BWS Harap Tak Ada Aktivitas di Sekitar Bendungan Sei Harapan, Sei Ladi, dan Nongsa

Kepala BWS Sumatera IV, Ismail Widadi dalam Sosialisasi Rencana Tindak Darurat (RTD) Bendungan Sei Harapan, Sei Ladi, dan Nongsa di Hotel Best Western Premier Panbil, Selasa (22/1). (Foto : MCBatam)

Metrobatam.com, Batam – Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera IV berharap pemangku kebijakan menegakkan kembali penataan ruang, khususnya di sekitar bendungan. Harapan ini disampaikan Kepala BWS Sumatera IV, Ismail Widadi dalam Sosialisasi Rencana Tindak Darurat (RTD) Bendungan Sei Harapan, Sei Ladi, dan Nongsa di Hotel Best Western Premier Panbil, Selasa (22/1).

“Peraturan Menteri bicara tentang sempadan. Berapa meter orang boleh beraktivitas di sekitar bendungan. Minimal 50 meter. Tapi apa yang terjadi pada bendungan-bendungan kita. Semakin lama semakin menuju tempat bahaya. Karena itu kepada yang hadir, kami gugah kesadaran kita. Tegakkan kembali penataan ruang,” tutur Ismail.

Ia mengatakan saat ini kondisi bendungan Sei Harapan, Sei Ladi, dan Nongsa masih relatif penuh. Rata-rata terisi sekitar 60-70 persen dari daya tampung. Bendungan Sei Harapan masih terisi 2,4 juta meter kubik air, Sei Ladi 10,4 juta meter kubik, dan Nongsa 0,9 juta meter kubik.

“Seberapapun kita waspada, kalau kita tinggalnya sudah di daerah yang berbahaya, di sekitar bendungan, bahaya itu mengancam setiap saat. Kalau bendungan enggak ambrol, limpasannya pun mungkin bisa berdampak,” sebutnya.

Bacaan Lainnya

Ismail menjelaskan, para ahli setidaknya harus yakin lima poin keamanan ketika membangun bendungan. Yakni badan bendungan aman dari retak, aman dari berguling, tidak bocor dengan toleransi sangat kecil untuk rembes, tak boleh merusak lantainya, dan material yang dibawa tak boleh merusak sekitar.

Karena itu dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat disebutkan dalam membangun bendungan terdapat beberapa hal yang harus dilengkapi. Di antaranya ada manual atau petunjuk operasional, dan ada RTD. Supaya bila suatu saat ada kejadian bendungan rusak, sudah tahu tindakannya.

“Pada 2009, bendungan di Tangerang ambruk. Bendungannya memang dibangun di zaman Belanda. Tapi kelengkapannya ada yang hilang, dan informasi tak diteruskan. Jadi RTD itu perlu untuk mengantisipasi kalau ada tanda-tanda bendungan akan rusak, informasi harus diteruskan ke siapa, terus apa tindak lanjutnya,” kata dia.

Atas dasar itulah BWS juga menyusun Nota Kesepakatan antara tiga unsur utama RTD bendungan. Yakni BP Batam selaku pemilik bendungan, Pemko Batam yang menguasai informasi dan masyarakat terdampak, serta BWS sebagai pihak yang menyiapkan.

Sekretaris Daerah Kota Batam, Jefridin mewakili Walikota Batam menyampaikan pada prinsipnya Pemko Batam sangat mendukung kegiatan sosialisasi RTD ini. Menurutnya sosialisasi ini penting. Karena itu, ia berpesan kepada peserta sosialisasi, khususnya dari Pemko Batam untuk mengikuti kegiatan dengan baik.

“Bendungan ini sumber satu-satunya air bersih kita. Ketika bermasalah, akan jadi persoalan. Pada prinsipnya Pemko sangat mendukung dan apresiasi. Mudah-mudahan kita dapat memahami dan melaksanakan sesuai tupoksi kita masing-masing,” kata Jefridin.

Seperti masalah penduduk di sekitar bendungan, akan menjadi tanggung jawab Pemko Batam. Karena di sekitar tiga bendungan ini cukup banyak permukiman warga.

“Sei Harapan, penduduk banyak di sana. Sei Ladi kalau jebol, UIB dan sekitarnya bisa kena. Kalau Nongsa mungkin lebih banyak. Karena itu BWS akan sosialisasikan. Ketika ada kejadian apa yang harus dilakukan dan sebelumnya apa yang harus dilakukan,” tuturnya.(mcb)

Pos terkait