Ini Keuntungan Piala Dunia Jika Diikuti 48 Tim

Keputusan sudah bulat, akan ada 48 tim nasional yang berpartisipasi mulai dari Piala Dunia FIFA 2026 nanti. Turnamen sepakbola terbesar di dunia dengan jumlah tim peserta terbanyak tersebut memang masih akan dilangsungkan satu dekade lagi, tapi pro dan kontra sudah mulai bermunculan.

Presiden FIFA Gianni Infantino merealisasikan komitmennya untuk meningkatkan jumlah peserta Piala Dunia sebanyak 50%, yang sebelumnya 32 tim menjadi 48 tim. Seluruh tim tersebut akan dibagi ke dalam 16 grup yang masing-masing grupnya berisi tiga tim. Dua tim teratas akan lolos ke babak gugur (knock-out) 32 besar. Maka secara total, Piala Dunia berformat 48 tim ini akan menghasilkan 80 pertandingan (sebelumnya adalah 64 pertandingan di format 32 tim).

Memang masih belum ditentukan siapa yang akan menjadi tuan rumah di Piala Dunia 2026 nanti. Tapi membaca pola yang ada sejauh ini, ada kemungkinan Piala Dunia 2026 nanti akan diselenggarakan di zona CONCACAF (Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Kepulauan Karibia) atau UEFA (Eropa) lagi.

Atau mungkin bisa saja Piala Dunia akan dibuat di berbagai negara seperti Piala Eropa 2020? Dan jangan lupa juga kalau ada zona OFC (Oseania) yang belum pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Bacaan Lainnya

Tapi dari sekian banyak pro dan kontra, saya mendapatkan beberapa keuntungan sejauh ini, yang justru mendukung penyelenggaraan Piala Dunia dengan format 48 tim. Memang bukan dari kacamata perspektif sepakbola, melainkan dari kacamata perspektif turisme olahraga, manajemen, sosial, budaya, dan ekonomi.

Jumlah Pertandingan Tetap Sama
Sebelum saya mengecek beberapa jurnal ilmiah yang terkait, saya sempat melihat komentar José Mourinho, manajer Manchester United, di situs FIFA.com yang mengomentari penyelenggaraan Piala Dunia dengan format 48 tim.

“Aku sangat setuju. Sebagai manajer kesebelasan (club), jika ekspansi itu berarti akan ada lebih banyak pertandingan, lebih sedikit liburan, dan lebih sedikit pra-musim untuk para pemain, aku akan berkata tidak,” kata Mourinho.

“Tapi penting bagi para pengkritik untuk menganalisis dan memahami bahwa ekspansi tersebut tidak berarti lebih banyak pertandingan. Para pemain akan terlindungi dan kesebelasan akan terlindungi dengan cara ini,” kata manajer asal Portugal tersebut.

Perkataan Mourinho tersebut ternyata ada benarnya. Sebenarnya, jika kita melihat rentang waktu yang sama, yaitu kira-kira satu bulan penyelenggaraan Piala Dunia, satu tim yang menjadi juara akan memainkan tujuh pertandingan dari awal turnamen, dengan rincian: tiga pertandingan babak grup, serta empat sisanya adalah masing-masing satu pertandingan perdelapanfinal (16 besar), perempatfinal, semifinal, dan final.

Hal ini akan berulang pada penyelenggaraan Piala Dunia dengan format 48 tim, yaitu: dua pertandingan babak grup, serta lima pertandingan sisanya adalah masing-masing satu dari perenambelasfinal (32 besar), perdelapanfinal (16 besar), perempatfinal, semifinal, dan final.

Ini artinya, jumlah pertandingan pada rentang satu turnamen memang akan bertambah, tepatnya bertambah 26 pertandingan dari 64 ke 80 pertandingan. Namun, jumlah pertandingan yang dilalui oleh tim yang bisa mencapai empat besar (juara, runner-up, peringkat ketiga, dan keempat) adalah tetap sama, yaitu tujuh pertandingan.

Dari pembahasan di atas, maka efek kelelahan akan tetap sama bagi pemain yang timnasnya bisa sampai ke empat besar. Perbedaannya tidak akan menjadi signifikan kecuali mengenai akumulasi dari jarak tempuh, cuaca, dan ketinggian daerah; yang ketiganya akan sangat bergantung dari siapa yang akan menjadi tuan rumah, bukan jumlah tim yang berpartisipasi.

Menarik Secara Hiburan
Dalam grup yang berisi tiga tim yang dua di antaranya akan lolos ke babak selanjutnya, kita mungkin akan memandang kalau hal ini akan mengurangi gengsi pertandingan. Pada kenyataannya nanti, pengurangan gengsi pertandingan ini akan terjadi lebih karena akan ada banyaknya negara yang berpartisipasi.

Dalam pelaksanaannya, meskipun belum ada informasi pasti, jumlah peserta Piala Dunia berformat 48 tim akan terbagi jatahnya sebagai berikut: Eropa 16 tim (saat ini 13), Afrika 9 (5); Asia 8,5 (4,5), Amerika Selatan 6 (4,5), CONCACAF 6,5 (3,5), Oseania 1 (0,5), dan tuan rumah 1 (1). Angka setengah (0,5) di atas berarti adalah tim dari konfederasi tersebut harus melakukan play-off.

