Diplomasi Kedai Kopi, Cara Sani Membangun Komunikasi

Banyak cara dilakukan orang untuk bisa mendapatkan ide-ide besar untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ada orang yang lebih suka mencari tempat yang sunyi, kemudian menyendiri. Ada juga orang yang lebih suka berbaur dengan banyak orang, sambil ditemani secangkir kopi dan ngobrol kesana kemari, serta berbagai cara lainnya.

Termasuk almarhum Gubernur Provinsi Kepualauan Riau (Kepri) Muhammad Sani, dia mempunyai cara tersendiri dalam memunculkan ide-ide besarnya. Dia menyadari, ide-ide besar itu sangat diperlukan untuk memajukan bumi Kepri supaya tidak tertinggal dari daerah lain. Dan sebagai orang yang dilahirkan di tanah Melayu, tepatnya di Kampung Parit Mangkil, Sungai Ungar, Kundur, Karimun, Sani sangat tahu persis langkah yang paling tepat yang harus dilakukannya.

Nongkrong di kedai kopi sambil ngobrol kesana kemari, yang awalnya tidak ada tofik khusus dalam obrolan bersama tersebut, dipilih Sani sebagai bagian dari “gaya” diplomasinya. Semasa menjabat sebagai Camat Bintan Timur pada tahun 1980-1982, Sani kerap nongkrong-nongkrong di kedai kopi dalam usahanya untuk menyerap aspirasi masyarakat.

Kongkow-kongkow di kedai kopi adalah merupakan satu kebiasaan yang sudah hampir membudaya dikalangan masyarakat Melayu. Sepintas, budaya itu terkesan malas, tetapi itu semua tidak benar. Dengan kongkow-kongkow seperti itu, justru warga bisa bersilaturahmi dengan sesamanya sekaligus dengan para pimpinannya. Di tempat ini, pimpinan dan warga tidak ada jarak.

Bacaan Lainnya

Semasa hidupnya, suami dari Hj Aisyah ini sering kali melakukan hal seperti. Sani terkadang berjam-jam menghabiskan waktunya hanya sekedar untuk menghabiskan secangkir kopi. Tetapi dibalik obrolan yang awalnya ke sana ke mari, justru ide-ide besar kerapkali ditemukan Sani dari obrolan tersebut.

Sebagai abdi masyarakat, ayah dari seorang putra dan dua orang putri ini mengakui, dengan sering datangnya ke kedai kopi, ia bisa beriteraksi langsung dengan masyarakat sehingga dirinya bisa mendapatkan masukan persis sebagaimana yang terjadi di masyarakat. Dengan diplomasi kedai kopi ini lah, ia merasa menjadi lebih dekat dengan masyarakat, dan begitu juga sebaliknya masyarakat.

Diplomasi kedai kopi yang dilakukan Sani semasa hidupnya, bukan hanya sekedar untuk menikmati hangatnya secangkir kopi, dan hangatnya obrolan dengan warga, tetapi terselip sebuah makna yaitu mempererat silaturahmi demi kemajuan daerah yang dipimpinnya. Adalah satu gaya diplomasi yang sangat patut untuk dicontoh oleh para pejabat Kepri.

Ketika seorang pemimpin ingin dekat dengan masyarakatnya, tidak harus dengan mengundang warga ke hotel berbintang yang hanya sekedar untuk ngobrol-ngobrol. Gaya seperti itu tidak efektif. Apalagi jika acara itu sendiri dikemas dalam format resmi, sehingga interaksi dan komunikasi diantara seorang pemimpin dengan warganya pun hanya berjalan semu.

“Saya sudah puluhan tahun ngopi dan nongkrong seperti ini. Bagi saya ini bukan budaya orang malas, tapi justru dari sinilah kita menjalin silaturahmi dan bisa saling memberikan ide-ide yang baik. Karena bagi saya ide itu datangnya tidak serta-merta dari rapat atau pertemuan formal saja, tapi dengan santai begini justri masyarakat tidak canggung untuk memberikan masukan,” kata almarhun saat menggelar ngopi bareng masyarakat di kedai kopi Hawai, Bintan, beberapa waktu lalu.

Sani yang semasa hidupnya memiliki sebreg pengalaman ini mempunyai prinsip bahwa semua persoalan yang ada di dunia ini, semuanya bisa diselesaikan. Mantan Wali Kota Tanjung Pinang pada tahun 1985-1993 ini mempunyai keyakinan bahwa kunci utama dari penyelesaian semua masalah yaitu ada dalam silaturahmi.

Gaya diplomasi itu ia buktikan selama menjabat sebagai gubernur Kepri. Berbagai persoalan yang ada di pemerintahan dan di masyarakat, ia urai dengan cara-cara yang lebih mengedepankan silaturahmi. Atas gaya diplomasinya itu lah, ia pun oleh banyak kalangan dianggap sebagai seorang pemimpin yang mengayomi berbagai lapisan, santun dan merakyat. Tidak berlebihan, bila ia kemudian banyak yang memanggilnya sebagai ayah kita karena kedekatannya dengan masyarakat.

Penulis : Eza Pendri, Pemimpin Redaksi Metrobatam.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *