Di Mana Para Jihadis Eropa yang Lari dari Suriah dan Irak?

Berlin – Setelah ISIS dipukul mundur di Irak dan Suriah, banyak jihadis yang melarikan diri. Sebagian tetap berada di kawasan Timur Tengah, yang lain kembali ke Eropa. Para ahli antiteror khawatir.

Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson beberapa waktu lalu mengatakan, para jihadis Inggris yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah jangan sampai kembali ke Inggris lagi. Segala sesuatu akan dilakukan, untuk mencegah mereka kembali ke Inggris, tandasnya.

“Kita akan mendesak mereka sampai cerai berai di sekitar Irak dan Suriah. Dan kita akan memburu mereka di sana. Seorang teroris yang tewas tidak bisa lagi melakukan serangan di Inggris”, kata Gavin Williamson.

Sejak beberapa minggu terakhir, para ahli antiteror Eropa memang berusaha keras mendeteksi kepulangan para jihadis dari Irak dan Suriah. Karena mereka dikhawatirkan akan merancang aksi teror di negaranya masing-masing. Irak dan Suriah sudah menyatakan bahwa perang terhadap ISIS tekah berakhir. Kota-kota yang mereka kuasai berhasil direbut satu-persatu.

Bacaan Lainnya

“Pembebasan Deir el Zor menandakan eliminasi menyeluruh organisasi teror ISIS”, demikian diumumkan Kementerian Pertahanan Suriah. Selanjutnya disebutkan: “Dengan kekalahan ini, ISIS kehilangan kemampuan mengkoordinasi operasi teror yang dilaksanakan sel-selnya. Kelompok-kelompok kecil ISIS sekarang terisolasi dan terkepung di beberapa daerah pedesaan dan di luar kota.”

Sedangkan Kementerian Pertahanan Irak mengumumkan kepada para relawan ISIS yang masih bersembunyi, mereka hanya punya dua opsi: “Mati (dalam perang) atau menyerah secara gagah kepada pasukan Irak”.

Amerika Serikat sengaja biarkan ISIS lolos?

Namun hingga saat ini, tidak ada yang tahu pasti berapa banyak dan ke mana para relawan ISIS melarikan diri. Bahkan seorang mantan komantan pasukan pemberontak Suriah, Talal Silo, minggu lalu membuat pernyataan mengejutkan. Dia mengatakan, setelah perebutan kota Raqqa pertengahan November lalu,

“Ribuan relawan ISIS dibolehkan meninggalkan kota itu”. Menurut Talal Silo, Amerika Serikat dalam sebuah pesan rahasia menyepakati hal itu. Militer AS langsung membantah pernyataan itu dan mengatakan, tidak ada kesepakatan dengan teroris. Apa yang dikatakan Talal Silo semuanya “tidak benar dan hanya karangan”.

Menurut berita BBC yang mengutip seorang sopir yang bergabung dengan konvoi ISIS, ketika itu memang ada konvoi sepanjang 7 kilometer, terdiri dari sekitar 50 truk, 13 bis dan sekitar 100 mobil ISIS yang mengangkut relawan dan munisi. Tidak diketahui mereka sekarang berada di mana. Pemerintah Turki khawatir, banyak relawan ISIS yang mencoba lari ke Turki.

Kyle Orten dari Henry Jackson Society mengatakan, besar kemungkinan banyak relawan ISIS yang pergi ke Afghanistan. “Sangat mungkin, para jihadis ISIS asal Inggris yang ke Suriah dan Irak sekarang pergi ke Afghanistan”. Menurut sumber-sumber di Afghanistan, saat ini banyak jihadis asal Perancis yang datang ke negara itu.

Aparat keamanan di Eropa sudah mempersiapkan diri menghadapi kepulangan para jihadis dari Irak dan Suriah. Dinas rahasia Inggris MI5 menyatakan, potensi serangan teror akan “meningkat secara dramatis”.

“Ancamannya multidimensional, berkembang sangat cepat dalam skala yang belum pernah kita alami”, kata Direktur MI5 Andrew Parker. Ini situasi berbahaya yang sulit diantisipasi, tambahnya. Selanjutnya dia mengatakan, ancaman saat ini makin beragam.

“Beberapa rencana (serangan teror) dikembangkan di Inggris, yang lain dikoordinasi dari luar negeri. Beberapa rencana sangat kompleks, yang lain hanya berupa serangan dengan senjata tajam. Beberapa serangan direncanakan jangka panjang, yang lain dilakukan secara spontan. Pelakunya adalah ekstremis dari segala usia, berasal dari bermacam golongan sosial, lelaki maupun perempuan. Mereka disatukan oleh ideologi beracun yang menjanjikan kemenangan,” kata Andrew Parker.

Jerman juga mengantisipasi ancaman baru ini. Yang terutama disorot saat ini adalah jihadis remaja, yang dulu dibawa orangtuanya ke Irak dan Suriah. “Kami melihat bahaya, bahwa anak-anak para jihadis menjalani sosialisasi dan indoktrinasi para ekstremis dan sekarang kembali ke Jerman”, kata Hans-Georg Maaßen, Direktur Dinas Rahasia Jerman Verfassungsschutz.

Menurut Verfassungsschutz ada sekitar 950 jihadis Jerman yang berangkat ke Irak dan Suriah, 25 persen dari mereka adalah perempuan dan remaja maupun anak-anak. Verfassungsschutz menerangkan, saat ini 1870 ekstremis di Jerman, yang berpotensi melakukan kekerasan. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait