Ditjen Pajak Siap Tarik Pajak 25 Persen Pada Facebook

Metrobatam, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memastikan, akan mengenakan tarif pajak sebesar 25 persen kepada perusahaan jejaring sosial asal Irlandia, Facebook. Hal tersebut dilakukan setelah Facebook resmi membentuk Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2 Humas) DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, ketentuan tarif pajak tersebut sesuai dengan aturan Pajak Penghasilan (PPh) 25/29 yang selama ini telah diterapkan kepada perusahaan domestik.

“Yang di luar negeri, selama kita bisa tetapkan sebagai BUT, itu akan menjadi wajib pajak dalam negeri. Tarif pajaknya jadi sama seperti domestik, yaitu 25 persen,” ujar Yoga di Kantor Pusat DJP Kemenkeu, Rabu (21/6).

Kendati demikian, menurut Yoga, perhitungan tarif pajak untuk Facebook bisa saja berubah bila hasil perhitungan tarif pajak untuk BUT bagi Subyek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan aplikasi atau konten melalui internet (Over The Top/OTT) selesai dikaji. Adapun dalam kajian OTT tersebut, pemerintat turut mempertimbangkan skema pajak atas hasil keuntungan yang di bawa ke luar negeri (diverted profit tax) oleh perusahaan tersebut.

Bacaan Lainnya

“Skema ini kami kaji juga. Nanti apakah ada skema baru, seperti untuk e-commerce, kami bisa saja ambil kebijakan khusus. Jadi, bisa lebih rendah dari 25 persen,” jelas Yoga.

Sebagai informasi, Facebook dikabarkan berminat membentuk BUT sesuai dengan arahan pemerintah. Kabar tersebut pun dibenarkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong. Menurut Thomas, Facebook saat ini telah mengantongi izin prinsip dari lembaganya, yang mengarah pada pembentukan BUT.

“Setahu saya Facebook sudah kantongin izin prinsip dari BKPM, sekarang sedang memenuhi syarat-syarat di pemerintah daerah (pemda) DKI Jakarta, seperti izin lokasi dan sebagainya,” kata Tom sapaan akrabnya.

Namun, Tom mengaku bisa memastikan sektor usaha Facebook, apakah di bidang periklanan atau penyedia layanan informasi. Pasalnya, hasil akhirnya masih menunggu kepastian dari Kementerian Kominikasi dan Informatika (Kominfo).

Sebelumnya, DJP telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-04/PJ/2017 yang berisi pedoman penentuan BUT bagi SPLN OTT. Sesuai SE tersebut, ketentuan tarif pajak BUT bagi SPLN OTT tersebut, diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku, yaitu Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh dan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara masih merampungkan Peraturan Menteri (Permen) mengenai BUT bagi perusahaan OTT. Namun, sebelumnya, Rudiantara telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2016 mengenai Penyediaan Aplikasi dan/atau Konten melalui Internet (OTT).

Dalam surat edaran tersebut, tertuang kewajiban bagi perusahaan OTT dari luar negeri untuk mendirikan BUT di Indonesia. BUT tersebut didirikan berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan Indonesia.

Adapun isi dari Permen OTT yang tengah disiapkan menurut Rudi, tak akan banyak berbeda dengan surat edaran. Namun, dalam Permen tersebut, pihaknya mengatur sanksi kepada perusahaan OTT yang tak kunjung membentuk BUT.

Dengan aturan main tersebut, pihaknya pun berharap, seluruh OTT dari luar negeri, seperti Google, Facebook, Twitter, dan lainnya bersedia membentuk BUT dan menyetor pajak sesuai dengan aturan yang berlaku. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait