar munas luar biasa (Munaslub) yang menghasilkan Novanto menjadi ketum Golkar.

Kondisi awal mula perpecahan saat itu dengan yang terjadi sekarang memang cukup berbeda. Saat itu pengurus-pengurus Golkar daerah solid menyatakan setia kepada Ical, namun pengurus DPP terbelah. Saat ini, seperti yang disampaikan Doli, baik DPP ataupun pengurus daerah masih menyatakan setia kepada Novanto, hanya GMPG yang bermanuver menyerukan suksesi.

DPP Golkar bukan tak melakukan antisipasi terhadap manuver GMPG. Sesepuh Golkar sudah ditemui, dari mulai Akbar Tandjung hingga Habibie. Hasilnya, menurut DPP, dukungan untuk Novanto sebagai ketum tetap terjaga.

Nurdin mengatakan Habibie meminta para kader terus memberikan dukungan. Para kader pun diharapkan tidak memberikan aspirasi berbeda dengan keputusan yang telah diambil oleh partai terkait posisi Novanto sebagai Ketum Partai Golkar.

“(Pak Habibie) meminta kepada seluruh kader partai jangan ada yang berpendapat tidak berdasarkan pada fakta dan jangan ada yang berpendapat yang tidak menguntungkan produktivitas partai,” kata Ketua Harian Golkar Nurdin Halid usai DPP Golkar menemui Presiden RI ke-3 itu di Jalan Patra Kuningan XIII, Jakarta Selatan, Senin (24/7).

Usai pertemuan itu, Akbar Tandjung yang juga ikut berubah sikap jadi mendukung Novanto. Jika sehari sebelumnya Akbar menyatakan kekhawatirannya Golkar tak bisa menembus parliamentary threshold karena status Novanto, Akbar kemudian jadi mendukung Novanto melakukan praperadilan terhadap status tersangka.

Sesepuh Golkar lainnya, Wapres Jusuf Kalla ikut berbicara soal Novanto. JK ingin ada perbaikan di Golkar setelah Novanto ditetapkan sebagai tersangka. Meski JK tak merinci perbaikan seperti apa yang dimaksudnya.

“Banyak teman-teman Golkar yang berbicara, datang ke saya untuk minta pendapat, pandangan-pandangan. Tapi bagi saya, ini sudah urusan DPP, tentu DPD masing-masing. Memang tentu apabila ketum-nya tersangka ya ada langkah-langkah perbaikan,” kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (25/7).

Satu tokoh yang masih ditunggu arah pergerakannya adalah Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai. Yorrys, pada perpecahan 2014 lalu memiliki peranan penting. Dia yang merebut kantor DPP Golkar dari Ical. Lalu Yorrys juga yang mengusir kubu Agung Laksono dari kantor DPP Golkar setelah mereka tak lagi satu kubu.

Saat itu Yorrys berubah haluan ke kubu Ical setelah mendekat ke Novanto. Namun setelah kasus e-KTP mencuat baru-baru ini, Yorrys juga yang duluan menyatakan kekhawatiran posisi Novanto akan memperburuk citra partai. Jika Yorrys berada di kubu GMPG, maka bisa jadi bibit perpecahan itu kian berkembang, namun lain cerita jika dia setia kepada Novanto, bisa jadi bibit itu layu sebelum berkembang.

Akankah Golkar pecah lagi? Atau tetap solid mendukung Novanto menghadapi kasusnya?(mb/detik)

Pos terkait