Eks Aktivis Minta DPR Surati Jokowi Tuntaskan Kasus Penculikan Aktivis 1998.

Metrobatam, Jakarta – Mantan aktivis yang kini anggota DPR Komisi XI fraksi PKB Faisol Reza mengajukan surat kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo. Isi surat yakni meminta Bamsoet untuk menyurati Presiden Joko Widodo agar menjalankan rekomendasi DPR tahun 2009 terkait penyelesaian penculikan aktivis medio 1997-1998.

“Saya memohon Bapak Ketua DPR untuk mengirimkan surat kepada Presiden Republik Indonesia agar menjalankan tanggung jawab konstitusionalnya melindungi dan memenuhi hak asasi manusia, khususnya untuk melaksanakan 4 rekomendasi DPR tahun 2009,” tulis Faisol dalam surat.

Faisol mengakui dirinya memang mengirim surat tersebut pada hari ini, Kamis (24/1). Intisari surat yakni permohonan menindaklanjuti rekomendasi DPR tentang kasus penghilangan orang secara paksa 1997/1998.

“Itu benar saya kirim,” tutur Faisol saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (24/1).

Bacaan Lainnya

Dalam surat, Faisol menjelaskan proses penyelesaian penculikan aktivis yang mandek. Dia mengatakan bahwa Komnas HAM telah selesai menyelidiki kasus tersebut pada 2006. Hasil penyelidikan yakni Komnas HAM menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa.

Komnas HAM, lanjutnya, juga menyatakan telah terjadi tindak kejahatan HAM. Bentuknya berupa perampasan kemerdekaan, penyiksaan, penganiyaan terhadap 24 orang yang diduga dilakukan oleh 27 orang. Kala itu, Komnas HAM sudah mengirim hasil penyelidikan kepada Kejaksaan Agung, DPR, dan Presiden.

Setelah itu, DPR menindaklanjuti dengan membentuk panitia khusus pada 27 Februari 2007. Ketua pansus adalah Panda Nababan yang kemudian digantikan oleh Effendi Simbolon.

Kemudian, pada sidang paripurna 28 September 2009, DPR secara aklamasi menyepakati rekomendasi hasil kerja pansus. Rekomendasi itu diuraikan kembali oleh Faisol dalam surat.

  1. Merekomendasikan Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad-hoc;
  2. Merekomendasikan Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 aktivis yang masih hilang;
  3. Merekomendasikan Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang;
  4.  Merekomendasikan Pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.

Namun, kata Faisol dalam surat, sudah 10 tahun presiden dan pemerintah tidak menindaklanjuti rekomendasi DPR tersebut. Tidak ada satu pun dari empat rekomendasi dari DPR yang direalisasikan oleh pemerintah meski sudah berganti rezim.

Atas dasar itulah Faisol mengirim surat kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo. Menurutnya, Bamsoet harus menagih tindak lanjut dari pemerintah demi kehormatan dan kewibawaan DPR.

“Saya khawatir, bila DPR tidak melakukannya, kepercayaan rakyat terhadap lembaga perwakilan yang terhormat ini akan semakin menipis,” tulis Faisol dalam surat.

Diketahui, Faisol termasuk salah satu aktivis yang diculik medio 1997-1998 silam. Dia ditangkap bersama dengan Desmond J Mahesa, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluya Djati, Pius Lustrilanang dan beberapa orang lainnya. Mujur, Faisol dilepaskan. Ada beberapa orang lain yang hingga kini tidak jelas keberadaannya.

Bantah ‘Serang’ Prabowo

Faisol menyatakan dirinya tidak bermaksud menjatuhkan Prabowo Subianto jelang Pilpres 2019 ketika meminta pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM 1997-1998 sesuai rekomendasi DPR.

“Upaya seperti ini sudah lama. Sejak setelah keluar dari penculikan. Tidak ada dasar hanya muncul saat pemilu,” ucap Faisol saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis malam (24/1).

Faisol mengatakan dirinya bersama teman-teman aktivis yang diculik serta keluarga sudah lama menuntut agar kasus tersebut diselesaikan. Misalnya dengan aksi Kamisan di seberang Istana Negara Jakarta.

