Jokowi Klaim ‘Propaganda Rusia’ Dikutip dari RAND Corporation

Metrobatam, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengklaim pernyataanya mengenai ‘propaganda Rusia’ tidak ada sangkut pautnya dengan negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin. Dia menyatakan mengutip istilah itu dari sebuah artikel yang diterbitkan RAND Corporation, sebuah lembaga pemikir (think tank) dan analis kebijakan global di Amerika Serikat.

“Kita tidak berbicara mengenai negara, bukan negara Rusia. Itu adalah terminologi dari artikel RAND Corporation,” ujar Jokowi usai hadir dalam acara silaturahmi HUT ke-72 HMI di Jakarta, Selasa (5/2).

Jokowi tak menjelaskan secara rinci perihal istilah ‘propaganda Rusia’ yang diucapkannya. Ia hanya menyebut istilah isu sesuai dengan yang ada di dalam artikel.

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan semburan kebohongan, dusta, dan hoaks bisa mempengaruhi serta membuat ragu orang untuk memilih. Taktik itu, lanjut dia, di beberapa negara dimainkan dengan data yang konkret.

Bacaan Lainnya

“Semburan kebohongan, semburan dusta, semburan hoaks itu bisa mempengaruhi dan membuat ragu dan membuat ketidakpastian. Dan itu biasanya memang di negara-negara lain itu tanpa didukung data-data yang konkret,” ujarnya.

Atas pejelasan itu, Jokowi kembali menegaskan istilah yang diucapkannya tidak ada kaitannya dengan negara Rusia. Sebab, ia mengaku memiliki hubungan yang sangat baik dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

“Sekali lagi ini bukan urusan negara apa kita Indonesia dengan Rusia, bukan. Saya dengan presiden Putin sangat-sangat baik hubungannya,” ujar Jokowi.

Fadli Zon Tanggapi Cuitan Kedubes Rusia

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, turut mengomentari cuitan Kedutaan Besar Rusia untuk Indonesia, terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal taktik propaganda fitnah. Rusia menyatakan tidak ikut campur dalam urusan politik dalam negeri Indonesia yang dianggap kawan baik.

“Mhn maaf atas pernyataan presiden @jokowi yg grasa grusu.,” cuit Fadli melalui akun Twitter @fadlizon, Selasa (5/2).

Kedubes Rusia menjelaskan bahwa istilah yang kini digunakan “oleh kekuatan-kekuatan politik tertentu di Indonesia” itu direkayasa oleh Amerika Serikat ketika pemilihan umum pada 2016 lalu.

Saat itu, AS menuding Rusia mengintervensi pilpres di negaranya demi kemenangan Donald Trump.

“Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami,” tulis Kedubes Rusia.

Tudingan terhadap Rusia ini menjadi sorotan di AS, terutama setelah sejumlah badan intelijen mengungkap hasil penyelidikan mereka.

AS pun menggelar penyelidikan besar-besaran dan hingga kini sudah menetapkan sejumlah nama sebagai tersangka. Namun, Rusia terus membantah tudingan tersebut.

Sementara itu Cawapres rival, Sandiaga Uno, mengaku ada kawannya dari Rusia yang memprotes negaranya ikut dibawa-bawa ke urusan politik di Indonesia. Ia mengatakan ada kawannya yang memprotes negaranya dilibatkan.

“Memang kemarin ada rekan-rekan dari Rusia, kawan-kawan saya bertanya, ‘apa maksudnya ini, apakah kami dituduh mencampuri urusan Indonesia?’,” kata Sandiaga menirukan protes dari kawannya dalam wawancara dengan wartawan di lapangan basket Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/2).

Kepada sang teman, Sandiaga menyatakan agar tidak terlalu menanggapi. Ia juga mengaku tak ingin menambah kegaduhan atas pernyataan Jokowi tersebut.

“Saya bilang jangan terlalu ditanggapi karena ini tahun politik semua, semua yang disampaikan itu mungkin ada urusannya dengan politik dalam negeri. Tidak ada urusannya dengan persahabatan kita dengan Rusia,” ucapnya.

Sandiaga berharap agar pernyataan Jokowi tak berdampak pada hubungan antara Indonesia dan Rusia. “Jangan terlalu dibesar-besarkan, kita harapkan polemik yang disampaikan pak Presiden ini tidak dijadikan ajang sahut-menyahut dan akhirnya merusak hubungan internasional kita,” tutur dia. (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait