Gerindra Pesimis OK OCE Anies-Sandi Bisa Kurangi Pengangguran di Jakarta

Metrobatam, Jakarta – Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI Jakarta mengaku pesimis program pelatihan kewirausahaan One Kecamatan, One Center for Entrepreneurship atau OK OCE mampu mengurangi tingkat pengangguran secara signifikan.

Fraksi Gerindra menilai demikian karena jumlah pengangguran lebih besar ketimbang jumlah lapangan kerja yang ditargetkan dalam program OK OCE.

Hal itu disampaikan anggota Gerindra Fajar Sidik dalam rapat paripurna tanggapan fraksi atas Raperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI 2018-2022.

“Fraksi Gerindra yakin bahwa program di atas belum akan bisa menampung usia produktif tersebut. Untuk itu, fraksi Gerindra meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk lebih concern terhadap persoalan ini,” kata dia, di Gedung DPRD, Senin (2/4).

Bacaan Lainnya

Fajar menyebut penyediaan lapangan kerja telah diakomodasi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno melalui program OKE OCE dan pelatihan kerja di Dinas Tenaga kerja (Disnaker) DKI. Hal itu tercantum dalam RPJMD yang harus disahkan bulan ini.

Menurutnya, ada ribuan lulusan SMA atau perguruan tinggi terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setiap tahunnya.

Per Agustus 2017, kata Fajar, jumlah pengangguran di Jakarta mencapai 346.940 ribu jiwa dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,14 persen dari total angkatan kerja. Tingkat pengangguran di lbu Kota tersebut juga jauh di atas TPT nasional, yakni 5,5 persen.

Sementara, pasangan Aies-Sandi yang diusung oleh Gerindra menargetkan terciptanya 200 ribu lapangan kerja dalam lima tahun masa kepemimpinan mereka melalui OK OCE.

Pada kesempatan yang sama, Fraksa Partai Nasdem mengusulkan pemberian modal kepada peserta OK OCE sebesar Rp5 miliar per kecamatan.

“NasDem meminta menyandingkan program pengadaan modal kepada para calon pewirausaha tersebut sekurang-kurangnya Rp5 miliar untuk setiap kecamatan,” kata Ketua Fraksi NasDem Bestari Barus.

Menurutnya, program OK OCE tak ubahnya sebatas pelatihan. Dengan pemberian modal, diharapkan kegiatan wirausaha makin bergerak. “Mengingat kondisi real di lapangan terkait pelaksanaan program ini, hanya sebatas pelatihan-pelatihan dan penyuluhan saja,” ujarnya.

Menanggapi itu, Sandiaga mengaku belum bisa menyediakan modal bagi peserta program OK OCE.

“Tentunya dari segi mekanisme, kami masih berpendirian bahwa institusi keuangan itu yang lebih memiliki kemampuan yang mumpuni untuk memberikan pinjaman. Tapi, kita apresiasi Pak Bestari dan Nasdem, kita akan berikan tanggapan,” ujarnya.

Beberapa waktu lalu, Sandi menegaskan program OK OCE bukan bertujuan untuk penyediaan modal bagi pesertanya. Pemodalan itu akan dikerjasamakan dengan lembaga keuangan terkait.

DPRD Tagih Janji Anies

Sementara itu sebanyak empat fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menagih janji Gubernur Anies Baswedan soal swastanisasi air. Penghentian swastanisasi air adalah salah satu agenda yang dilontarkan Anies ketika masa kampanye.

Empat fraksi itu adalah Fraksi Gerindra, Fraksi NasDem, Fraksi Demokrat-Partai Amanat Nasional, dan Fraksi PDI Perjuangan. Mereka menyampaikan pandangan umumnya terhadap rancangan peraturan daerah (Raperda) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta 2018-2022. Merekat tidak cuma menyinggung pengelolaan sumber daya air, tetapi juga soal air limbah dan sampah.

Fraksi Gerindra langsung menagih janji Gubernur Anies Baswedan buat memutus kontrak pengelolaan air oleh pihak swasta, yakni PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Dasarnya adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 31KPdt/2017 terbit pada Oktober tahun lalu.

“Kami meminta gubernur agar segera mengeksekusi putusan MA terkait pengelolaan air di Jakarta oleh swasta agar dikembalikan sepenuhnya ke negara, PDAM Jaya, demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat,” kata anggota Gerindra Fadjar Sidik, Selasa (2/4).

Fadjar mengatakan Fraksi Gerindra juga menuntut percepatan pembangunan jaringan pipa air bersih ke pemukiman belum mendapatkan akses air bersih, khususnya di wilayah utara Jakarta. “Harus segera direalisasikan,” ujar Fajar.

Hal serupa juga disampaikan fraksi NasDem. Menurut Ketua NasDem DKI Bestari Barus, kurang dari 50 persen warga Jakarta yang bisa menikmati air bersih. Penyebabnya menurut dia karena belum maksimalnya konsentrasi Pemprov DKI menyangkut pengadaan air bersih.

Bestari menyebut NasDem menginginkan PDAM Jaya sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) di bidang pelayanan air minum, lebih efektif mengentaskan permasalahan air bersih bagi seluruh warga Jakarta. Apalagi penurunan permukaan tanah semakin tidak terkendali karena pemanfaatan air bawah tanah yang berlebihan.

“Sebagai contoh, Kelurahan Kebon Kosong yang selama 32 tahun belum mendapatkan pelayanan sambungan air bersih, mengingat mereka juga telah membayar pajak selama 32 tahun untuk pembangunan infrastruktur sumber air yang normal,” kata Bestari.

Sedangkan Fraksi Partai Demokrat-Partai Amanat Nasional (PAN) menilai perlu dilakukan penggabungan antara PDAM Jaya dengan PD PAL Jaya. Tujuannya supaya operasional pengelolaan air bersih dan limbah di Jakarta semakin efektif dengan sistem satu pintu dan tagihan pengguna tunggal (users single billing).

“Dengan pengelolaan air bersih dan limbah yang ada dalam satu pintu, diharapkan bisa menjadi solusi kurangnya sumber air baku di Jakarta dan menjadi pola recycling terpadu,” kata Ketua Fraksi Demokrat-PAN Taufiqurrahman.

Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan supaya penyedotan tinja dan air limbah rumah tangga di lingkungan padat, kumuh, dan miskin biayanya digratiskan atau ditanggung oleh APBD, khususnya PD PAL JAYA. PDIP juga menuntut normalisasi 13 sungai dilanjutkan, termasuk pembangunan sodetan kali Ciliwung ke Banjir Kanal Timur. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait