JK Bedakan Kriminalisasi dan Masalah Hukum di Kasus Slamet

Metrobatam, Jakarta – Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta publik membedakan kriminalisasi dengan penegakan hukum. Hal ini menanggapi tudingan kriminalisasi sejumlah pihak atas penetapan tersangka ketua PA 212 Slamet Ma’arif.

“Ya, tentu kita harus bedakan kriminalisasi dengan masalah hukum. Kalau memang perlu ya dikaji dengan baik,” ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (12/2).

JK mengingatkan agar proses penegakan hukum itu diterapkan dengan seadil-adilnya. Jika memang perbuatan yang dilakukan melanggar hukum, maka harus ditindak tanpa membeda-bedakan pelakunya.

“Kalau melanggar hukum memang harus diterapkan. Tapi harus adil,” katanya.

Bacaan Lainnya

Slamet telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pelanggaran kampanye di luar jadwal. Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) itu terancam pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta sebagaimana diatur Pasal 492 UU Pemilu, atau penjara dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta dalam Pasal 521 UU Pemilu.

Kasus tersebut terkait dengan orasi Slamet dalam acara Tabligh Akbar PA 212 Solo Raya, di Jalan Slamet Riyadi, depan kantor BCA KCU Solo-Slamet Riyadi, Gladak, Pasar Kliwon, Surakarta, pada Minggu (13/1).

Slamet menilai dirinya diperlakukan tidak adil oleh penegak hukum. Menurut dia, penetapan tersangka sebagai gambaran ketidakadilan hukum yang tersaji secara gamblang di negeri ini.

Mabes Polri menyatakan penetapan Slamet Maarif sebagai tersangka telah melalui proses kajian. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan kajian itu dilakukan oleh penegak hukum terpadu yang terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaaan, dan Bawaslu.

Atas penetapan tersangka itu, Slamet merasa diperlukan tidak adil oleh penegak hukum. Dia menilai penetapan tersangka itu sebagai gambaran ketidakadilan hukum yang tersaji secara gamblang di negeri ini.

“Memilukan dan memalukan hukum di Indonesia,” kata Slamet Maarif kepada CNNIndonesia.com melalui aplikasi pesan WhatsApp.

Presiden Tak Intervensi Hukum

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan Presiden Joko Widodo selalu menghindari tindakan intervensi terhadap proses hukum. Pensiunan jenderal bintang empat itu meminta kepada semua pihak untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang tak berdasar.

“Dalam proses bernegara presiden selalu tunjukkan sikap yang sangat jelas di mana selama ini intervensi terhadap persoalan-persoalan hukum betul-betul dihindari,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/2).

Pernyataan Moeldoko sekaligus membantah tudingan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani yang menilai penetapan tersangka Slamet Maarif merupakan wujud nyata upaya kubu petahana melakukan penggerusan suara melalui hukum.

Slamet diketahui juga menjadi Juru Kampanye Nasional Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Moeldoko pun meminta para pihak melakukan introspeksi setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam proses hukum. Menurut Moeldoko, bila memang melakukan kesalahan jangan kemudian menyebut pemerintah intervensi terhadap proses hukum.

“Jangan terus salahkan pemerintah karena pemerintah dalam konteks ini adalah menjauhi dari intervensi itu. Jadi jangan lontarkan sesuatu yang tidak berdasar, menurut saya,” ujar Moeldoko

Moeldoko mengajak semua pihak membangun demokrasi yang bermartabat. Mantan panglima TNI itu tak ingin ketika terjadi sesuatu di tengah masyarakat pemerintah langsung disalahkan dan disebut melakukan rekayasa.

“Semua bisa dibuktikan. Kalau misalkan enggak salah ya enggak salah. Tapi kalau emang salah ya bukan urusan kita, urusan aparat,” tegasnya. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait