BPN Prabowo: Keluarga Korban Aktivis Dimanfaatkan Tim Jokowi

Metrobatam, Jakarta – Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade menyebut keluarga korban aktivis yang diculik pada 1998 telah dimanfaatkan oleh kubu Joko Widodo untuk kepentingan Pilpres 2019.

“Menurut saya mereka dimanfaatkan oleh kelompok pak Jokowi yang takut kalah,” kata Andre dalam program Layar Pemilu Terpercaya di CNN Indonesia TV, Rabu (13/3) malam.

Ada beberapa hal yang menurut Andre membuat isu HAM kembali muncul. Pertama, kata Andre, Jokowi sudah kalah di survei.

Andre tak menyebut lembaga survei yang memenangkan Prabowo. Dia hanya melanjutkan ucapannya dengan mengatakan bahwa acara yang diadakan Jokowi sepi pendukung. Sebaliknya, acara Prabowo selalu ramai.

Bacaan Lainnya

Faktor kedua adalah Jokowi disebutnya telah menggunakan semua jurus-jurusnya namun tetap gagal mendongkrak survei.

“Seluruh ilmu sudah dimainkan oleh Pak Jokowi, tapi ternyata survei tetap decline, anjlok. Pak Prabowo unggul. Mulai pura-pura kembali dekat dengan rakyat. Ilmu kanuragan tertinggi Pak Jokowi itu sudah dikeluarkan. Pura-pura dekat dengan rakyat dengan naik KRL ternyata juga tidak reborn,” ujar Andre.

Kemudian, Andre melanjutkan, isu tanah milik Prabowo yang dimainkan juga disebutnya gagal. Selain itu ada isu kemarahan Prabowo di Cianjur yang bernasib sama.

“Lalu diputuskanlah kasus kaset rusak diulang kembali untuk kepentingan pilpres,” kata Andre.

“Ini menarik sebenarnya. Dulu 2014 Agum Gumelar juga sudah konferensi pers, Wiranto juga sudah konferensi pers khusus itu untuk menyerang Pak Prabowo. Jadi yang disampaikan Agum Gumelar itu tidak ada hal yang baru,” katanya menambahkan.

Adapun keluarga korban, kata Andre, sudah sejak 2014 meneriakkan soal pelanggaran HAM. Selain itu Andre menyebut para keluarga korban ini juga sudah memutuskan mendukung Jokowi saat 2014.

Kata Andre, seharusnya keluarga korban menanyakan langsung ke Presiden Jokowi kerja yang dilakukan dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM. Terlebih, Jokowi sudah berjanji menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti termuat di Nawacita bidang hukum.

“Tanya Jokowi ngapain aja empat tahun ini jadi presiden. Jangan sekarang kalah survei, tidak ingin kekuasaan hilang digoreng,” ujar dia.

Wahyu Susilo, adik aktivisi Wiji Thukul yang dihilangkan pada 1998 membantah telah dimanfaatkan. Dia berkata keluarga korban telah lama berjuang menuntut penyelesaian. Dia juga mengklaim telah mengkritik pemerintah agar segera menuntaskan kasus ini.

Meski demikian Wahyu tak memungkiri pihaknya memanfaatkan setiap momentum dalam memperjuangkan penyelesaian kasus penculikan aktivis 1998. Termasuk juga momentum Pilpres 2019.

“Setiap momentum seperti tadi saya katakan akan selalu kami pakai. Bukan hanya soal pilpres, soal pemilhan Indonesia sebagai anggota Dewan HAM dan beberapa momentum yang lain karena bagaimanapun juga perjuangan keadilan tak hanya melalui jalur hukum. Melalui berbagai cara juga itu harus dilakukan,” kata Wahyu.

Isu kasus penculikan aktivis 98 kembali ramai disorot setelah muncul pengakuan dari mantan anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Agum Gumelar.

Dalam sebuah diskusi, Agum menyebut Prabowo diberhentikan dari dinas militer karena terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM. Itu berdasarkan hasil penyelidikan DKP selama satu bulan.

Agum juga mengaku mengetahui secara detail bagaimana korban penghilangan itu dibunuh dan dibuang.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Arsul Sani mengaku pihaknya tidak pernah meminta Agum Gumelar untuk bicara soal kejadian pada 1998.

Arsul mengatakan pihaknya tidak terkait dengan pernyataan Agum tersebut. Terlebih, kata Arsul, Agum bukan merupakan bagian dari TKN Jokowi-Ma’ruf. Arsul menerjemahkan pernyataan Agum sebagai mantan petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

“TKN tidak pernah meminta beliau untuk bicara seperti itu atau untuk menyampaikan apapun yang sifatnya negatif terkait dengan Prabowo. Itu tidak ada sama sekali dari TKN,” kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/3). (mb/cnn indonesia)

Pos terkait