Dulu, kata Faisol, dirinya dan teman-teman juga pernah menggelar aksi di markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), dan Kantor Kepala Staf TNI AD.

“Itu bagian dari perjuangan kita. Kita sudah berpuluh-puluh tahun. Bukan lagi belasan tahun,” ucap Faisol.

“Jadi kalau ada menuduh, hanya muncul jelang pemilu, itu sah sah aja. Tapi orang itu tidak memahami kasus ini,” lanjutnya.

Faisol mengamini bahwa Prabowo merupakan orang yang dituduh bertanggung atas penculikan aktivis medio 1997-1998 silam. Hal itu adalah lazim dibicarakan.

Namun, dia membantah motifnya mendorong pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM 1998-1997 untuk menjatuhkan pamor Prabowo selaku capres.

“Saya tentu dengan keluarga korban ingin keadilan yang seharusnya diberikan oleh pemerintah. Tetapi keadilan itu kalau menyangkut atau terkait dengan calon yang lain, ya itu urusan hukum,” ucap Faisol.

Faisol lantas menjelaskan motifnya mengirim surat kepada Ketua DPR. Dia mengatakan dirinya memiliki beban moral untuk melakukan itu. Terlebih saat ini Faisol adalah anggota DPR.

Dia ingin benar-benar membantu keluarga 13 aktivis yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Faisol menganggap penting bagi pemerintah untuk menemukan kembali para aktivis atau menyatakan bahwa mereka sudah meninggal dunia setelah diculik.

“Agar keluarga tidak mencari lagi,” ucap Faisol.

Gerindra Tak Takut Isu Penculikan Diungkit

Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa mengaku tidak khawatir isu dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto pada 1998 dibahas di debat pemilihan presiden perdana.

Desmond bahkan mengatakan bahwa isu terkait penculikan dan penghilangan paksa aktivis Orde Baru itu justru akan menguntungkan kubunya.

“98 sebenarnya posisi hari ini lebih menguntungkan Prabowo dari petahana,” ujar Desmond di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (15/1).

Menurut dia, Prabowo sebenarnya berani mengungkap kepada publik terkait peristiwa 1998, seperti yang ia lakukan dalam debat Pilpres 2014 silam. Saat itu, Jusuf Kalla yang masih menjadi calon wapres sempat mengungkit peristiwa tersebut.

“Pada saat debat lalu inget enggak JK ungkit tentang kasus penculikan, Prabowo cuma bilang, ‘Apakah kita harus bongkar di sini? Siap kita bongkar di sini?’ Habis itu JK tidak melanjutkan lagi pertanyaannya ke Prabowo,” ujar dia.

Desmond mengatakan aktor utama yang bertanggung jawab atas peristiwa 1998 kini berada di pemerintahan Jokowi. Ia menyebut nama Menko Polhukam Wiranto yang saat 1998 menjabat sebagai Panglima ABRI.

“Ada semua orang di sana. Jadi kalau mau bicara pemahaman tentang sistem komando yang bertanggung jawab tentang kasus yang lalu, ya bukan Prabowo, tapi Wiranto,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR itu.

Lebih lanjut, Desmond juga yakin wacana peristiwa pelanggaran HAM masa lalu tak akan menggerus elektabilitas Prabowo. Ia bahkan menantang pemerintah untuk menjalankan proses penegakan hukum jika Prabowo membuka kasus pelanggaran HAM masa lalu.

“Kalau dibuka semua oleh Prabowo, pemerintah bisa jalankan atau tidak? Mau jalankan proses penegakan hukumnya enggak? Karena yang berdampak luas dan ketegasan Jokowi untuk hadapkan orang-orang yang hari ini ada di lingkaran dia para pensiunan jenderal masa lalu,” tutur Desmond.

Sebelumnya, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Maruf Amin, Abdul Kadir Karding, menyebutkan kubu Prabowo-Sandiaga memiliki masalah terkait HAM. Ia berkata Prabowo diduga terlibat dalam pelanggaran HAM dan penghilangan orang. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait