Film G30S/PKI Bukan untuk Pencarian Fakta Sejarah, Rektor IKJ: Itu filmnya Menyebalkan

Metrobatam, Jakarta – Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Seno Gumira Ajidarma menilai bahwa film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ menarik untuk dipelajari sebagai kasus, bukan untuk pencarian fakta sejarah.

“Jadi, film ini menarik untuk dipelajari sebagai kasus saja, bukan untuk dinikmati, apalagi untuk mencari fakta sejarah,” ujar Seno, di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, seperti yang dilansir dari Antara pada Sabtu (23/9).

Ia menilai, sang sutradara Arifin C Noer dapat memberi arahan kepada pemain dengan baik sehingga penampilan mereka terlihat menarik. Namun, secara keseluruhan, film berdurasi 271 menit itu merupakan film propaganda. “Itu filmnya menyebalkan,” ujar Seno.

Terkait nonton bareng (nobar) ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ yang disebut untuk mencegah tumbuh kembali ideologi komunis, menurut Seno, tergantung pada penilaian apakah memang diperlukan oleh orang banyak.

Bacaan Lainnya

Sementara mengenai keinginan Presiden Joko Widodo untuk pembuatan ulang film agar sesuai dengan generasi muda, Seno menilai hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat versi baru beserta pandangan lainnya.

“Boleh, bisa, artinya pendapat orang sekarang bagaimana, dalam ngomongin peristiwa 1965. Setiap orang boleh bikin versinya, pengkhianatan boleh, lainnya juga boleh,” kata Seno.

Ada pun kegiatan nobar film berdurasi 271 menit itu merupakan perintah Panglima TNI, yang berharap agar generasi muda sadar akan bahaya paham komunis yang pernah berkembang di Indonesia.

Kegiatan nobar juga bertujuan mengingatkan masyarakat akan sejarah kelam perjalanan bangsa Indonesia dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), saat terjadi pengkhianatan PKI pada 30 September 1965.

Melalui pemutaran film itu juga diharapkan akan semakin tumbuh rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air serta memiliki rasa persatuan dan kesatuan.

Tak Ada Intervensi

Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Gatot Nurmantyo mengatakan, instruksinya itu dimaksudkan agar angkatan muda TNI memiliki pandangan tentang sebuah sejarah penting yang pernah terjadi di Indonesia pada masa lampau. Sebab, baginya, sejarah sangat penting untuk menata kehidupan sebuah bangsa pada masa mendatang.

“Saya perintahkan kepada jajaran saya untuk menyetel (film G30S PKI) untuk generasi bangsa sekarang ini,” kata Gatot di Jombang, Jawa Timur beberapa waktu lalu.

Terkait kontroversi yang terjadi, Jajang C. Noer, aktris senior Indonesia yang merupakan istri dari sang sutradara menjelaskan, proses penggarapan skenario yang dilakukan Arifin telah didahului oleh proses riset dan penelusuran literatur yang sangat panjang.

Jajang yang terlibat dalam proses produksi sebagai pencatat adegan memastikan, tidak ada rekayasa yang dilakukan oleh Arifin dalam proses produksi film berbiaya Rp 800 juta ini. Menurutnya, Arifin berkali-kali menegaskan telah menjaga independensinya sebagai seorang sineas.

“Nah, Mas Arifin ini membuatnya berdasarkan info yang ada pada saat itu. Info resmi. Informasi yang sudah diberitahu kepada kami, masyarakat. Dan itu sampai dicek ke Cornel Papers. Jadi ya berdasar itu, tidak ada direkayasa-direkayasa,” kata Jajang saat ditemui Okezone belum lama ini.

Bahkan, Jajang menegaskan, dalam proses produksi –termasuk penulisan skenario, Arifin hanya melibatkan fakta-fakta yang ia yakini kebenarannya. Arifin, diceritakan Jajang bahkan menolak untuk menggarap sejumlah adegan yang ia ragukan kebenarannya.

“Nah, beberapa informasi yang misalnya mata dicongkel, itu Mas Arifin tidak percaya itu. Jadi hal-hal yang seperti itu dia tidak bikin. Tidak ada mata dicongkel, adanya menyayat. Karena dibilang Bapak Muhammad Yani itu disiksa. Umum itu diketahui. Tapi Mas Arifin tidak mau bikin mata dicongkel, karena menurutnya tidak masuk di akalnya dia,” tutur Jajang.

“Mas Arifin hanya bikin yang dia yakini. Dia tidak akan bikin yang dia tidak yakini,” tambahnya.

Gatot menambahkan, yang terpenting baginya, pro dan kontra tersebut jangan sampai memancing kemunculan berita bohong dan fitnah. “Kalau politik, apa pun bisa dipolitisasi. Biarin saja,” kata Panglima TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9).

“Sekarang mau berkomentar apapun juga wajar yang penting jangan menyebarkan berita bohong kan begitu saja,” ucapnya.

Ia pun menegaskan, aksi nobar film G30S/PKI sudah terlaksana dan tidak ada unsur paksaan. “Sudah terlaksana kok. Saya tanya ada yang dipaksa nggak, nggak ada? Tidak ada yang memaksakan,” tutur Gatot.

Gatot menambahkan, terkait pemutaran film tersebut di internal TNI adalah keputusannya agar para prajurit menonton. Menurutnya, hal itu tetap dilakukan karena Presiden Joko Widodo tidak melarang.

“Kalau prajurit saya itu urusan saya. Ya memang harus dipaksa. Menhan tidak punya kewenangan terhadap saya. Kendali saya hanya dari Presiden garisnya. Saya katakan tidak bisa mempengaruhi saya kecuali presiden. Itu prajurit saya kok,” ujarnya.

Dia mengatakan pemutaran itu dilakukan karena sejak 2008 sejarah G30S/PKI sudah tak dimasukkan dalam pelajaran. Gatot mengatakan pemutaran tersebut dilakukan untuk mewaspadai terulangnya peristiwa kelam tersebut.

“Sejarah kan cenderung berulang. Kalau berulang kan kasihan bangsa ini. Saya mengajak dan mengingatkan agar jangan sampai peristiwa ini terulang kembali. Orang mempersepsikan lainnya ya silakan saja. Haknya beda-beda kok nggak masalah. Saya tidak akan menanggapi itu. Yang penting saya kerjakan,” ujarnya. (mb/okezone)

Pos terkait