Saat ini negara anggota FIFA berjumlah 211. Maka tidak bisa dipungkiri jika format 48 tim akan mengikutsertakan tim-tim cupu, terutama dari Asia, untuk bisa lolos ke babak final Piala Dunia nantinya, dengan Indonesia (semoga) adalah salah satunya.

Dari grup berisi tiga tim ini, akan ada dua pertandingan yang sangat krusial bagi tim-tim tersebut, terutama tim cupu. Dua pertandingan di grup ini akan menentukan apakah tim itu lolos ke knock-out atau harus pulang. Dengan format ini, maka babak grup mungkin akan tidak terlalu seru, terutama bagi grup yang melibatkan tim cupu.

Namun ini bukan pemandangan langka, mengingat pada grup berisi empat tim juga terkadang kita bisa melihat adanya tim yang sudah memastikan diri lolos atau tidak lolos, sehingga pertandingan terakhir (pertandingan ketiga) akan menjadi formalitas belaka.

Hal ini masih lebih bisa diterima, setidaknya, daripada format Piala Eropa dengan 24 tim yang memiliki satu grup (dari enam grup) berisi empat tim yang dua tim teratasnya lolos, sementara peringkat ketiga bisa lolos sebagai salah satu dari empat peringkat tiga terbaik. Membacanya saja sudah pusing, kan? Portugal menjuarai Piala Eropa 2016 dengan cara ini: menjadi “peringkat ketiga terbaik” di grupnya.

Saking pusingnya penentuan peringkat tiga terbaik ini, kami sampai-sampai membuatkan artikel khusus. Silakan dibaca kembali bagi kamu yang ingin bernostalgia: Menentukan Peringkat 3 Terbaik dan Sistem 16 Besar EURO 2016

Di sini-lah maka setiap tim akan bermain serius dari awal sampai akhir turnamen, terutama di babak gugur. Babak gugur Piala Dunia berpotensi akan menjadi lebih menarik daripada sebelumnya.

Sedangkan tidak melulu negatif, tim dengan potensi rendah (alias tim cupu) memang akan bermain dalam dua pertandingan untuk kemudian langsung pulang. Tapi mereka (mungkin bisa jadi juga “kita” jika Indonesia sungguhan lolos ke Piala Dunia) akan mendapatkan pengalaman berharga di atas lapangan dan juga di luar lapangan, yaitu melalui investasi pada infrastruktur sepakbola mereka di masa depan.

Piala Dunia adalah Acara Sosial, Budaya, dan Ekonomi
Tinjauan mengenai keuntungan banyaknya tim atau negara partisipan juga sudah banyak dilakukan oleh peneliti di bidang sport tourism dan sport management. Dalam setiap penyelenggaraan acara olahraga, mereka bisa mewarisi banyak hal (legacy), di antaranya; olahraga itu sendiri, sosial, lingkungan, urban, dan ekonomi kepada sebuah wilayah.

Tidak ada yang memungkiri bahwa acara olahraga, seperti Piala Dunia, Olimpiade, dan bahkan Pekan Olahraga Nasional, bisa meningkatkan pengembangan besar-besaran di sebuah negara atau kota. Pengembangan ini, secara rasional, akan lebih banyak berakibat pada sosial, budaya, dan ekonomi.

FIFA sendiri memperkirakan akan mendapatkan keuntungan tambahan sebesar 1 miliar dolar AS (Rp 13,31 triliun) dengan ekspansi Piala Dunia menjadi 48 tim tersebut.

Namun, kita harus ingat bahwa jangan sampai “pengembangan” yang dilakukan secara tidak rasional akan membebani wilayah tersebut dengan konsekuensi yang sangat mahal, seperti misalnya Stadion Utama Riau di Pekanbaru yang merupakan salah satu contoh stadion megah yang dibangun untuk PON XVII yang sekarang ini tak terpakai.

Satu hal yang jelas yang bisa saya temukan pada jurnal-jurnal ilmiah, ekspansi Piala Dunia ini berpotensi untuk memberikan efek ekonomi, sosial, dan budaya yang besar. Investasi akan dikembangkan di banyak negara melalui infrastruktur, yang salah satunya (harapannya) adalah pengembangan sepakbola usia muda.

Kita juga jadi bisa melihat Piala Dunia yang “berimbang” dengan banyaknya negara Asia, Afrika, dan bahkan Oseania. Meskipun “keseimbangan” itu mungkin hanya akan terjadi di dua pertandingan pertama (babak grup).

Namun biar bagaimanapun, secara kualitas permainan, kita memang tidak bisa berharap sepakbola akan berkembang di acara seperti Piala Dunia (serta Olimpiade dan juga termasuk PON).

Tapi satu hal yang jelas berpotensial, dengan 48 tim, Piala Dunia akan lebih cenderung bertindak sebagai acara sosial, budaya, dan ekonomi alih-alih acara olahraga. Pernyataan di atas tentunya mengundang pro dan kontra lainnya.(mb/detik)

Pos terkait